39. Akhir (tak) Bahagia

1K 59 2
                                    

Pak Johnny POV





Kadang aku selalu menganggap ini sebuah mimpi. Mimpi buruk yang terjadi selama aku hidup.

Gugur satu tumbuh seribu, peribahasa tak berlaku bagiku. Nyatanya Avin bukanlah perempuan pada umumnya. Dia tak ada yang bisa menyamainya. Setelah kepergian Avin nanti, takkan ada yang bisa menggantikannya. Sejauh ini, aku tak pernah menemukan sosok seperti dirinya.

Kalau bukan ia, pasti takan setenang ini menghadapi masalah seperti ini. Berjuang sendirian menghadapi keluargaku tanpa kesadaranku. Sangat sabar menghadapiku yang kurang sempurna.

"Kenapa mendadak mau resign?"

Bukan hanya ketua jurusan. Pak Yudha sebagai rektor juga menanyakan hal yang sama ketika kami duduk berdua seperti ini di salah satu tempat nongkrong favorit kami dulu. Dia termasuk rektor muda karena usia kami hanya selisih tiga tahun.

"Mau pindah rumah."

"Mendadak sekali?"

"Ini sudah aku rencanakan lama, tapi baru terealisasi."

Begitulah, aku dan Pak Yudha kalau di luar tak begitu formal. Dulu dia pernah berkunjung ke sekolahku saat promosi kampus jadi aku bisa dekat dengannya.

"Demi istri?"

Aku terdiam. Dia tahu aku sudah menikah. Pernikahanku terbongkar saat peristiwa KKN, masih ingatkan? Namun, identitas asli Avin sampai sekarang masih aman. Dia harus selamat dari kampus karena dia masih berjuang mengejar skripsi. Meskipun Yudha penasaran setengah mati tentang istriku, tetapi aku tak pernah memberi klue untuknya.

Kudengar progres skripsi Avin semakin baik, begitu juga dengan usia kandungannya yang semakin besar. Pasti dia kualahan mendapat ribuan pertanyaan dari teman satu angkatannya tentang kehamilannya. Belum lagi jika ada orang yang menuduh dirinya hamil di luar nikah.

"Ngapa lo senyum-senyum?"

"Enggak."

Bayangan anak laki-laki berlarian terbesit dipikiranku. Pasti sangat lucu sekali saat aku mengunjunginya dan dipanggil Papa anakku nanti.

"Jadi setelah lo resign, mau ngapain?" Lelaki itu menyebat satu rokok di tangannya. Kami di kafe bagian depan supaya Pak Yudha bisa merokok. Aku sendiri pernah menjadi perokok aktif, tetapi berhenti ketika Avin melarangnya-pas awal PDKT. Avin kurang suka asap rokok katanya.

"Menata hidup kembali," jawabku sekenanya.

"Kaya apa saja menata hidup aja." Pak Yudha ini sangat santai sekali. Aku saja yang terlalu kaku karena belum terbiasa nyebut lo-gue dengan orang.

"Harus. Hidup baru, suasana baru, semuanya harus ditata ulang supaya lebih baik."

Pak Yudha ketawa. "Jo, Jo. Lo masih kaku aja. Kok bisa istri lo demen dan mau sama lo."

Sialan! Dia selalu meledek aku begini. Padahal aku berusaha menghormatinya seperti waktu dia menjelaskan tentang kelebihan kampus yang tempati.

Aku dan Pak Yudha sudah lama tak ngobrol santai seperti ini. Berhubung aku dan dia sama-sama tak ada jadwal dan ingin menikmati hidup, kata Pak Yudha. Jadi kami memutuskan ke kafe dekat kampus.

Our MerriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang