Bagian 39

184 32 13
                                    

"Sekeping Luka Di Melbourne"
Sekuel Ketika Kau Hadirkan Dia

Bab Tiga Puluh Sembilan
***

Gabriel terbangun malam itu dan membuat Hara begitu terkejut. Mereka berpandangan dalam diam. Ada banyak sekali kata yang ingin Hara ucapkan, tetapi semua seolah menguar ke udara. Membuat lidahnya kelu. Tetapi air wajahnya terlihat jelas menyirat kebahagiaan. Gabriel pun demikian, lelaki itu memandang Hara dengan senyuman yang terlukis sempurna di bibir. Rasanya Hara ingin bersujud sekali lagi, mengucap banyak terima kasih kepada Yang Maha Kuasa. Karena telah mengabulkan doanya.

"Nona?" panggil Gabriel, suaranya terdengar serak. Melihat Hara yang tanpa sadar menangis, lelaki itu menggeleng. "Jangan menangis, Nona. Aku baik-baik saja. Sebentar lagi pasti dokter meminta diriku untuk pulang." Ia berusaha mengibur. Meskipun sebenarnya ia sendiri tidak mengerti mengapa bisa berada di rumah sakit. Mengapa ia terbaring dengan lemah di sana. Ia tidak mengingatnya.

"Kau tidur terlalu lama," kata Hara seraya mengusap air mata di pipinya. "Harapanku hampir habis. Aku pikir kau sudah tidak ingin lagi melihat diriku!" Ia berusaha menyembunyikan wajah malunya.

Gabriel tertawa pelan. Ia melihat wanitanya yang kini tersipu malu. Begitu cantik dan manis. Hara selalu terlihat anggun. "Kau merindukan diriku?" tanya Gabriel dengan nada yang jelas menggoda. Namun, Hara melotot ke arahnya dengan wajah merah padam. "Baiklah kalau memang tidak. Aku akan tertidur lagi."

"Hei, jangan!" sergah Hara dengan segera. Hal itu membuat Gabriel menahan senyum. "Aku hampir takut kau tidak akan mengenal diriku ketika terbangun." Ia berkata dengan kepala menunduk. "Apakah  ... apakah kau ingat dengan  jelas aku ini siapa?" tanyanya dengan ragu-ragu. Ia tentu sudah kembali menatap Gabriel.

Gabriel tampak berpikir sejenak. Seolah ia benar-benar sengaja menggoda Hara. Hal itu membuat Hara mendengkus pelan. Ia tersenyum melihat Hara yang kini cemberut dan tampak kesal. "Tenanglah, Nona. Aku mengingat dirimu dengan begitu detail. Kau tidak perlu khawatir," katanya dengan nada penuh keyakinan. Hara menatapnya, seolah masih ada yang kurang. Gabriel pun menaikan alis, bertanya. Namun wanita itu hanya menggeleng. "Kau pasti berpikir aku lupa dengan pernikahan kita yang gagal?" Ia melihat Hara yang menatap penuh harap ke arahnya sekarang. "Kita akan tetap menikah, Nona. Setelah aku pulang, aku akan meminta Kakek memanggil penghulu dengan segera." Entah kenapa wanitanya malah tersenyum sambil terisak pelan.

Gabriel ingin sekali mengusap kepala Hara, tetapi ia tidak bisa melakukannya karena mereka belum halal. "Pukul berapa saat ini, Nona?" Gabriel bertanya. Ia lalu menoleh ke arah jam dinding yang terus berputar. "Ini sudah malam sekali. Kau tidak mau pulang dan beristirahat?" tanyanya dengan wajah khawatir.

Hara masih menatapnya dengan sorot mata lembut. "Maukah kau berjanji tidak akan tertidur dengan waktu yang lama lagi?" Pertanyaannya tentu membuat Gabriel tersenyum. Lelaki itu pun mengangguk pelan. "Kalau begitu aku akan pulang. Tetapi   ... kau tidak boleh meninggalkan diriku lagi." Sekarang sorot bola matanya mendadak menuntut.

Gabriel tersenyum lagi. Untuk kesekian kali. "Aku berjanji, Nona. Aku berjanji."

***

Pagi itu suasana rumah Tuan Stanley ramai. Orang-orang bersyukur atas kembalinya Gabriel. Sementara lelaki itu malah sibuk menerima telepon seseorang, katanya dari Keenan. Yang hari ini sudah tiba di Melbourne karena kemarin gagal terbang ke sini dengan suatu alasan. "Kau bisa datang ke rumahku, Sobat!" kata Gabriel dengan nada tegas, padahal wajahnya masih terlihat pucat. Hara mengamati lelaki itu dari jauh seraya memegang cangkir berisi teh hangat. "Oh, begitu rupanya? Jadi  ... oh, aku tidak menyangka Federick mau berbagi kamar denganmu." Ia tentu saja hanya bercanda. "Iya, aku baru keluar dari rumah sakit. Tetapi tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Jangan dengarkan Federick. Ia memang berlebihan." Hara tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang Gabriel bicarakan sekarang. Ia pun melangkah ke arah lelaki itu dan tersenyum. Gabriel membalasnya.

Sekeping Luka di Melbourne (Sekuel Ketika Kau Hadirkan Dia) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang