Empat

86 13 25
                                    

Jimin.

Aku membuat diriku tak terlihat dalam sepersekian detik sebelum dia mengangkat kepalanya seolah merasakan diriku di sana tetapi berdiri di tempat yang sama mengawasinya. 

Semakin dekat dia datang, semakin besar rasa lapar dan aku bisa merasakan kebutuhan ku bergerak saat darah bernyanyi di pembuluh darahku.

Aku mengepalkan tinjuku dan menghirup dalam-dalam mengambil esensinya ke dalam diriku sampai menari-nari di sepanjang darahku. 

Ini sangat kacau, kebutuhan ku terlalu kuat dan semua cerita horor masa lalu datang ke garis depan pikiran ku.

Tepat ketika aku berpikir akan meledak, aku merasakan kehadiran yang menenangkan mengelilingi ku. 

"Ibu... Ayah apa-apaan ini!"

"Jaga mulutmu nak, Ibumu bisa mendengarmu.

Ya, seperti aku punya waktu untuk mengkhawatirkan omong kosong itu sekarang. Dan kenapa dia begitu tenang? 

Dia melakukan itu untuk mencegah ku melepaskan tali kontrol ku, tidak diragukan lagi.

Aku menggertakkan gigi dan mencoba menghalangi aromanya, mencoba berkonsentrasi pada hal lain selain dia dan apa yang telah dia lakukan padaku.

Pertandingan teriakan yang bagus dengan orang tua ku adalah hal yang ku butuhkan. 

"Apakah Ayah tahu tentang omong kosong ini?"

"Ya!" 

Tidak sekarang ayah. Tidak ada satu kata pun yang menjawab seperti aku salah satu antekmu.

"Dan ayah tidak berpikir untuk memberitahuku?" Aku memaksakan kata-kata itu dengan gigi terkatup.

"Mengapa? Kau hanya akan stres selama bertahun-tahun.”

Apa-apaan dia? 

Esensinya menghindariku bahkan saat dia semakin dekat. 

Berapa banyak jenis Elf mereka? 

Elf sialan!

"Ayah ada di mana?" 

Aku panik saat dia melangkah ke pepohonan yang teduh di mana aku masih tersembunyi dari pandangan dan aku harus berusaha keras agar tidak menerkamnya. Apa pun dia, ini lebih dari nafsu biasa yang seharusnya kurasakan terhadap pasanganku.

"Tidak jauh dari sini, mengapa, apakah kau membutuhkan kami untuk datang?"

"Mungkin, aku.." Kata-kataku mulai terdengar seperti geraman liar saat kendaliku mulai terlepas. "Ayah!" 

Aku merasa seperti anak laki-laki yang dulu membutuhkan perlindungan orang tuanya untuk melindunginya, sesuatu yang belum pernah kurasakan sejak awal masa remajaku ketika aku mulai menjadi diriku sendiri.

"Kau akan baik-baik saja nak, aku percaya padamu." 

Ayah pasti mendengar kepanikan dalam suaraku, itu sebabnya dia berbicara kepadaku dengan sangat tenang. Cara ku berbicara dengan makhluk liar yang akan kehilangan kotorannya setiap saat sekarang.

“Tapi sejarah kita…” Aku menelan ludah saat mataku melacaknya, tidak melewatkan apapun.

"Ya, jika ramalan itu benar, maka kalian berdua yang akan memperbaiki semua itu." 

Aku nyaris tidak mendengarnya sekarang saat dia menjelaskan mengapa para tetua memutuskan untuk bercanda denganku, ini sama sekali tidak lucu. 

"Kenapa aku yang memperbaiki sejarah mereka?"

Mate EnemieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang