8. Ugly Love

4.7K 306 9
                                    

Keesokan harinya, Alexa memiliki janji untuk bertemu dengan Eleanora siang itu. Di tengah kepadatan aktivitas keduanya, mereka masih sempat menyisihkan waktu untuk bertemu, meski mereka terkadang membawa Caleb maupun si kembar.

Kali ini Caleb berhalangan hadir karena ada pertemuan bisnis di luar kota. Jadi hanya ada ia, Eleanora, dan si kembar yang sedang asyik main sendiri.

Mereka sibuk dengan aktivitasnya. Entah apa yang mereka bicarakan sekarang, tapi dua bocah itu tengah akur dan saling berceletuk sembari sesekali menyuap es krim ke mulut masing-masing. Makanan manis memang selalu menyatukan siapapun.

Alexa menggelengkan kepala, mengalihkan pandangan dari si kembar yang duduk di meja seberang. Mereka duduk di meja berbeda karena menolak duduk bersama mama dan sahabat mamanya itu. Mereka bilang ia dan Eleanora terlalu berisik ketika bicara hingga mengganggu permainan mereka.

"Mereka benar-benar mirip dengan dia." Eleanora menyendokkan sorbetnya. Matanya tajam tengah fokus mengamati setiap jengkal wajah si kembar.

Alexa tahu siapa yang Eleanora maksud. Semua orang bahkan berkomentar sama. Mereka melihat persamaan yang begitu kentara di fisik dua anak itu.

"Gen Williams begitu kuat. Atau karena kau terlalu membencinya saat itu." Celetuk Eleanora lagi ketika ia tak kunjung buka suara.

Alexa menggeleng, hendak menyangkal pernyataan kedua Eleanora. "Aku tidak membenci pria itu ketika kami berpisah. Rasanya ... hanya marah, kecewa, kesal, sedih, sampai mati rasa. Entahlah apa cinta memang seburuk itu."

Kali ini pandangan Alexa lurus ke depan. Ia mengingat kembali masa-masa itu.

Semua kilasan hal yang pernah menyakitinya kembali di benak. Saat lelaki itu berulang kali memberi gestur penolakan, memperlakukan ia dengan tidak baik, dan puncaknya saat lelaki itu mengucap bahwa dia tidak pernah sekalipun mencintainya.

Namun meski terasa begitu pahit, entah kenapa hatinya kini tak sesakit dulu. Kini hanya ada memori kosong yang tak memancing ledakan emosi seperti dulu. Entah karena ia telah melupakannya atau mengikhlaskannya? Ia tidak tahu. Mungkin waktu membuatnya belajar banyak hal kali ini. Termasuk lebih dewasa dan melepaskan memori kelamnya.

"Kau hanya tidak beruntung saat itu, Lexa. Tidak semua pria bersikap seperti itu. Dia hanya tidak bisa membuka mata dan menyadari apa yang ada di hadapannya. Dia lupa untuk bersyukur. It's his loss" Kali ini nada bicara Eleanora turun. Wanita itu tak lagi bersemangat untuk membicarakan hal itu.

"Aku tidak tahu, El. Aku tidak bisa membaca pikiran dan kemauan manusia."

Alexa memandangi es krim salted caramelnya. Dia memandang cairan yang mulai meleleh itu sebelum berakhir menyendokkan satu suapan ke dalam mulut untuk merasakan rasa yang menyentuh lidahnya.

Rasa manis, dingin, dan sedikit asin itu meleleh di mulut. Rasa yang sempurna berpadu, meski jika makan terlalu banyak akan membuat lidahnya kebas. Bukankah seharusnya cinta juga seperti itu, semua sisi rasa berpadu menjadi satu, rasa favorit yang kau damba dan yang kau hindari. Tapi kenapa kisahnya dulu tidak seperti itu, rasio indah dan sakitnya tidak seimbang.

"The have the prettiest blue eyes thought. Masih ada yang bisa disyukuri dari itu."

Alexa setuju dengan ucapan Eleanora yang satu itu. Satu hal yang selalu ia panjatkan dalam do'anya selama hamil adalah ia berharap mereka memiliki mata secantik milik ayah mereka. Ia selalu menyukai warna biru laut cantik di iris mata itu, terlepas dari seberapa sering mata itu menatapnya tajam, atau menyipit membentuk lengkungan serupa bulan sabit saat tersenyum.

Dan ia rasa Tuhan terlalu bermurah hati dengan pengabulan-Nya. Dia bahkan memberikan dua anak sekaligus yang memiliki rupa sama persis dan tampak seperti versi mini ayahnya. Benar-benar versi mini ayah mereka lengkap dengan mata biru, garis wajah tegas yang belum terlalu nampak kentara di umur mereka, alis tebal yang mulai terbentuk, dan garis mata dalam. Jika foto mereka disejajarkan dengan foto Sean dulu, ketiganya mungkin tampak seperti triplets. Tuhan benar-benar baik padanya, bukan?

Unsavory RedemptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang