Pagi berikutnya Alea benar-benar mengabaikan semua lontaran Ibu di pagi ini. Alea sudah bertekat untuk berpura-pura tidak tahu agar keluarganya tidak terpecah belah. Meskipun saat melihat wajah Ibu yang seolah tidak bersalah apa-apa, Alea akan sebisa mungkin menahan emosi, ini semua demi Ayah.
Kedua kaki Alea membawanya melangkah menuju halte bis, entah apa yang terjadi, ulah Justin semalam membuatnya berharap banyak. Bahkan hal gila ini cukup membuat Alea malu, kenapa dia tidak mengendarai mobil? Dan malah berharap jika Justin lewat dan mengajaknya berangkat bersama?
Oh astaga, sepertinya Alea sudah benar-benar gila sekarang, terlebih satu bis telah berlalu karena dia asik melamun.
Tak lama kemudian, bunyi klakson mobil membuyarkan lamunan Alea. Gadis itu mendongak, tidak percaya apa yang ia lihat sekarang. Justin keluar dari mobil seraya membukakan pintu untuknya? Ah benarkah itu untuknya?
"Justin?" Alea masih terbengong, sembari bangkit berdiri.
"Hai? Ayo berangkat bareng." Wajah Justin tampak ceria, pria itu tersenyum amat manis, membuat Alea ikutan tersenyum pula. "Masuklah.."
"Hah? Oh oke, makasih." Alea dengan canggung memasuki mobil, duduk dengan gugup sambil memasang sabuk pengaman.
"Mobil lo mana?" Justin bertanya, kini mobil telah melaju dengan kecepatan sedang.
"Em, lagi di bengkel." Alea berbohong, oh god. Ini bukan dirinya sekali.
Justin mengangguk, lalu tertawa kecil. Bukannya tadi malam mobil gadis itu baik-baik saja? Apakah Alea sengaja? "Oh gitu. Btw lo mahasiswi baru kan? Soalnya gue baru liat lo."
"I-iya. Baru dua minggu," jawab Alea gugup. Kedua matanya berkeliaran melihat Justin yang sedang menyetir menatap depan. Semua yang ada di diri pria itu nampak sempurna bagi Alea. Dari wajah yang tegas, tampan dan manis, bahkan tato yang dulunya Alea anggap menyeramkan kini tampak bagus di lengan pria ini. Lalu tindik di bibir dan alis, oh astaga.. kenapa pria ini begitu sempurna.
"Lo jurusan apa?" Justin sebenarnya sudah merasa jika Alea sedang memperhatikannya.
"Jurusan Bahasa Inggris." Alea menatap kedepan.
"Good."
"Kalo jurusan lo?"
"Gue Sastra." Justin menatap Alea sekilas, dapat dia lihat jika kedua pipi gadis itu memerah. Juga keringat mulai jatuh dari pelipis Alea.
"Oh." Alea gugup sudah, kenapa tiba-tiba hawanya menjadi panas begini? Bahkan dia merasakan mulai berkeringat. Kedua matanya berpura-pura menatap apapun yang berada di mobil Justin, karena menyadari pria tampan itu sesekali memperhatikannya.
"Eh sorry, gue lupa nyalain AC." Justin sedikit tertawa, kemudian tangannya terulur mengatur suhu menjadi dingin.
"Em gak apa-apa. Mobil lo bagus." Alea basa-basi.
"Em, thanks."
"Btw lo kerja apa?"
"Ngedit naskah.. kita udah nyampe." Justin menjawab sekaligus memutuskan obrolan.
Setelah keduanya keluar dari mobil, Alea tidak dapat melontarkan kata-kata lagi. Bibir gadis itu bungkam saat melihat ketiga teman-teman Justin lalu di tambah si gadis rambut merah berlari menghampiri keduanya.
Alea membuang pandangan saat melihat kedekatan si rambut merah dengan Justin, bahkan sekarang Justin merangkul Carla begitu akrab.
"Ngomong-ngomong kita belum kenalan." Jack menatap Alea, lantas mengajak Lucas dan Alex untuk berkenalan, ketiga laki-laki berpenampilan brandalan itu mengulurkan tangan pada Alea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love [Justin&Alea]✔
RandomFollow untuk membuka bab terkunci ! "Ini bakal sedikit sakit, tapi gue janji setelahnya lo bakal keenakan," "Udah?" tanyanya polos. "Udah, sayang. Udah mentok." ... Warning!! 21+ Di bawah umur minggir!! Semua berawal dari permainan⚠