75

11 0 0
                                    

Kenapa dari tadi Kak Dante bengong aja ya...? Wajahnya tuh, udah kayak wajah pegawai kantoran yang baru aja dapet surat peringatan.

"Adriel..." Mas Agung duduk sambil megang sebelah pahaku.

"Ehh, kenapa mas?"

"Waktu cepet banget berlalu ya..." Mas Agung menengadah. "Perasaan baru kemaren kamu dateng, tahu-tahu besok kamu udah balik lagi ke Jakarta."

Di seberang kolam, Om Dipta sama Om Defin melambaikan tangan, kemudian berjalan mendekat ke arah saung.

"Maaf ya, liburannya jadi kacau.." kata Om Dipta.

"Enggak kacau juga, om. Aku malah seneng banget, bisa ngabisin liburan disini."

"Mumpung kita lagi kumpul." Om Defin mengatur posisi duduk senyaman mungkin. "Ada yang mau kami sampaikan..."

"Entah harus dengan cara bagaimana, om membalas kebaikanmu.." Ujar Om Dipta. "Kalau tidak ada kamu, mungkin om sudah menjual tempat ini.."

"Selama aku masih bisa membantu, pasti aku bakal bantu. Yaa, siapa tahu aja suatu saat nanti aku butuh bantuan kalian juga."

"Kamu jadi pindah sekolah, Driel?" tanya Mas Agung.

"Mas Agung mau kuliah gak?"

Mas Agung mesem. "Siapa juga yang enggak mau kuliah, Driel...? Tapi yaahhh..." Dia menghela pelan. "Asal aku bisa ngasih makan nenek dan adikku, itu udah lebih dari cukup."

"Mas, ini buat Mas Agung..."

Mata Mas Agung membulat sempurna, saat dia melihat isi tas kain yang aku sodorkan padanya.

"Ini iPhone yang mahal itu kan..?! Adriel, ini buat aku...?! Kamu gak salah...?!"

"Itu dari Michele, mas."

"Michele...?" Raut Mas Agung berubah sedikit.

"Michele minta tolong ke aku, soalnya dia takut kalo dia yang ngasih langsung Mas Agung gak mau nerima."

"Aku gak bisa..."

"Gitu kan..."

"Maaf..."

"Kalo ini hadiah dariku. Harus diterima...!" Kusodorkan amplop putih kecil padanya.

Ragu-ragu Mas Agung nerimanya. Dia bahkan tatap-tatapan dulu, sama Om Dipta dan Om Defin.

"Kalo gak mau, aku gak akan balik lagi kesini..."

"Ambil aja, Gung..." Ujar Om Defin.

Mas Agung meraih amplop itu. Kemudian dia buka, dan dia menatapku dengan penuh keheranan.

"Ini kartu ---"

"Di dalam kartu itu, ada uang lima ratus juta. Nanti bisa Mas Agung pake buat kuliah, benerin rumah nenek, sama biaya sekolah adeknya..."

"Li ---" Wajah Mas Agung berubah pucet banget. "Lima ratus juta..." Suara dan tangannya bergemetar.

"Tapi maaf, karena aku kan harus sekolah juga jadi aku gak bisa bantu nyari universitas buat Mas Agung. Paling nanti Om Dipta sama Om Defin aja yang bantu. Hehehe.."

Mata Mas Agung berkaca-kaca. Kemudian, sebulir air matanya, mengalir membasahi pipinya.

"Kuliah yang bener ya, mas. Kalo udah sukses, jangan lupa sama aku nanti.."

"Aku gak akan pernah melupakan semua kebaikanmu..."

"Om Dipta -- Om Defin, nanti aku akan suruh beberapa orangku untuk bantu-bantu disini. Tapi kalian gak usah repot-repot mikirin upah mereka. Biar tetap aku yang bertanggung jawab penuh sama mereka."

He Never SleepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang