"Sekeping Luka Di Melbourne"
Sekuel Ketika Kau Hadirkan DiaBab Tiga Puluh Delapan
***Meskipun dirinya masih lemas karena begitu terkejut, Hara bersikeras untuk pergi ke rumah sakit saat itu juga. Ia bahkan tidak mendengarkan perkataan keluarganya, yang meminta dirinya untuk beristirahat di rumah. Besok adalah hari pernikahan mereka dan Gabriel sedang kritis sekarang? Rasanya dada Hara sesak sekali. Mendadak ia menyesal sering bersikap ketus kepada lelaki itu. Penyesalan memang selalu datang terlambat, ya?
Pintu ruangan terbuka dan Hara lantas menemukan Gabriel yang tengah tertidur pulas di atas ranjang pasien, dengan banyak alat medis yang bahkan terlihat menyambung ke tubuhnya. Hara ingin sekali menyentuh jemari itu dan memberikannya kekuatan, tetapi tentu hal itu tidak bisa ia lakukan. Hara hanya bisa terdiam. Ia hanya bisa memandang Gabriel dengan air mata yang terus meleleh di pipinya.
"Hai tuan asing! Kutub es! Mengapa kau tidak ingin bangun?" Ia berbicara sendiri, nyaris ingin terkekeh setelahnya. "Kau bahkan sudah berjanji tidak akan membuat diriku khawatir. Kau juga sudah berjanji tidak akan meninggalkanku! Mengapa kau tidak mau bangun? Kami semua menunggu dirimu! Aku bahkan menunggumu!"
Persis seperti orang bodoh. Hara ingin menertawakan dirinya sendiri sekarang. Mendadak, kenangan di masa lalu datang menyergap dirinya. Membuatnya merasakan deja vu untuk kesekian kali. Saat itu, ketika ia menunggu Mas Dzakki terbangun dari saat-saat kritisnya. Rasanya sungguh menyesakkan. Ketika orang-orang berusaha menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Pada kenyataannya, ia pernah menunggu seseorang untuk kembali ke rumah. Tetapi yang terjadi malah orang itu pergi untuk selamanya. Bagaimana ia bisa tegar?
"Apakah kau lupa kalau besok adalah hari pernikahan kita? Semua sudah dipersiapkan. Gaunku bahkan sudah selesai dibuat. Apakah kau tidak ingin melihatku memakai gaun itu? Hei tuan asing! Berbicaralah!"
Pada kenyataannya, yang terjadi tetap sama. Gabriel hanya diam tidak bergerak. Hanya alat pendeteksi detak jantung yang terus terdengar, memberikan harapan kepada Hara. Sekarang ia menundukkan kepala dan terisak semakin dalam. Gabriel merupakan sosok lelaki yang telah berhasil menariknya untuk keluar dari luka masa lalu. Hara tidak ingin kehilangannya.
Tuan Stanley, dengan mantelnya yang terlihat begitu tebal masuk ke dalam ruangan. "Aku sudah memarahi Terrence!Seharusnya ia tidak meminta Gabriel untuk pergi mengurus proyek itu!" Bola matanya terlihat berkabut.
Tadi Hara sudah bertemu dengan Tuan Terrence yang juga terlihat begitu lemas. Beliau tengah duduk di sofa, tertunduk dalam. Seolah menyesal. Tetapi bagaimana pun ini bukan sepenuhnya kesalahan beliau. Ini kecelakaan. Tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi satu detik kemudian bukan?
"Aku yakin Tuan Terrence juga tidak ingin hal ini terjadi kepada Gabriel, Tuan."
Tuan Stanley menghela napas lelah. "Apakah kau baik-baik saja, Nak?" tanyanya seraya menatap Hara yang kini menganggukkan kepala dengan seulas senyum getir. "Gabriel anak yang kuat. Aku yakin ia akan bangun nanti. Sekarang ia hanya sedang lelah dan butuh istirahat." Hara tahu beliau hanya sedang berusaha menghibur dirinya.
"Aku tahu, Tuan. Aku tahu." Bahkan suara Hara terdengar bergetar.
"Pihak polisi sudah menangani kasus ini. Semua memang murni kecelakaan. Ada bus besar yang kehilangan kendali dan menabrak mobil Gabriel. Untungnya ketika mobilnya terbakar, Gabriel sudah berhasil diselamatkan." Membayangkan apa yang terjadi dengan Gabriel membuat hati Hara terasa nyeri. Pasti saat itu Gabriel panik sekali. "Aku sudah berkata kepada polisi bahwa tidak perlu memperpanjang masalah. Belakangan diketahui kalau supir busnya mengantuk." Lalu Tuan Stanley mendesah lemah. "Ah, mau bagaimana lagi. Aku tidak mungkin tega meminta lelaki paruh baya itu untuk menggantikan semua kerugian. Ia pasti memiliki tanggungan beban yang berat di rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Luka di Melbourne (Sekuel Ketika Kau Hadirkan Dia)
Любовные романыKematian suaminya ... hal paling menyakitkan sepanjang hidup Hara Azzahra. Sebab dia telah kehilangan separuh hatinya. Seolah semua harapannya hancur. Sekarang, dia hanya bisa hidup dengan diliputi ketakutan akan harapan. Hingga takdir membawanya p...