51

57 9 2
                                    

"Fuuuhh..." Nafas Prince tersengal. Dadanya yang bidang, kembang kempis. Dia tersenyum, kemudian mencium bibirku. "Makasih ya, sayang..." Bulir keringatnya, menetes bercampur dengan keringatku.

Ploph.

Begitu dia berdiri, kontolku langsung keluar dengan sendirinya. Terkulai, dengan lelehan sperma yang membalurnya.

Prince kan macho dan keren, terus mau sampai kapan dia memposisikan dirinya jadi botty...?

Hhhaahh...!

Giliran waktu itu, sekali-kalinya dia jadi top, aku lagi nikmatin banget itu batang kontolnya yang besar dan panjang, ehhh..., tahu-tahunya gak sampai 5 menit, dia udah keluar aja.

Ahh, bete banget kalo gini!

Tujuan aku jadi gay kan, biar aku bisa ngerasain rojokan demi rojokan kontol orang-orang, dengan berbagai bentuk, ukuran, dan warna itu.

Kalau misalnya malah aku yang jadi top, ngapain aku harus jadi gay? Mending jadi cowok normal aja. Satu cewek, aku bisa nikmatin dua lobangnya sekalian.

Prince udah selesai mandi. Tapi aku masih main hape di kasur. Kayak masih males aja buat mandi.

Dia mencium bibirku. Kemudian lanjut ke leherku. Dia sama sekali gak ngerasa risih apalagi keberatan, dengan kondisi tubuhku yang kayak gini.

Aku jadi bertanya-tanya sendiri, emangnya bau tubuhku ini wangi ya...? Kok kayaknya Kak Dante, Prince, terus waktu itu Mas Fian, juga suka banget sih dengan bau tubuhku...?

Telepon kabel di kamarnya Prince berbunyi. Rupanya kita disuruh turun buat makan malam.

"Kamu aja yang turun. Aku males."

"Pasti takut gemuk ya?"

"Kalo aku gak sixpack lagi, bisa-bisa kamu lari ke cowok lain."

"Hehe, tahu aja kamu."

Kalau dipikir-pikir, sejak diusir itu, Kak Dante jadi gendutan. Meski aku gak pernah nyuruh dia buat nimbang, tapi aku tahu aja dari bentuk pipi dan perutnya.

Tapi ya --- gitu-gitu, ternyata permainan Kak Dante masih panas juga. Udah gitu, bisaan lagi dia tuh nahan supaya gak cepat-cepat keluar.

Selesai mandi, Prince lagi duduk di sofa panjang deket jendela kamarnya. Wajahnya lagi serius ngeliatin hapenya.

"Kamu lagi apa?"

"Hmmm, gak papa." Prince nyembunyiin hapenya.

Kok aneh...?

"Sayang, aku punya hadiah untukmu." Prince beranjak menuju lemarinya. Dia mengambil satu tas besar dengan sebuah logo branded terkenal di bagian depannya. "Mungkin ini gak seberapa buat kamu."

"Ya ampun, Prince. Aku kan gak biasa pakai barang-barang kayak gini..., malahan kesaannya tuh norak banget."

"Jadi, kamu gak suka?"

"Suka. Tapi ---" Aku cium bibirnya Prince. "Kamu kalau mau kasih hadiah, beli barangnya yang biasa aja."

Aku turun ke bawah sendirian. Kayaknya, sekarang hubungan Prince sama neneknya tuh makin merenggang. Aku gak tahu apa masalahnya. Padahal kupikir mereka berdua, baik-baik aja.

"Prince mana, sayang?"

"Lagi main hape, nek."

Wajah nenek keliatan cemas. Aku bisa merasakan aura kegelisahan dari eskpresinya itu.

"Mungkin lagi kecapean juga, nek. Ikut OSIS, latihan basket, terus ikut kelas tambahan juga."

"Sayang, di sekolah semua baik-baik saja kan...?"

He Never SleepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang