Bagian 41

225 34 9
                                    

"Sekeping Luka Di Melbourne"
Sekuel Ketika Kau Hadirkan Dia

Bab Empat Puluh Satu
***

Melbourne, Australia.

Lima bulan kemudian.

Gabriel tengah berada di kantor ketika ponselnya bergetar pelan. Ada pesan masuk dari istrinya. Saat ini Hara tengah berada di Jakarta. Gabriel belum bisa menyusul ke sana karena ada banyak sekali pekerjaan. Ayahnya memang menyebalkan. Menyita semua waktunya. Seharusnya sekarang Gabriel berada di Indonesia bersama dengan Hara.

Setelah menaruh berkas ke meja, Gabriel meraih ponselnya. Lalu membuka pesan tersebut dan  ... termenung. Ada sebuah foto di sana. Benda pipih panjang dengan dua garis merah. Positif!

Gabriel sampai mengerjapkan bola matanya. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Detik itu juga, Gabriel segera memanggil sekretarisnya untuk menghampiri meja. "Tolong handle semua ini dan katakan kepada Tuan Terrence bahwa aku pergi ke Indonesia." Setelah mengatakan itu, Gabriel segera memesan tiket lewat ponselnya.

Ia harus bertemu dengan Hara dan  ... malaikat kecilnya yang masih di dalam perut. Dan tidak boleh ada yang menghalanginya untuk melakukan hal itu. Gabriel melangkah tergesa memasuki lift menuju lobi. Tiba-tiba seseorang memanggilnya saat sudah di lantai bawah. "Hei, Gabriel!" Suara Federick menggema. Membuat para karyawan menoleh.

Tuan Terrence saja tidak boleh mengganggunya, apalagi Federick. Gabriel tidak memedulikan hingga lelaki itu mengejar langkahnya seraya mengumpat.  "Sialan kau!" seru Federick. "Aku datang ke sini untuk menemuimu dan kau malah pergi?" sambungnya.

Namun, Gabriel terus melangkah hingga tiba di pintu masuk lobi. Dia memanggil seorang security yang sedang bertugas. Meminta lelaki itu untuk mengambilkan mobilnya yang berada di basement kantor. Lalu mematikan ponsel dan menyimpan di saku dengan sempurna.

"Astaga, Gabriel! Kau membuat punggungku sakit!" Federick datang seraya mengatur napas. "Kau mau pergi ke mana? Mengapa melangkah secepat itu?"

Gabriel menatap Federick. "Aku mau ke Indonesia."

Bola mata Federick membulat. Ia menatap Gabriel dengan tidak percaya. "Hei, bukankah Tuan Terrence akan memukul hidungmu jika proyek besarnya ini sampai gagal?" tanyanya dengan serius.

Gabriel menganggukkan kepala. "Dengar Federick. Impian terbesar Tuan Terrence ada di Indonesia. Aku berani bertaruh jika ayahku pasti merelakan sebagian aset perusahaannya untuk yang satu ini."

Federick menaikan alis. Terlihat bingung.

"Kau akan menjadi paman, Federick. Mengerti?" Gabriel menepuk pundak Federick sekali.

"Astaga, Gabriel! Demi Tuhan! Mengapa kau baru mengatakan itu?" Federick mulai heboh. "Apa jenis kelaminnya, hei? Cepat katakan kepadaku!"

"Aku pun belum tahu, Federick." Saat mobilnya sudah berada di depannya. Gabriel memberikan uang tip kepada security  dengan nominal yang besar. "Dengar, Federick. Aku akan mengirimkan foto hasil USG-nya kepadamu nanti." Setelah itu, Gabriel masuk ke dalam mobilnya dan pergi.

"Jangan lupa memintanya untuk memanggilku Paman Tampan!" seru Federick.

Gabriel hanya terkekeh kecil mendengarnya.

***

Jakarta, Indonesia.

Hara tengah asyik duduk di balkon rumah sore itu. Menatap senja yang mulai menyelimuti bumi. Secangkir cokelat hangat ada di depannya. Juga sepotong roti gandum dengan selai kacang. Sore yang begitu indah, apalagi jika ada Gabriel di sini. Begitu pikir Hara. Namun, ia mengerti bahwa Gabriel memang sedang sibuk. Sebenarnya tadi malam pun dia tidak berniat untuk mengirimkan pesan kepada Gabriel, sebab takut mengganggu. Namun, mengingat semua keluarga menantikan momen ini, maka Hara pun mengirimkannya.

Sekeping Luka di Melbourne (Sekuel Ketika Kau Hadirkan Dia) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang