28

84 9 1
                                    

Aku nangkep basah Kak Dante lagi meriksain satu persatu buku pelajaran milikku. Agak aneh aja. Bukannya curiga sama isi hape, tapi ini orang malah kesannya kayak curigaan sama isi binder dan buku pelajaran milikku.

"Aku cuma mau ngajarin kamu. Kali aja ada yang enggak kamu paham."

"Paham semua, kak. Buku kakak mana?" Aku buktiin ke dia, kalo aku tuh bisa dan paham materi kelas XI, bahkan sampai kelas XII pun aku paham semuanya.

"Kamu kenapa gak ambil kelas aksel?"

"Enggak, kak. Saingannya pasti berat."

Kak Dante megang kepalaku. "Lebih baik jangan. Karena nanti, kita makin gak ada waktu buat bersama."

"Emang Kak Dante gak bosen, tiap saat ngeliat aku?"

"Bukan bosen." Kak Dante nyubit hidungku. "Tapi aku horny terus, tiap kali ngeliat kamu. Apalagi..." Dia berpindah ke atas tubuhku. "Tiap pagi kayak gini..."

Meskipun cuma punya waktu 10 menit, gak ada satupun pagi yang terlewat tanpa sebuah pergumulan hebat antara aku dan Kak Dante.

Abis melampiaskan syahwat, aku sama Kak Dante gak langsung mandi. Kita lanjut sarapan dulu sambil nonton, baru deh kita lanjut mandi sampai bersih, sebersih-bersihnya.

Udah jadi tugas aku tiap pagi, nata rambutnya Kak Dante. Aku suka rambut Kak Dante yang dibiarin gitu aja. Kesannya jadi lucu dan imut. Tapi kesan macho dan kerennya jadi ilang.

Jadi aku pakein pomade di rambutnya, kayak biasa. Biar dia tetep keliatan keren, di mataku dan siswa lainnya.

"Kayaknya udah lama kamu gak nenen.."

"Gimana mau nenen, kalo Kak Dante langsung nindih aku, terus main masukkin aja."

"Hmmm, mau sekarang?"

"Udah jam berapa ini, kak? Emang mau, poin Kak Dante dikurangin?"

"Kamu tau? Kita begini aja, kontolku udah ngaceng lagi."

"Berangkat aja, kak!" Aku raih tas ranselku.

"Kita masih punya waktu 15 menitan..."

"Aku piket, kak. Lagian, jam pertama nanti olah raga."

Kak Dante ngeraih tangan kananku. "Kalo gitu, nanti kita janjian di ruang olah raga."

"Janjian apa lagi sih, kak?"

"Masih aja pura-pura."





Begitu jam olah raga selesai, aku langsung ke kamar mandi. Aku bilang aja, kalo perutku lagi melilit.

Jantungku berdegup, saat aku memasuki toilet cowok. Suasananya emang sepi, karena toilet ini biasa di pake oleh siswa-siswi yang biasa menghabiskan waktu di perpustakaan.

Di bilik ketiga, Pak Lucas lagi duduk dengan santai, menungguku. Senyumnya mengembang, saat dia melihatku.

Cklek.

Kubuka kaos olah raga dan juga kaos dalamku. Aku takut sekali dengan tatapan Pak Lucas, yang seolah ingin menerkamku.

Dia angkat kedua tanganku, kemudian dia kunci dengan tangannya yang kekar dan kokoh.

Kurasakan, lidahnya mulai bermain-main di area ketiakku. Rasanya geli, tapi mendebarkan. Aku takut sekali, kalau tiba-tiba ada siswa atau guru lain yang mengetahui hal ini.

Celana dalamku udah banjir dengan precum. Rasanya gak nyaman sekali.

Pak Lucas menurunkan celana biru tuanya. Kemudian dia duduk di atas kloset. Kontolnya sudah berdiri kokoh dengan sempurna.

"Dudukkin."

"Tapi, pak.." Aku menelan ludah. Membayangkan benda kenyal itu, akan menerobos lobang anusku.

Pak Lucas memaksa. Dengan takut-takut aku mulai mendudukinya, dengan posisi berhadapan.

Cuihh...!

Dia meludah di telapak tangannya. Kemudian, dia lumuri liurnya itu di seluruh batang kejantanannya.

Perlahan kepala kontolnya mulai menerobos masuk. Lobangku seperti dirobek. Rasanya perih dan panas.

Blessshh...!

Aku cuma bisa memejam, menahan sakit teramat sangat, saat seluruh batang kontolnya itu, sudah masuk seluruhnya di lobangku.

Pak Lucas melumat bibirku. Air mataku mengalir perlahan. Dia tak memperdulikannya. Kurasakan, pinggulnya bergerak perlahan.

15 menit lamanya, Pak Lucas ngentotin aku di toilet perpustakaan. Dia keluarin spermanya di dalam lobangku.

"Sakitnya cuma sebentar."

Aku mengangguk. Kuusap air mataku. Pak Lucas mengumpulkan spermaku. Kemudian, dia memaksaku untuk menjilati telapak tangannya sampai bersih.

"Kamu suka?! Iya?"

"Iya, pak."

Pak Lucas menyuruhku untuk berdiri. Dengan kedua kakiku yang gemetaran, aku pun berusaha untuk bangkit. Kututup lobangku, biar sperma Pak Lucas gak mengalir keluar.

"Nanti sore, kita coba di kolam renang."

"Kolam renang, pak?!"

Pak Lucas membuka mulutku paksa. Kemudian dia meludahi mulutku. Menepuk-nepuk pelan pipiku, sebelom akhirnya dia keluar dan meninggalkanku sendirian.

Kubuka lobang anusku lebar-lebar. Kubiarkan sperma Pak Lucas mengalir keluar sampai tak bersisa. Baru setelahnya, aku bersihkan dengan selang air bertekanan sedang.

"Guru goblok! Dia pikir, ngeluarin di dalam lobang, bisa buat aku hamil..?!"

"Baru sekali ini, saya lihat ada siswa seperti kamu."

Melalui pantulan cermin, aku bisa ngeliat sosok itu lagi berdiri sambil bersandar pada dinding di belakangku.

"Emangnya bapak gak ada kerjaan lain, selain ngebuntutin aku?"

Dia berpindah ke sisi kiriku. "Kamu benar, tidak ingat?"

"Gak ada urusan."

"Kamu melakukannya dengan tujuan lain. Benar begitu, Adriel...?"

"Udah bel. Aku mau ke kelas..." Seketika tanganku di cengkeramnya erat. "Lepasin, gak...?!"

"Kamu --- menarik juga."

"Lepasin, atau aku aduin ke Kak Dante."

"Dante..." Pria itu menyeringai. "Bagaimana kalau kita potong-potong menjadi beberapa bagian, lalu kita nikmati bersama?"

"Hah...?" Aku melongok mendengarnya. "Jangan deh. Ide yang buruk." Aku menghela. "Kalo misalnya kita mau barbequean, mending diem-diem aja. Gak usah ngajakkim Kak Dante."

"Kamu tidak menyesal?"

Aku tertawa meringis, sambil merapatkan kepalaku ke dadanya. "Kenapa bau parfumnya sama kayak baunya Mas Alfan?!" Aku jadi menjauh.

"Ada apa dengan ekspresimu itu? Apa kamu --- ketakutan?"

"Kenapa bau parfumnya bisa sama kayak Mas Alfan sih, pak?!"

Dia diem aja. Tapi dia, masih gak mau ngelepasin tanganku. Sambil memasukkan sesuatu ke saku celana olah ragaku, dia berbisik.

"Selamat ulang tahun, Adriello Harchie."

"Ulang tahun...?!"

"Semoga, hadiah kecil ini bisa membuatmu bahagia.."

• • •

He Never SleepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang