44

51 7 1
                                    

Baru turun dari mobil, aku ngeliat ibu-ibu yang udah agak tua, lagi ngedorong-dorong troli kecilnya sambil nawarin sesuatu ke setiap orang yang baru aja keluar dari restoran.

Aku pura-pura gak liat. Meski dari kejauhan, aku tahu kalo ibu itu udah ngeliat ke arah aku dan yang lainnya.

"Mas Adit belom sampai ya, Driel?" tanya Michele.

"Belom kali." jawabku singkat. "Mas, udah kasih tau Mas Niko?" Aku tanya ke Mas Alfan.

"Dia masih sibuk, dek. Katanya kita makan aja. Gak usah nungguin dia."

"Yaudah, nanti bungkusin aja."

Ibu itu gak nawarin aku. Dia malah duduk di bawah pohon mangga, dengan wajah kecapean kayaknya. Padahal nih ya, aku juga penasaran, dia tuh jual minuman kayak gimana...?

"Duluan aja. Aku mau pipis dulu." Aku cuma bilang kayak gitu, tapi Prince langsung ngeraih tangan kananku.

"Kita pesan tempat dulu ya, Driel!" tukas Rafael.

"Oke!" Kuacungkan jempol kiriku padanya. "Prince, aku mau ke depan."

"Toiletnya disitu.."

"Aku mau ke depan dulu."

"Kamu gak berencana buat kabur, kan?"

"Ya Allah, Prince. Mana bisa, orang lagi laper terus kabur?"

"Kirain."

"Masih ada rupanya."

"Siapa?"

"Ibu itu."

Aku deketin ibu penjual minuman itu. Dia agak kaget. Kayaknya sih, tadi dia hampir ketiduran.

"Ibu jual apa?"

"Minuman, dek."

"Minuman apa?"

Dia buka kotak coolernya. "Cokelat, dek. Lima ribu aja."

Ada minuman cokelat, di botol-botol gitu. Jumlahnya juga masih banyak. Masa iya, udara lagi panas gini, gak ada yang mau beli satupun?

Aku cobain satu. Ternyata rasanya --- kok gini..?

Maksudnya gini tuh, agak encer, dan --- pas aku kocok-kocok ternyata rasa manisnya masih ngumpul di bawah.

Tapi rasa manis itu aneh. Agak sedikit pahit. Aku langsung yakin, kalau minuman ini bukan pakai gula asli, melainkan biang gula.

"Kalo itu di plastik apaan?"

"Kue, dek." Tangan ibu itu sedikit gemetar. "Ini, ibu buat sendiri. Kue apem."

"Aku coba ya, bu." Untuk kuenya sih, rasanya masih mendinglah. "Aku beli semua ya, bu?"

"Semuanya, dek?" Ibunya kelihatan kaget.

"Temenku ada banyak. Biasalah, mereka lagi kehausan."

"Terima kasih ya, dek.." Matanya berkaca-kaca. Suaranya pun bergemetar.

Prince ngeluarin uang dari dompetnya. Tapi aku tolak mentah-mentah bantuannya.

"Kalo pake uang kamu, berarti yang dapet doa dan pahala, nanti kamu dong!?"

"Emang gitu..?"

Tinnn...!

Dua mobil terlihat masuk beriringan ke area parkiran. Mobil yang paling depan, membunyikan klakson. Aku sih udah tahu, kalo itu pasti rombongannya Mas Adit sama yang lain.

"Ini uangnya, bu."

"Aa Adjieelll...!!"

Gawat! Kalo misalnya tiga anak tuyul itu sampai tau aku beli minuman dingin, pasti mereka ngerengek-rengek buat minta.

He Never SleepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang