40

56 6 0
                                    

"Jangan bilang, kalo ini semua perbuatannya Mas Seno!"

Sambil menyetir mobilnya, sesekali dia menatap ke arah spion tengah mobilnya. Karena penasaran, aku jadi ngeliat ke belakang juga.

"Nathan emang salah, tapi gak seharusnya Mas Seno kayak gitu."

"Apa karena kalian berciuman malam itu, kamu jadi lemah...?"

"Menghilangkan nyawa orang lain itu, gak ada bedanya sama pembunuh, mas..."

"Lalu, kamu akan melaporkan kepada polisi-polisi bodoh yang terus mengikuti kita di belakang?"

Aku nengok lagi ke belakang. "Perasaan gak ada mobil polisi.."

Clep.

Mas Seno tiba-tiba nancepin jarum suntik di leherku. Antara kaget, tapi sekujur badanku mendadak lemas. Perlahan, pandanganku pun berkunang-kunang.

"Maaf, mas gak bermaksud melukaimu.."





DUENGGG...!!

KYYYAAA...!!

AAARRGGHH...!!

Seketika kedua mataku membuka. Kukumpulkan semua kesadaranku. Meski rasanya kepala ini masih berat.

Kutatap sosok yang kini sedang berdiri memunggungiku. Bunyi gaduh dan teriakkam barusan, itu terdengar nyata sekali.

Teriakkan kesakitan, seolah-olah orang itu sedang mendapatkan siksaan yang teramat pedih.

"Tidurmu nyenyak sekali..."

Sekarang aku baru inget, kalo terakhir aku ada di mobilnya Mas Seno. Dan dia...

Dia membawa dua piring berisi sajian. Kemudian, dia meletakkan satu piring di depanku, dan satu lagi di depannya.

Rupanya steak. Harum bau daging dibakar dengan saus jamur, membuat perutku seketika berbunyi nyaring.

"Kenapa tidak dimakan?" Tanya Mas Seno. "Mas tahu kamu pasti sedang lapar berat. Terdengar dari suara perutmu itu.."

Aku melihat sekeliling. Ruangan ini, gak ada jendela sama sekali. Tapi, udara disini terasa sangat bersih dan ada aroma ringan, serta segar rerumputan.

"Kamu tidak mengira, kalau daging ini daging manusia, kan...?"

Aku ambil satu potongan kecil dibagian ujungnya, kemudian aku lahap tanpa ragu.

"Sejahat-jahatnya Mas Seno, mana mungkin mas mau membuatku celaka, apalagi sampai terluka."

"Siapa yang bilang begitu?" Tatapan Mas Seno tajam dan intens. "Bagaimana kalau sekarang saya membunuh, kemudian memotong tubuhmu menjadi bagian-bagian kecil...?"

Aku berhenti pada gigitan kedua. Kuletakkan pisau dan garpu, yang sedang kupegang.

"Hhhaahhh..." Aku menghela. Kudorong piring steakku padanya. Dahinya mengerenyit. "Malah bengong lagi! Suapin aku, buruan..!"

Mas Seno mulai menyuapi. Meski aku selalu merinding saat di dekatnya, tapi aku yakin, dia bukan orang jahat.

"Kamu tidak tanya, apa sebabnya kaki kamu di rantai?"

Aku tau, steak ini bukanlah benar-benar daging manusia. Dari tekstur dan rasanya aja, lidahku ini udah bisa membedakannya. Mana yang beneran daging sapi, dan bukan.

"Aku udah bilang, kalo aku gak peduli. Mau aku diculik, dibawa kemana aja, aku beneran gak peduli. Asal..."

Tangan Mas Seno menjulur. Dia mengelap sudut bibirku dengan serbet.

He Never SleepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang