38

58 7 2
                                    

"Ya gak usah ngetawain juga, mas! Aku kan cuma minta solusi...!"

"Solusinya ya cuma satu, dek."

"Apa, Mas Niko?"

"Kamu harus nikah sama anak itu."

Mas Alfan malah ngelempar aku pake kacang sukro. "Salah kamu sendiri. Mangkanya, jangan suka asal jeplak mulutnya.."

"Aku emang asal, mas. Tapi kan, aku juga punya pikiran. Okelah, temen-temenku itu chindo semua. Mereka juga kaya, mobilnya bagus dan ganti-ganti mulu. Tapi kan, aku gak nyangka, kalo ada yang sekaya Prince!"

"Beruntung kamu, Driel. Kehidupan kamu juga terjamin.."

"Bukan masalah terjaminnya, Mas Adit..."

"Lagian nih ya, aku liat anak itu kayaknya anak baik-baik, dek." Kata Mas Alfan.

"Aku juga setuju, dek." Timpal Mas Niko. "Ya, mungkin sikap dia kayak gitu, karena dia gak tau harus kayak apa, waktu berhadapan sama kamu."

"Hebat juga tuh anak. Punya apartemen, kondominium, sama mall juga..! Keren...!"

"Kalo cuma itu sih ---" Hapeku berdering. Ternyata data yang kuminta, udah dikirim sama salah satu orangku. "Nih, kalian liat sendiri." Aku kasih liat seluruh daftar kekayaan milik neneknya Prince, yang kemudian aku bandingkan dengan seluruh kekayaan milikku.

"Ini maksudnya gimana, dek?" tanya Mas Alfan.

"Yang grafik biru itu, punya neneknya Prince. Sedangkan yang merah, itu punyaku."

Ketiga kakak angkatku itu, kompak menatap tajam padaku.

"Maksudnya --- harta neneknya anak itu, cuma 7% dari seluruh harta punyamu..?" Mas Alfan kenapa jadi pucet gitu?

"Gini aja deh.." Aku menghela putus asa. "Gimana kalo Mas Adit, yang gantiin posisi aku?"

"A -- ku?"

"Iya. Mas Adit kan orangnya baik, lucu  pengertian juga. Cocoklah kalian, berdua.."

"Ngawur!" Mas Alfan malah noyor kepala aku. "Itu anak, maunya sama kamu dek.."

"Mmm --" Mas Niko manggut-manggut, sambil mesem. "Jangan-jangan, kamu masih punya rasa sama Dante."

"Janganlah, dek." Mas Alfan ngibasin tangan kanannya. "Pertama, dia china. Kedua, dia gak sunat. Ketiga, hartanya gak banyak. Keempat, kamu aja udah dibikin sakit hati sama kakaknya. Gimana dengan keluarganya yang lain..?"

"Den mas, ada yang nyariin.."

"Siapa, bu?" tanyaku.

"Temannya yang waktu itu."

"Jangan-jangan Kak Dante lagi!"

"Udah, temuin dulu sana."

"Enggak! Mas Alfan aja sana!"

"Kalau kamu gak selesain, dia bakalan terus kesini dek.."

"Bilang aja kek, akunya udah pindah ke Papua gitu!"

"Biar aku yang nemuin." Mas Niko akhirnya yang ke depan.

Aziel, Lukman, sama Riri, lagi asyik main di halaman belakang. Tadi sih, aku liat ketiga anak itu, lagi main di kolam bola. Gak tau, kalo sekarang mereka lagi ngapain...

"Minggu depan udah bisa mulai jualan, mas."

"Aku sih ayo aja. Apalagi, sekarang ada kamu disini.."

"Aku siap bantu, Driel."

"Ya haruslah, Mas Adit! Kalo bisa, bawa juga temen-temennya buat nongkrong disini. Hehe.."

Mas Niko udah balik lagi. "Dante udah mas suruh pulang."

He Never SleepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang