16. Matter

3.6K 330 11
                                    

Alexa menarik napas dalam, mata abu-abunya memandang sejenak daun pintu yang menjadi penghubungnya ke dalam bangunan yang pernah ia tinggali itu. Ia masih berpikir keras, mempertimbangkan langkah serta keputusan yang ia ambil malam ini.

Alexa menoleh ke samping, memerhatikan mobil Caleb yang terparkir asal tak jauh dari pintu masuk. Sepertinya tidak hanya Sean yang ada di dalam sana, Caleb tentunya masih belum beranjak menemani sahabatnya. Napasnya terasa makin berat namun ia harus menguatkan hatinya malam ini.

Ia tidak akan tenang semalaman jika belum melihat secara langsung kondisi Sean. Dan ia pasti akan dihantui rasa bersalah karena tidak sedikitpun peduli. Ia rasa tidak ada salahnya memastikan keadaan pria itu, bukan?

Alexa membuang napas sekali lagi, menormalkan detakan jantungnya sebelum tangannya meraih gagang pintu. Alexa akhirnya mendorong gagang pintu itu hingga daunnya bergeser.

Spontan wangi khas rumah itu tercium kembali setelah lima tahun berlalu. Sudah lama sekali, dan kini ia kembali menginjakkan kaki di bangunan yang pernah dia anggap rumah meski hanya sementara. Alexa menggeleng untuk mengenyahkan memori yang mulai memenuhi kepalanya.

Ia perlahan melangkah masuk, dan berbeda dari dugaannya, tidak ada siapapun di dalam sana. Ia pikir Dad mungkin akan mengecek keadaan anaknya, tapi diluar dugaan tempat itu begitu senyap. Mungkin saja Dad sedang membereskan semua kekacauan dibalik kejadian tadi.

Alexa melangkah semakin ke dalam. Ia lantas melongok ke atas, melirik kamar atas milik Sean melalui tangga.

"Sean." Panggil Alexa kecil namun tidak mendapat sahutan.

Alexa pun memutuskan untuk menaiki tangga. Ia berjalan perlahan, mendaki satu demi anak tangga sampai langkahnya terhenti saat seorang pria muda berdiri di hadapannya.

Caleb tampak lelah. Wajah dan matanya memerah. Penampilannya tampak kusut, sejalan dengan blouse yang tampak lusuh dan sedikit bercak darah yang mengotori pakaian putihnya.

"Shhh tolong jangan temui dia sekarang, Lexa." Ungkap Caleb to the point.

Hari ini Caleb terlalu lelah untuk hanyut dalam perkara drama percintaan kedua sahabatnya itu. Dia hanya ingin pulang, meminum segelas teh hangat, lalu tidur.

Sudah cukup dengan benang kusut di antara dua mantan pasangan itu. Terutama setelah kekacauan hari ini. Mereka perlu bertemu dan bicara, itulah kunci untuk menyelesaikan apa yang mereka mulai lima tahun lalu.

"Tapi ada yang perlu aku bicarakan dengan dia." Elak Alexa. Ia benar-benar butuh untuk tahu kondisi Sean.

"Dia sedang tidak sadar." Ujar Caleb singkat yang langsung mematahkan harapan Alexa.

Bibir Alexa spontan terbuka. Ia tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. "Oh."

"It numbs the pain. Melissa memberinya obat agar dia bisa beristirahat." Jelas Caleb tidak ingin Alexa berpikir macam-macam dan salah paham.

Alexa mengangguk. Sesaat keheningan menyelimuti sebelum Caleb mengeluarkan perkataan yang cukup menohok hati Alexa.

"Aku tidak menyalahkanmu untuk semua ini. Tapi ketahui lah bahwa Sean selama ini berusaha, Lexa. Setidaknya berikan dia kesempatan."

Alexa spontan mendongak, matanya bertemu mata biru terang yang tengah menatapnya penuh kesungguhan. Seolah Caleb tengah menguncinya, menghipnotis raganya untuk tak pergi dan mendengarkan setiap kata yang akan keluar dari mulut pria itu.

"Aku tahu tindakahannya di masa lalu begitu menyakitimu. Tapi dia juga berada di situasi yang tidak mudah saat itu."

Caleb membuang napas lelah, seolah tengah memikul beban yang luar biasa berat. "Aku tidak bisa menjelaskan situasinya karena itu adalah kewenangan Sean. Mungkin Sean akan menceritakannya suatu hari nanti. Tapi itu asal kau tahu bahwa semua itu juga tidak mudah untuk Sean."

Unsavory RedemptionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang