30

149 10 7
                                    

Agak malu juga sebenernya aku, ngasih rumah buat Mas Alfan sama Mas Niko, dengan kondisi rumahnya yang --- bisa dibilang sederhana banget.

Yaa, aku juga mana tau kalo rumah yang sengaja aku kosongin ini, sewaktu-waktu bakal ditempatin juga.

Aku kan taunya, waktu itu ada yang jual rumah murah, tempatnya strategis, ya aku asal beli aja.

"Nanti mungkin perlu dibagusin lagi, mas. Catnya juga udah pada ngelotok. Hehe..."

Mas Alfan malah ngerangkul, sambil ngacak rambutku. "Ini udah lebih dari bagus, dek. Iya kan, Nik?"

"Bukan bagus lagi, dek.." Mas Niko senyum segan.

Begitu masuk ke dalam, mereka semua terdiam, melongok, dan kayak orang yang abis dihipnotis aja. Termasuk juga Kak Dante.

"Kenapa sih? Kok malah pada bengong?"

Mas Alfan sampai keluar lagi, kemudian masuk dan diem lagi dengan tatapan kosong.

"Mas Alfan!"

"Kok, rumahnya..."

"Bukannya dari luar keliatannya kecil ya?" Mas Adit senyum-senyum kikuk.

"Tapi dalemnya..." Kak Dante juga sampai nunjuk-nunjuk dengan wajah kebingungan.

"Rumah sebesar ini, berapa listrik sebulannya..?" Mas Niko nelen ludah. Ekspresinya itu loh. Lucu banget.

"Di belakang sana, ada paviliun terpisah dengan dua kamar dan satu ruang tamu. Di sini, ada 4 kamar tidur. Di lantai atas ada 3 kamar tidur, dan satu ruang TV."

"Aa...!! Lumahnya besall buanget..!"

"Nanti Aziel bisa main sepeda ya..."

"Aciel naik sepeda loda 2, aa! Owes-owes...! Hhihii...!"

"Dek, kalau masalah sama kakek udah selesai. Kenapa kita gak tetep tinggal di apartemen?" tanya Mas Alfan.

"Bener yang dibilang sama Alfan, dek."

"Kamar disana kan cuma ada 2. Emangnya nanti Aziel yang gak tumbuh jadi remaja, mas?"

"Aziel sama aku bisa tidur dimana aja, Driel."

"Ya gak bisa gitulah, Mas Adit. Kalo misalnya Mas Adit mau ngundang temen sekolah atau kampus, nanti gimana?"

"Aku, gak ada bayangan sampai kuliah."

"Ya harus ada, mas."

Karena rumahku ini masih kosong melompong, jadinya aku harus beli perabotan dulu. Masa iya, nanti mereka pada mau tidur geletakkan di lantai gitu aja...?

"Ohh ya mas..." aku ajak mereka ke ruang kosong yang ada di samping kiri. "Bisa nih kalo misalnya Mas Alfan mau buat ruang usaha."

"Usaha apaan ya, dek?"

"Pake nanya lagi. Ya usaha ayam geprek aja. Nanti biar Mas Adit yang bantuin."

"Emang disini ada yang beli? Perasaan kawasan disini sepi.."

"Sepi darimana?!" Mataku sampai melotot. "Gak liat pasti! Disini tuh strategis banget. Deket kampus, rumah sakit, mall, sama banyak kos-kosan! Yaelah deh..."

"Ehehe..."

"Ya sekarang tinggal Mas Alfan sendiri, maunya kayak gimana? Aku cuma sebatas ngebantuin, biar Mas Alfan bisa buktiin sama mereka, kalo Mas Alfan juga bisa sukses tanpa bantuan dan dukungan dari mereka."

"Kamu mikirin aku sampai sejauh itu, dek..."

"Kalo Mas Niko ---" Ngeliat wajah dia, aku jadi keingetan kejadian waktu itu. "Kira-kira Mas Niko mau tetep kerja di rumah sakit, atau aku bantu buka praktek sendiri?"

He Never SleepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang