12. Damai Yuk!

1.1K 64 6
                                    

Play dulu yang ada di atas, hitung-hitung buat BGM.

_______________

"Isi kulkas cuma ada air putih, kayanya perlu diisi buat besok. Mall masih buka jam segini, mau ikut enggak?" tawarnya di ambang pintu dengan wajah dingin.

Coba berpikir sejenak demi kesejahteraan bersama. Ada bunda sama ayah di rumah ini. Kalau Pak Johnny belanja sendirian, pasti mereka bakal tanya kenapa gue enggak ikut. Kalau gue ikut suasana bakal aneh karena kita lagi bertengkar.

Dengan ogah-ogahan, gue beranjak dari nikmatnya rebahan di atas kasur.

"Ingat ya, Mas, kita belum baik-baik saja!"

Tugas-tugas gue tinggal. Toh sudah ada malaikat yang membantu gue.

"Hem." Begitulah Pak Johnny menanggapi peringatan gue.

Shopping time! Melisa dan Jamal tahu kelemahan gue. Mall. Tempat yang bikin gue sumringah lagi. Mantan gue juga tahu itu, tetapi gue enggak mau bahas dia yang pengkhianat.

Percayalah, cuma lihat-lihat barang yang ada di sini, mata gue langsung melek. Mau borong baju, mau borong segala printilan yang menurut gue lucu. Gue mau semuanya, jajan-jajan juga mau. Tahan Avin.

Sejauh ini, cuma ada sayuran, buah-buahan, dan bahan makanan lainnya yang ada di dalam troli. Gue masih menahan gengsi untuk nyomot makanan. Duh gusti! Gue enggak bisa diginiin, mana kaki kami mendekati rak bagian ciki.

Dan, kami berhasil berhenti di depan puluhan kemasan makanan ringan kesukaan gue.

"Ambil cemilan buat nemenin kamu nugas." Gayanya yang sok cool.

"Enggak mood tuh." Gue lagi mencoba mempertahankan aksi kesal gue di atas ngilernya gue yang gengsi habis. Dari hari tenang pertama sampai akhirnya kayanya gue cuma bisa nyemil tugas.

Mengesalkan sekali pria yang membersamaiku ini. Dia malah langsung jalan sendirian setelah mendapat jawaban dari gue, tanpa membujuk gue terlebih dahulu. Wahai kaum adam, ketika cewek bilang tidak apa-apa, berarti dia lagi kenapa-napa. Mohon pengertian dan kepekaannya. Namun, itu tak berlaku untuk Pak Johnny. Sengiler apapun, dia juga enggak bakalan peka.

"Dasar ngeselin! Tiang listrik!" sungut gue tak peduli tempat, meskipun ada ibu-ibu di sekitaran gue.

"Bye-bye, ciki."

Berkat kakinya yang kaya tiang listrik, dia berhasil ninggalin gue jauh ke depan. Minta dikerjain nih orang.

Diam-diam gue sengaja belok arah untuk meninggalkan jejak darinya. Pergi ke lantai dua Mall ini adalah jalan yang paling aman untuk kabur darinya. Gue bisa naik ojol kalau ditinggal.

Sedikit mengide lagi, gue menyusup ke rooftop Mall. Kebetulan rooftop Mall di sini terbuka untuk umum. Angin malam yang menyengat kulit gue harus ditahan. Gue mau jahilin tiang listrik kali ini. Gawai gue silent guna melihat pandangan indah dari sini. Gue bebas berteriak di sini.

Kekesalan gue berakhir dengan air mata yang mengalir. Mengingat Garnis dan sepupu-sepupu Pak Johnny yang membuat gue merasa tak pantas bersanding dengan Pak Johnny.

Keluarga Pak Johnny keluarga berpendidikan tinggi. Sedangkan, keluarga gue tak sebanding dengannya.

"Ngeselin, ngeselin, ngeselin! Pokoknya ngeselin!"

Rasanya dingin, tetapi ini lebih baik. Kabur darinya di waktu yang tepat begini, apalagi tempatnya mendukung untuk meluapkan semua emosi gue.

Gue enggak tahu sudah berapa lama di sini sampai air mata gue kering lagi. Yang pasti, sebelum ada petugas yang menyuruh gue pergi, gue masih mau di sini biar Pak Johnny kelabakan cari gue. Gue harap sih begitu, bukan malah ditinggal.

Our MerriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang