27. Daylight

3.3K 211 13
                                    

"Dad? Apa Dad sakit? Kenapa Dad banyak tersenyum hari ini?"

Kedua anak kembar itu merasa keheranan ketika melihat sang ayah yang sedari tadi tersenyum sendiri. Sang Daddy belum pernah tersenyum sebanyak itu sebelumnya, pria itu biasanya hanya tersenyum saat bercanda atau bicara dengan Mama, jadi mereka dibuat heran dan bingung dengan tingkah Sean yang aneh itu.

Caden inisiatif menyentuh dahi Sean lalu menggeleng pada Chase. "Dad tidak sakit, Chase."

"Hmmm tapi kenapa Dad aneh hari ini?"

Caden mengendikkan bahu. Kembali memandang Chase sembari menunggu tanggapan Sean.

"Dad baik-baik saja, my boys. Dad hanya sedang bahagia hari ini." Sean menggeleng, berbicara sembari menatap dua pasang mata biru yang mirip refleksi miliknya itu.

"Kenapa?" Tanya Chase. Anaknya itu memang tidak akan bisa diam sampai keingintahuan mereka terjawab.

Sean kini teringat dengan bayang-bayang beberapa jam yang lalu, bayang-bayang yang membuat hatinya kembali berdetak cepat. Jantungnya seolah meledak saat itu. Rasanya hampir seperti tak percaya dan melayang. Namun Sean segera menggeleng untuk mengenyahkan bayangan itu, dia tidak ingin berpikir aneh-aneh di hadapan si kembar.

Sean memandang dua anaknya yang menatapnya dengan wajah polos. Sean lantas mengecup pipi mereka satu persatu.

"Dad bahagia karena Chase, Caden, Mama, dan Dad bisa berkumpul di sini hari ini. Dad bersyukur karena kita semua dalam keadaan sehat dan baik."

Dua anak itu mengangguk meski tak sepenuhnya mengerti maksud ucapan Sean. Keingintahuan mereka seolah terpuaskan oleh jawaban dewasa Sean yang tidak sepenuhnya mereka mengerti.

"Dimana Mama, Dad?"

"Mamamu kelelahan."

Dua mata anak itu memicing. Meminta penjelasan lebih lanjut pada Daddynya.

"Mama tidur di dalam. Kalian juga ingin beristirahat?"

"Ya, Dad. Caden miss Mama." Ucap Caden mulai merengek.

"Come on get up. Lalu kita akan menemui Mama."

****

Flashback

Sean memundurkan kepalanya, melepas pagutan bibir yang bertahan selama beberapa saat.

Ibu jari Sean lantas meraih bibir ranum yang kini makin merah akibat ulahnya. Sean mengusap bibir itu sebelum mendongak.

"Lexa..." ujar pria itu lembut dengan suara seraknya.

"Ugh aku..." Wanita itu salah tingkah, malu-malu dengan aksi yang baru saja dia lakukan. Wanita itu setengah tidak percaya dengan aksinya sendiri.

Sean pun segera meraih tubuh Alexa sebelum mendekapnya erat. Sean tak membiarkan Alexa pergi. Dia masih enggan melepaskan wanita itu.

"Tenanglah," ucap pria itu lembut sekali lagi.

Sean bisa merasakan degupan jantung Alexa yang bak genderang. Wanita itu gugup sama seperti dirinya. Atau itu karena perasaan membuncah yang tidak bisa dia deskripsikan dengan rangkaian kata.

Sudah lama sekali sejak Sean merasakannya. Degupan jantung itu, rasa bahagia yang menyeruak, rasa protektif yang semakin menggebu-gebu pada wanita dalam dekapannya.

Sean mengusap punggung Alexa selama beberapa saat sebelum mulai melepaskan pelukan. Dia lantas menunduk, mata birunya bertemu dengan mata abu-abu yang menatapnya teduh itu.

"Terima kasih." Ucap Sean. Entah berapa ucapan terima kasih yang pantas Sean katakan, yang jelas beribu terima kasih pun tak akan cukup dia ungkapkan pada wanita yang telah memagut bibirnya dan  memperbolehkannya lagi membawa wanita itu dalam dekapan.

Unsavory RedemptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang