30. Scarcely

3.4K 146 7
                                    

Alexa berlari kencang di tengah gang sempit antara dua tembok tinggi yang membentang. Lampu penerangan yang redup tak membantu penglihatan. Semua tampak gelap dan remang-remang.

Alexa pun berteriak, memanggil satu-satunya nama yang terpintas di benak. "Sean!"

"Sean!" Panggil Alexa untuk kedua kali. Namun ia tidak mendapat sahutan dari siapapun.

Di tengah rasa frustasi, Alexa kembali berteriak.

"Kau berjanji untuk tetap tinggal. Kau kemana?!" Teriak wanita itu, terdengar setengah gila karena bicara pada udara malam yang tak meninggalkan bunyi. Namun Alexa tidak menyerah, ia tetap memanggil satu-satunya nama yang ia harap. Sampai suara teriakan terdengar dari kejauhan.

"Lexa!" Panggil Sean dari arah belakangnya. Alexa berbalik, menemukan Sean tengah berdiri tak jauh darinya. Dalam gendongan Sean, kini samar-samar tampak Caden yang tengah memandang ke arahnya. Dua orang itu tersenyum, melambai kecil ke arahnya.

"Sini, Mama." Ucap Caden sembari mengayun-ayunkan tangannya meminta Alexa mendekat.

Alexa pun mulai berjalan. Namun semakin lama dua orang terkasihnya itu justru tampak semakin menjauh. Hingga...

Dor!

Suara letusan tembakan terdengar menggema. Mata Alexa pun membelalak.

Tatapan Alexa kini hanya tertuju pada lubang kecil di dada Sean yang mulai mengeluarkan darah. Caden yang ada di gendongan Sean pun turut menangis. Pandangan Alexa turun, hingga hatinya terasa ngilu saat melihat kaki Caden yang perlahan juga mengeluarkan cairan merah.

Kedua orang terkasihnya itu jatuh terduduk tak lama setelahnya. Sebelum, mereka terkapar dan tergeletak begitu saja di tanah dengan penuh bersimbah darah.

Alexa hanya mampu menangis pilu. Kakinya kaku. Sementara tubuhnya bergetar hebat saat melihat pemandangan mengerikan itu. Ia benar-benar tidak bisa merespon sampai ia merasakan goncangan di pundaknya. Goncangan itu terasa semakin kencang.

"Lexa!" Panggil suara berat itu keras. Cukup untuk membangunkan Alexa dari mimpi buruknya.

Mata Alexa yang awalnya terpejam spontan mengamati pria itu dari atas hingga bawah. Mata Alexa menutup sesaat, mengingat mimpi terburuknya yang bagaikan kenangan pahit baru saja menghantui tidur indahnya.

Ia pun menghela napas tertahan. Sampai Alexa merasakan jemari kasar mengusap sisa air matanya.

"Hey, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" Tanya pria itu khawatir.

Alexa pun segera membuka matanya, lalu mengangguk singkat. "Yeah, I'm good just..."

Sebelah alis Sean terangkat saat Alexa menghentikan ucapan.

Wanita itu terdiam sesaat. Sebelum dengan cepat ia bangkit dan memeluk tubuh Sean. Begitu erat seolah Alexa tak mampu terpaut jarak dengan Sean barang sedetikpun.

Alexa lantas menyandar di dada bidang Sean. Merasakan detakan jantung yang masih terasa di sana. Hatinya terasa lega saat telinganya mendengar setiap detak itu. Detakan nyata yang menghapus memori mimpi buruknya beberapa saat lalu.

Sean hanya diam dengan reaksi aneh Alexa. Namun dia tetap merangkul wanita itu. Mendekatkan wanita itu dalam rengkuhan erat. Sembari mengelus puncak kepala Alexa.

"Kau bermimpi buruk, hmmm?" Tanya pria itu lembut. Bukan menebak lagi, tapi dia telah menyaksikan dengan mata kepalanya bagaimana Alexa tertidur sembari berteriak dan menangis tadi.

"Ya, mimpi terburuk yang ku harap tak kan pernah terjadi." Wanita itu menggeleng, mengenyahkan bayangan tentang mimpi buruk yang kembali muncul dalam batinnya.

Unsavory RedemptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang