72

10 0 0
                                    

Lagi-lagi suara aneh itu kedengeran dari luar. Samar-samar, kayak suara orang lagi berantem atau gebuk-gebukkan gitu.

"Hoosshhh -- Hoosshhh..." Kak Dante menggenjotku tanpa ampun. Butiran keringatnya, menetes tepat di atas wajah dan tubuhku. Ploph. Dia mencabut kontolnya. Melepas kondomnya, kemudian mengarahkan lobang kencingnya tepat ke mulutku.

Crroottt...!

Sperma segarnya, berkali-kali muncrat memenuhi rongga mulutku. Kak Dante tersenyum puas. Dada dan perutnya kembang kempis tak beraturan.

"Denger gak sih, kak..?"

Kak Dante menindihku. Dia melumat bibirku. Terdengar jelas, deru nafasnya yang memburu.

"Denger apa, hhaahh...?"

"Itu, ada suara dari luar.."

"Mungkin suara Om Defin sama Om Dipta lagi wikwik kayak kita.."

"Heh! Jangan sembarangan!"

Kak Dante berguling ke sampingku. Kemudian dia tarik tubuhku. "Jangan hamil dulu ya.."

"Mulai ngawur..!"

"Hehe.."

Sayup-sayup suara adzan subuh berkumandang. Menyusul kemudian notif adzan di hapeku berbunyi. Meski masih males katanya, aku paksa Kak Dante buat mandi wajib dulu.

Selesai mandi wajib, kita lanjut sholat subuh berjamaah. Karena Kak Dante masih belom begitu paham dan hafal gerakkan sholat serta bacaannya, jadi aku yang jadi imamnya.

Aku gak tahu gimana cara berfikirnya Kak Dante. Dia udah diusir dari keluarganya, cuma demi memilih dan mempertahankam hubungannya denganku, sekarang disaat keluarganya udah menerimanya kembali, diam-diam dia malah memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

Aku juga gak bakalan tahu, kalo Kak Dante udah masuk islam, kalo bukan dari Mas Arul.

"Aku gak pernah maksa kakak, buat..."

"Ini keputusanku sendiri, Adriel.."

"Nanti, keluarga kakak gimana?"

"Ya terserah mereka. Yang pasti, aku tetap pada jalanku."

Aku ngintip dari jendela. Karena aku sama Kak Dante nginep di kamar teras depan rumahnya Om Dipta, jadi gak ada pemandangan selain hutan bambu, yang bisa aku lihat.

Kak Dante meluk aku dari belakang. "Enak ya dingin kayak gini..." Tangannya mulai bergerilya lagi. Tahu-tahu, dia udah merosotin celana pendek dan dalamku.

"Kak Dante..."

"Janji yang terakhir..."

"Emang gak bisa nanti lagi...?"

"Sekali lagi. Please... Oke...?"

Pada akhirnya aku cuma menghela, sambil mengangguk pelan. Kubiarkan saja dia melampiaskan nafsu syahwatnya. Emang dasar cowok gede nafsu. Gak bisa aja, ngeliat ada lobang nganggur.





Hari ini cuaca lumayan cerah. Jam 9-an matahari agak keliatan. Gak kayak kemaren, sama sekali gak ada sinar matahari. Trio bocil udah semangat banget berenang dari pagi. Gak peduli gerimis juga, mereka langsung aja pada nyebur.

"Hari ini kita mau ngapain ya, Driel?" tanya Michele.

"Terserah aja."

"Apa kita ke kolam air panas lagi aja?" usul Rafael.

"Ide bagus!"

"Kalian aja ya, aku agak males."

"Mas Agung mana ya..?" Michele udah celingukkan aja. Gak tahu dia, kalo Mas Agung lagi sibuk bantu-bantu di depan.

He Never SleepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang