Malam ini, gue begitu gelisah. Perkataan Jamal sangatlah mengganggu otak gue. Dia telah meracuni pikiran gue dengan hal yang enggak penting, tapi bikin gue overthinking semalaman.
Tubuh gue grasak-grusuk sampai Pak Johnny merasa terusik. Dari yang dia memunggungi gue, kini dia mencari keberadaan tubuh gue dengan mata terpejam. Tubuh gue dibawa kedekapannya dan ia mencium kening gue di tengah kegelisahannya.
"Kenapa?" Suara baritonnya membuat gue mendengak. Mata dia masih terpejam.
Gue membalas pelukannya dan lebih masuk ke dalam tubuh Pak Johnny. Gue harap dengan posisi ini, gue bisa tidur dan menghapus sejenak perkataan-perkataan Jamal dipikiran gue. Dia sangat menganggu.
Meskipun, gue sudah berusaha tidur di dalam pelukannya, tetapi lagi-lagi gue gagal. Padahal gue sudah mendengar dengkuran kecil Pak Johnny lagi. Pelukan kami meregang karena Pak Johnny sudah kehilangan kesadarannya. Sedangkan, gue masih mencoba tidur dengan mengeratkan kembali pelukan Pak Johnny.
Gerakan kecil Pak Johnny membuat gue takut. Takut dia menyadari gue masih belum bisa tidur sampai dini hari. Gue menahan napas agar dada telanjangnya tak terhembus karbondioksida dari hidung gue. Menyadari dia sudah terlelap lagi, gue memunggungi dirinya.
Sejenak pikiran gue melayang ke peristiwa di mana gue diputusin Haekal.
"Putus yuk, Lakshita Avinza." Gue bingung saat itu karena Haekal tak pernah serius dalam segala hal kalau kami sudah berduaan. Semarah-marahnya dia, dia masih bisa bikin gue ketawa, tetapi saat itu gelagatnya berbeda.
"Kenapa?"
Awalnya, dia diam. Sudah gue tebak dia ingin mengajak gue bercanda dengan meminta putus dari gue.
"Aku kurang kasih waktu buat kamu. Aku rasa, aku terlalu fokus sama organisasi kampus sampai-sampai sering mengabaikan kamu."
"Aku cuma mau kamu bebas, tanpa ada ikatan pacaran kita yang enggak berjalan lancar. Aku serius minta putus dari kamu kali ini."
Tiga hari, gue menunggu kabar lanjutan darinya. Terjawab satu minggu kemudian, instastory miliknya menampakkan sebuah wanita yang dicium olehnya dengan caption satu bulan di matahari.
Matahari, tata surya yang paling Haekal suka. Satu bulan wanita itu sudah menemani Haekal dan melalui hari bersamanya di belakang tanpa gue tahu. Apakah masih gue yang menjadi alasan olehnya untuk berselingkuh? Alasan putus ter-bulshiit yang pernah gue dengar. Ia cuma ingin mengakhiri rasa bersalahnya atas tindakannya saja kan?
Tanpa sadar gue terisak. Kenapa sekarang begini, seakan gue berada diposisi yang salah. Jelas-jelas dia yang pergi dari gue.
"Masih belum tidur." Pak Johnny memeluk gue dari belakang. Semoga saja ia tak menyadari tangis gue.
Gue memeluk lengan Pak Johnny. "Kepikiran apa?" Dia membawa gue menghadap ke depan.
"Ada masalah?" Mata Pak Johnny terbuka sempurna. Kupaksakan senyum gue mengembang.
"Mas," ucap gue.
Kening gue dikecup lama. Ada rasa tenang yang menjalar berkat energi kecupan yang ia berikan.
"Mau cerita?" Gue menggeleng di depannya.
"Besok aja. Kita tidur aja ya, Mas. Saya mulai ngantuk nih."
"Mau saya puk-puk biar bisa tidur?" Gue ketawa. Bisa-bisanya masih ngantuk gitu tapi masih bisa menghibur gue.
"Maunya peluk," ucap gue menyusup ke dada bidangnya yang telanjang. Pelukan gue disambut hangat oleh Pak Johnny.
