29. Semarang dan kenangannya

854 58 2
                                    

Selama di Semarang, Pak Johnny izin digantikan untuk mendampingi mahasiswa KKN. Dia masih mau di sini untuk memastikan gue baik-baik saja.

Namun, ada harga yang harus dibayar. Status kami bocor karena Pak Johnny harus memberi alasan valid untuk izin dari tugasnya. Tenang yeorobun, identitas gue masih aman karena Pak Johnny cuma menunjukkan bukti beberapa, tanpa melibatkan identitas wajah gue.

Kaki gue sudah membaik, meski belum sepenuhnya. Dengan jalan-jalan ke sini, mungkin bisa mengobati kaki gue.

Menjelang sore sekaligus menunggu senja datang. Gue mengunjungi Kota Lama dan kebetulannya lagi, di sini sedang ada event. Pameran buku dengan diikuti acara lain, kebetulan hari ini jadwal mendongeng. Langkah kami terpanggil menuju ke lantai dua disalah satu gedung tua di sini. Di sana ada pentas mendongeng yang sangat menarik perhatian Pak Johnny.

Gue salut dengan anak yang memiliki public speaking bagus. Apa daya gue yang suka gelagapan pas presentasi di depan.

Datang ke sini dengan suguhan bayaran tak cuma-cuma. Sampai sore gue bakal jabanin.

Baru setengah main. Gue minta turun ke bawah untuk cari buku-buku promo. Event ini diadakan oleh salah satu penerbit buku dan kolaborasi antara pegiat literasi lain. Tujuannya untuk menumbuhkan literasi masyarakat Indonesia.

"Mas, saya cari novel dulu ya." Sejujurnya gue enggak berpikiran mau beli buku apa. Karena akhir-akhir ini gue sedang disibukkan dengan proposal skripsi. Hitung-hitung sebagai hiburan, gue mencoba mencari novel barangkali ada yang kecantol.

"Fokus skripsi kamu, Avin."

"Kan ada Mas."

"Enggak boleh curang!"

Gue mendengus kesal. Kalau tak nak juga tak apa. Gue bisa mengerjakan skripsi ala gue.

Kalau mengikuti langkah Mas Johnny pasti berakhir dibuku-buku non fiksi. Aduh gusti! Cukup buku materi kuliah saja yang harus gue baca sampai puyeng... masa harus baca non fiksi di luar materi kuliah juga, rasanya malas sekali.

"Mas kita mencar ya. Saya ke bagian fiksi."

"Ini ramai sekali Avin. Kalau kamu hilang gimana?"

Hilang gimana. Ini masih satu gedung dan takan hilang karena gue akan tetap di tempat ini sebelum menemukan cerita fiksi gue.

Gue butuh hiburan sebelum gue bergelut dengan ganasnya revisi dan mondar-mandir menunggu perkembangan setiap bab skripsi gue. Hiburan gue sesederhana itu. Soalnya kalau mau kembali menikmati tegangnya drama dan kegelian adegan romantis drama korea, bukan waktu yang tepat. Butuh berjam-jam menghabiskan waktu menonton drama korea kesukaan gue dan hanya butuh waktu semalaman untuk menghabiskan satu buku.

"Saya yakin, Mas bakal cari saya."

Jarak antara buku-buku fiksi dan buku ilmiah cuma beberapa saja. Kalau dilihat dari bagian buku ilmiah, gue bisa melihat orang-orang yang sedang membelakangi gue untuk mencari novel di sana.

"Avin."

"Mas."

"Jangan hilang dari pandangan saya."

"Siap, bos!" Gue mencium pipinya cepat karena takut dilihat banyak orang.

Hitung-hitung sebagai bonus.

Gue dengan senang hati melenggangkan kaki di tumpukan buku fiksi. It's my favorit times. Mencari buku bacaan yang bikin gue senyum-senyum sendiri dan menggelitik relung hati gue. Buku romantis seperti Hello My Future yang sudah kehabisan stok dan harus ikut PO jilid dua. Di sini gagal nemu, akhirnya gue beli novel dengan masih genre romantis. Oh My Lecturer menjadi bahan bacaan yang gue beli kali ini. Gue pernah baca sekilas dan review-nya geerr!

Our Merriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang