"Gimana kuliah kamu hari ini, sayang?" Wanita paruh baya bertanya kepada gadis yang baru saja duduk di kursi bar, seraya menata makan siang di atas meja.
Gadis cantik bernama Alea hanya mendengus kecil, wajahnya nampak tak bersemangat.
"Gak, Mom. Gak ada yang spesial, semuanya membosankan," keluhnya.
"Nak, nanti kamu juga terbiasa. Kamu yang sabar ya, kalo urusan Daddy disini udah selesai, kita pindah ke Spanyol lagi." Wanita bernama Briana itu berkata.
Alea tak lagi menjawab, menurutnya kuliah di Indonesia tidak sama dengan di Spanyol, tempat asalnya dan dulunya ia berkuliah, kini di karenakan bisnis tak bisa di tinggal oleh sang Ayah, akhirnya ketiganya pindah sementara di Indonesia.
"Nak, yuk makan dulu, sayang." Briana berkata lagi.
"Lea gak laper, Mom. Lea mau ke kamar dulu."
Gadis itu langsung saja melenggang pergi menaiki tangga, tanpa menjawab ucapan sang Ibu. Segera dia membaringkan tubuh di atas kasur empuk sembari menatap langit-langit.
Dia merindukan kehidupannya di Spanyol, terutama sang kekasih bahkan ada disana.
Memikirkan hal itu membuatnya semakin merindukan pria itu. Tanpa menunggu lagi, gadis itu segera mengganti pakaian sekolah menggunakan tanktop dan celana pendek. Setelahnya meraih ponsel lalu mencari kontak Aron.
"Hei, baby." Suara sapaan pria tampan terdengar, beserta senyuman yang manis. Dia melambaikan tangan dan memberikan ciuman jauh pada Alea, dan gadis itu hanya bisa tersenyum lebar.
"Kau dari mana saja? Katakan jika kau tidak berselingkuh!" cerca Alea sewot.
"Oh god. Tentu saja tidak, sayang. Aku baru saja pulang sekolah, bagaimana denganmu?"
"Aku juga baru pulang kuliah."
"Kapan kau pulang kemari? Apa kau tidak merindukanku?" Wajah Aron nampak sedih.
Melihat itu membuat kedua mata Alea berkaca-kaca.
"Aku juga merindukanmu.. tapi aku tidak tahu kapan pekerjaan Ayahku selesai dan bisa pulang." Dia berkata. "Bagaimana jika kau yang kemari saja?"
"Aku harus menyelesaikan sekolahku terlebih dahulu, sayang. Lagi pula aku harus membujuk orangtuaku."
Alea hanya bisa memutar bola matanya malas, Aron memang laki-laki yang sangat pemalas dan bandel, wajar saja dia terus ketinggalan dan juga sekarang masih SMA.
"Kau harus bisa lulus tahun ini, awas saja jika ketinggalan lagi." Alea seolah mengancam. "Jika itu sampai terjadi, jangan pernah hubungi aku." Dia berbohong.
Aron nampak terkejut. "Astaga, itu mengerikan. Baiklah, akan aku usahakan. Tunggu kedatanganku, baby."
Alea tersenyum mengangguk, lantas keduanya menghabiskan waktu berjam-jam, bahkan sesekali tertawa bahkan hingga sampai Alea tertidur.
Pagi menjelang, waktu menunjukkan pukul 10 pagi, setelah selesai melakukan ritual pagi, serta memakai stelan kampus, Alea mendapatkan secarik kertas di atas meja makan, yang mana Ayah dan Ibunya sudah terlebih dahulu berangkat ke Kantor.
Akhirnya Alea sarapan sendiri dengan bosan, dan juga mengendarai mobil ke kampus seperti satu bulan terakhir ini.
Memasuki kelas Sastra yang ternyata sudah di hadiri banyak mahasiswa. Alea mengambil posisi duduk di kursi paling belakang. Sebelum menunggu Dosen, gadis itu memilih mengeluarkan buku novel membacanya, dan tak lupa menyumpal kedua telinganya dengan earphone.
Alea tidak memiliki teman dekat selama sebulan belakangan ini. Yah, mungkin saja karena masih baru dan Alea pun tak peduli. Baginya sendiri itu lebih menyenangkan.
Sangat berbeda dengan hari-harinya saat di Spanyol. Ah sudahlah, memikirkan hal itu membuatnya menjadi tak berselera membaca. Lantas membuat Alea melepas sumbatan telinga, saat melihat beberapa para gadis berlari kecil menghampiri pintu.
Kening Alea mengerut, seruan para gadis tersebut semakin terdengar saat seorang pria berjaket kulit memasuki kelas. Pria tinggi tegap, Alea bisa melihatnya dari punggung saja. Dan ketika laki-laki itu berpaling, Alea menelan ludah, oh astaga, pria itu memang sangat memesona.
Kulit putih bersih, memiliki tindik di telinga dan di bibir, oh astaga.. ketika pria itu tersenyum, lesung di kedua pipinya semakin membuat pria itu terlihat manis.
Senyuman Alea tiba-tiba luntur saat melihat seorang gadis berambut merah, serta lipstik merah cabe datang dan menggandeng lengan pria tampan tersebut, dan pria itu sama sekali tidak terusik, membiarkan.
Alea menggeleng pelan, untuk apa dia merasa panas? Dia sudah memiliki Aron di hatinya, bagaimana bisa Alea terpesona dengan pria brandalan itu?
Dari segi penampilan, pria itu mirip brandalan, namun dari wajah, Alea tidak munafik jika pemuda itu sangatlah tampan.
Lamunan Alea buyar ketika gadis berambut merah melangkah menuju meja dosen dan mengetuk disana membuat semua orang tertuju padanya termasuk Alea.
"Dengar, hari ini pelajaran Sastra bakal di ganti sama Justin!" Gadis itu berseru.
Setelahnya pria tampan yang ternyata bernama Justin tersebut mengambil alih, memulai mata kuliah Sastra hingga jam selesai. Alea tak bosan memandangi pemuda itu bahkan sampai Justin keluar dari kelas.
Dengan cepat pula Alea mengemasi buku-bukunya, dan segera mencari pemuda itu. Kedua mata Alea menangkap Justin kini bergabung dengan tiga laki-laki yang seperti berpenampilan dengan Justin. Yah, ketiganya memang tampan, tapi entah mengapa di mata Alea Justin terlihat lebih manis.
Oh astaga, Alea sadarlah. Kau sudah memiliki Aron!
Alea memukul kepalanya lantas menggeleng pelan, namun ketika berpaling, seketika Alea gugup saat melihat Justin membalas tatapannya, tatapan tajam dan memikat. Alea tidak bisa mengelak lagi, dia mengakui jika Justin memang sangat menarik dan memesona.
...
"Lo mikirin apa sih, Just?"
Pria memakai jaket kulit hitam tidak menjawab, kedua mata tajamnya menangkap seorang gadis yang baru saja memasuki perpustakaan. Bukan tidak menyadari, beberapa menit yang lalu, gadis itu di sepanjang kelas sengaja memperhatikan dirinya, dan itu membuat Justin tertarik.
"Justin!"
"Cewek itu siapa?" Pria berdarah inggris itu bertanya tanpa melihat ke arah gadis di sebelahnya.
"Cewek siapa sih." Gadis bernama Carla mendengus kesal.
"Di kelas sastra tadi ada mahasiswi baru?"
Carla berpikir sebentar. "Kayaknya ada deh, kenapa sih?"
"Gak. Soalnya tadi pas gue ngajar disana, ada cewek asing yang sengaja natap gue." Justin memberitahu, sembari melepaskan rangkulan Carla di lengannya, kemudian memilih melangkah menyusul ketiga teman laki-laki yang sudah terlebih dahulu ke kantin.
Carla kesal bukan main, tidak heran lagi dengan sifat Justin jika soal gadis. Bahkan Carla salah satu korban pria itu. Tapi sampai sekarang hanya dialah yang lebih dekat dengan Justin di banding gadis lain. Namun, sampai sekarang pula Justin tidak pernah menganggap dirinya spesial.
Justin duduk bersama keempat rekannya, tanpa melupakan pandangan gadis asing di kelas tadi. Bahkan makanan yang tersaji hanya ia pandangi saja, hingga tepukan di bahu menyadarkan lamunannya.
"Lo kenapa sih?" Jack, pria berambut cokelat, memiliki tindik di bibir, bertanya.
"Di kelas Sastra ada mahasiswi baru gak?"
Lagi, lagi Justin bertanya, membuat Carla benar-benar kehilangan selera makan. Gadis itu berdiri, lantas meninggalkan meja, membuat ketiga pria kecuali Justin memasang wajah heran.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love [Justin&Alea]✔
RastgeleFollow untuk membuka bab terkunci ! "Ini bakal sedikit sakit, tapi gue janji setelahnya lo bakal keenakan," "Udah?" tanyanya polos. "Udah, sayang. Udah mentok." ... Warning!! 21+ Di bawah umur minggir!! Semua berawal dari permainan⚠