Akibat semalam gue enggak bisa tidur. Gue kebangun dengan cahaya matahari menggantikan lampu tidur. Jendela sudah terbuka lebar dan udara pagi sudah menggantikan udara di dalam kamar sedari tadi. Gue kesiangan, untung libur.
Bermodalkan sikat gigi dan cuci muka, gue menghadap Pak Johnny yang sudah menyiapkan sarapan. Makanan sudah siap semuanya, sedangkan ia dengan kacamata yang bertengger di hidung bengirnya menatap tablet fokus.
Gue berdeham memberi tanda bahwa sudah ada makhluk hidup lagi selain dirinya. Dia menoleh dan menarik pinggang gue, tak lupa kaca matanya dia naikkan ke atas kepala.
"Maaf kesiangan," sesal gue.
"Enggak masalah. Saya juga baru nunggu beberapa menit saja."
"Harusnya Mas makan dulu, enggak perlu nunggu saya." Gue menerima bubuhan kecupan dia di kening.
"Sekarang kita makan."
Hari minggu, hari haram gue mengerjakan tugas, kecuali super kepepet-sebenarnya kepepet terus. Gue merengek ke Pak Johnny minta jalan-jalan keluar sebentar. Namun, ia tolak dengan alasan banyak pekerjaan.
Gue kecewa. Namun, masih memahami dia.
Gue memilih rebahan di sofa panjang. Meskipun, hari minggu adalah hari haram bertugas, tetapi kalau sudah bosan rebahan dengan scroll sosmed dan menampung keranjang di olshop mau enggak mau gue harus menyentuh tugas.
Siap tempur dengan tugas dan belajar untuk ujian akhir. Tak lupa proposal skripsi yang harus gue cicil.
Baru gue menumpuk niat dan beberapa literatur buku tugas, Pak Johnny datang dengan dandanan petantang-petenteng.
"Keluar yuk, Vin. Cari bahan buat makan malam sekalian."
Gue menatapnya aneh.
"Giliran mau nugas, diajak pergi," dumel gue.
Dia tahu enggak sih, betapa susahnya mengumpulkan niat buat nugas.
"Oh, tadi katanya minta keluar. Tadi saya nanggung, jadi nolak pergi," jelasnya tanpa diminta.
"Mas tuh seenaknya," kesal gue.
"Maaf, maaf. Kalau enggak mau juga enggak pa-pa."
Siapa sih yang enggak mau diajak enak-enak. Gratisan pula.
Gue cuma berdecak. "Siapa yang nolak," ucap gue berlalu.
Dia ngekorin gue dan masuk ke kamar. Gue ganti baju dan dia duduk di meja belajar gue sambil mainan gawai.
Gue dandan tipis-tipis dan enggak lupa bawa tas kecil buat gawai dan dompet. Meski ada suami, gue masih wajib bawa dompet. Padahal duit tetap utuh nantinya.
"Mas, ambilin dompet di tas," kata gue menunjuk tas kuliah gue di atas meja belajar.
Sekali lagi, gue mau memastikan kalau gue sudah siap diajak keluar.
"Wangi," puji gue ke diri sendiri.
"Mas, ih! Dengerin enggak sih? Ambilin dompet," kata gue kesal. Pasalnya dia fokus sekali dengan benda kotak itu.
"Iya, iya."
Gue minta ambilin karena dia paling dekat dengan meja.
Pak Johnny berdiri dan mulai membuka tas gue. Beriringan dengan ia mengeluarkan dompet gue, ada sesuatu yang jatuh.
Tubuh gue menegang.
Kertas kecil itu diambil Pak Johnny dari lantai. Ia bolak-balik untuk membacanya. "Tiket konser?" Wajahnya penuh tanya.
Gue cuma bisa menunduk. Mampus gue! Dia tahu sebelum waktunya.
Perang dunia enggak nih?

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Merriage
RomanceCERITA LENGKAP!!! Kisah picisan antara mahasiswi dan dosennya. Avinza yang harus beradaptasi dengan kondisi barunya yang menyandang sebagai istri muda dari dosennya sendiri. Belum lagi menghadapi masa mudanya yang dikerumungi dengan kesenangan belak...