74

9 0 0
                                    

"Adriel, ini beneran mesin ATM yang bisa ngeluarin uang itu...?" Mas Agung kayaknya masih belom percaya sepenuhnya.

"Kalo kamu bisa minta mesin ATM, pasti jumlah saldo kamu banyak banget.."

"Bukan masalah saldonya, Michele. Tapi aku mikirnya kalo disini jauh darimana-mana. Mau ke minimarket aja, mesti naik motor 3 kiloan. Hehee..."

"Tapi om, siapa yang mau ambil uang? Penginepan aja selalu sepi."

"Selamat pagi, Tuan Harchie."

"Ahhh, pagi. Gimana?"

"Semua yang tuan inginkan, sudah tiba."

"Bagus. Kalo gitu, kalian atur dan susun semuanya."

"Baik, Tuan Harchie."

Orang-orangku mulai masuk dengan membawa beberapa perlengkapan, seperti meja dan kursi-kursi, juga tenda berbentuk payung-payung lebar nan kokoh, dengan warnanya yang kusesaikan dengan tema natal.

"Adriel..."

Aku dan Om Dipta saling menatap. Seandainya aja aku punya ayah sebaik dirinya. Tentu aku sangat beruntung sekali.

"Karena yang akan dateng pertama nanti adalah teman-temanku dari panti asuhan, maka kita harus menyiapkan sesuatu yang spesial."

"Rafael, kenapa tiba-tiba aku jadi merinding ya...?"

"Kita kan tahu kalo agama Adriel itu islam. Tapi, kenapa dia sampai sebegininya...?"

"Tuan Harchie.."

"Itu apaan, Driel?" tanya Mas Agung.

"Bahan untuk membuat cake. Hehe.."

Sebetulnya aku bukanlah seorang chef ahli. Tapi aku pernah ikut bekerja sebagai helper di sebuah dapur hotel di pinggiran Nevada waktu umurku 10 tahun.

Telepon di ruang reservasi tak berhenti berdering. Mulai dari yang menanyakan ketersediaan kamar, sampai yang cuma menanyakan apakah masih ada meja kosong untuk makan siang dan malam..?

"Jangan ditolak. Beberapa kamar bisa kita kosongkan dan jual kembali."

"Tapi, kita mau tidur dimana Adriel?"

"Rumah Om Dipta sama Om Defin kan masih ada beberapa kamar yang kosong, Michele. Apa kamu lupa?"

"Enggak sih..., tapi..."

"Ya..., asalkan kamu mau membayar kamar 3x lipat dari harga normal..."

"TIGA KALI LIPAT...?!" Michele dan Rafael sama-sama membelalak.

"Kan aku udah bilang, kalo ini kesempatan emas buat mengeduk uang sebanyak-banyaknya dari kantong mereka." Cake cokelat yang tadi kupanggang, udah matang beberapa loyang. Dan kini, aku tinggal memotongnya, kemudian membungkusnya dengan plastik, dan mengikatnya dengan sebuah pita yang amat cantik dan menarik.

"Sepertinya masih terlalu murah. Bagaimana kalo lima kali lipat...?"

"Anak ini sebenarnya baik atau licik...?"

"Bisa dibilang keduanya, Mas Alfan. Hehe.."

Mas Agung masuk dengan wajah panik. "Om, di depan ada tamu 4 orang yang mau menginap."

Aku kacak pinggang sambil menghela. "Kenapa masih bengong?"

"Terus kita harus apa, Adriel?" tanya Rafael.

"Ya kalian harus pindah! Atau bayar lima kali lipat..."

"Baru juga pindah, masa udah pindah lagi.."

"Saya dan anak-anak bocil bagaimana, den mas...?" Tanya Bu Irma.

He Never SleepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang