Sembilan belas

63 11 11
                                    

Yeorin.

Aku tahu begitu dia melanggar batas dan melewati garis properti. 

Aku tidak yakin apa hubungan antara Jimin dan tanda yang ada di leherku ini, tapi saat tanda itu mulai kesemutan aku tahu. Aku telah terkejut sebelumnya ketika Jimin menyerbu pikiran ku, dan terlebih lagi dengan sikap jujurnya.

Tidak yakin mengapa aku mengharapkan dia untuk berbohong, untuk menghindar.

Dari kejauhan suaranya hampir menenangkan, tapi sekarang setelah dia sedekat ini, aku merasakan rasa takut merayapiku sekali lagi. Ini bukan hari yang mudah, tidak setelah percakapan ku dan saudara perempuan ku saat sarapan. 

Aku masih mencoba mencari tahu bagaimana aku bisa melewatkan apa yang mereka rasakan, apa yang mereka dengar.

Tapi yang lebih membuatku bingung adalah ketika mereka bersumpah bahwa fenomena aneh itu berasal dari kamarku. 

Aku menggerakkan ujung jariku di atas tanda di leherku saat aku bertanya-tanya bukan untuk pertama kalinya apakah ini ada hubungannya dengan semua yang seharusnya aku lewatkan.

Jimin mengatakan itu adalah perbuatannya dan meskipun aku percaya padanya, itu masih tidak menjawab pertanyaan bagaimana caranya.

Apa yang aku lakukan saat Jimin sedekat ini denganku? 

Aku tidak ingat selain mimpi yang ku lupakan sebelum invasi sebelumnya.

Sekarang aku terus melihat Jimin dan diriku di dunia mimpi. Dan dalam pandangan sekilas itu aku merasa tertarik padanya, seperti ngengat pada nyala api. 

Pikiranku mencoba menghindar, menahan diri agar tidak terlalu dekat tapi tidak ada gunanya. Apa pun yang terjadi padaku, pada malam hari telah membuka jendela penghubung pikiran yang tidak bisa lagi ku tutup sendiri. Tapi rasa takut itu masih ada.

Meskipun aku tahu Jimin ada di sini, aku masih terkejut mendengar nada memerintah dalam suaranya ketika dia memintaku untuk membiarkannya masuk.

Jojo mulai rewel tapi dalam beberapa detik kepalanya bersandar di dadanya dan dia tertidur lelap. 

Aku melihat ke arah jendela di mana Jimin melayang di atas ambang jendela melihat ke dalam, mengawasiku.

Dia pasti membaca pikiranku, melihat keragu-raguan di sana. Karena sebelum aku bisa memutuskan apakah aku ingin membuka jendela atau tidak, Jimin memindahkan dirinya melalui jendela yang tertutup dan mendarat di depan ku.

Aku mengambil langkah mundur dengan cepat bahkan saat napasku tercekat dan jantungku berdetak kencang. Ini benar-benar terjadi. 

Yang Mulia Putra Mahkota Jimin Star ada di kamarku. 

Mataku menelusuri sosoknya yang berotot dengan celana panjang hitam dan turtleneck yang serasi, sampai pada matanya.

Jimin tampak lebih baik daripada ingatanku tentang dia dan aku bisa merasakan tarikan seperti medan magnet semakin lama aku menatapnya. 

Tanda di leherku terasa seperti batu yang dipanaskan telah ditekan padanya dan hanya itu yang bisa kulakukan untuk tidak menggosoknya di hadapannya.

"Apakah itu menyakitkan?" Jimin datang ke arahku dan seperti batu, aku berdiri diam sampai dia berdiri hanya beberapa inci dariku. 

Aku mulai menggelengkan kepalaku, tetapi kemudian tangannya, menyentuhku. Aku tidak merasa seperti makhluk purba, tetapi lebih seperti Nymph yang pusing, aku cenderung seperti itu sebulan sekali ketika tubuh ku mengalami metamorfosis.

Ini tidak mungkin terjadi pada saat yang terburuk, tepat ketika tubuhku akan mengkhianatiku, ketika aku cenderung kehilangan diriku sendiri dan menjadi orang lain. Aku mulai mengatakan sesuatu, aku tidak ingat apa, karena Jimin membungkuk ketika dia menarik ku lebih dekat; dan menjilat leherku.

Mate EnemieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang