20. Lagi?

70 6 0
                                    

Happy reading..

Clara dan Riri berjalan beriringan di koridor rumah sakit. Seperti kata Riri tadi pagi, sore itu mereka berdua langsung pergi ke rumah sakit sepulang sekolah.

Sampai di ruangan Maura, Clara melangkah masuk. Sebelum itu, Riri berpesan untuk tidak terlalu berlama-lama di sana, karna takut-takut Ayah gadis itu tiba-tiba muncul dan melihat Clara.

Clara menutup pintu perlahan, kemudian berbalik menatap sang Ibu dengan jantung berdegup kencang. Matanya memerah menahan tangis, ia tak tega melihat Ibunya terbaring tak berdaya di sana.

Clara mendekat, ia menarik kursi yang ada di samping ranjang rumah sakit, lalu duduk di sana. Gadis itu memegang tangan Ibunya, mengusapnya pelan disertai deraian air mata.

"Mamah.. Ini Clara." lirih Clara terisak pelan. "Clara kangen sama mamah. Cepat sembuh ya mah? Meskipun mamah selalu bersikap buruk ke Clara, Clara tetep sayang sama mamah, Clara ga bisa benci mamah." lanjutnya.

"Mamah tau? Saat ini, Clara lagi nyari kebenaran tentang kejadian tujuh tahun lalu. Clara berharap, setelah semuanya terungkap, mamah bakalan sayang dan ga benci lagi ke Clara." ujar Clara mengelus lembut tangan pucat nan dingin Maura.

"Do'ain Clara ya mah, semoga Clara bisa ngungkap kebenarannya, dan menghukum orang yang udah buat Nenek dan Kiara meninggal." lirih Clara mencium tangan Ibunya. "Clara sayang mamah.." bisik Clara tepat di telinga Maura.

Clara memeluk tubuh itu erat, entah sudah berapa lama ia tidak merasakan pelukan itu lagi. Setelah kejadian 7 tahun silam, Maura tak lagi mau memeluknya. Jangankan memeluk, melhat Clara pun wanita itu enggan.

Clara mengusap air matanya kasar. Kemudian gadis itu beranjak keluar dari sana, takut Ayah atau Racala tiba-tiba muncul dan melihatnya sedang berada di sana.

Sementara di ranjang sana, Maura meneteskan air matanya mendengar penuturan sang putri.

***

Riri menggigit kukunya khawatir. "Udah hampir sejam Ra, kok lo belum keluar sih??" gumam Riri.

Di tengah kekhawatirannya itu, Riri bernafas lega saat Clara keluar dari ruangan tersebut.

"Kok lo lama banget sih Ra?" tanya Riri.

"Maaf.. makasih udah nunggu."

"Hmm, ayok pergi sekarang." ujar Riri menarik tangan Clara hendak pergi dari sana.

"Clara,"

Tubuh Clara membeku saat suara seseorang yang sangat ia kenali memanggil namanya.

Clara berbalik menatap Racala yang juga sedang menatapnya tajam dan dingin. Jantung Clara berdegup kencang, tangannya terasa begitu dingin dalam genggaman Riri.

"Racala bagaimana keadaan-" ucapan Ayah terpotong saat melihat keberadaan Clara. Pria paruh baya itu mengetatkan rahangnya emosi melihat gadis yang dianggapnya pembawa sial itu sedang berdiri tak jauh dari tempatnya.

Clara menunduk takut, sekarang ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.

"Bukankah sudah saya bilang jangan kemari?" ujar Ayah menatap tajam Clara penuh intimidasi.

"M-maaf.." jawab Clara dengan suara bergetar takut.

"Dasar anak pembawa sial! Tidak tahu diri! Kenapa kau tidak mati saja." cerca Ayah menatap dingin Clara. "Mengapa kau tidak mendengarkan perkataanku?!"

"Maaf Ayah.." lirih Clara dengan kepala masih tertunduk. Gadis itu sudah terisak, membuat Riri yang ada di sampingnya mengusap punggungnya lembut.

"Berhenti memanggil Ayah! Saya tidak pernah memiliki putri sepertimu. Putriku hanya Kiara, tidak ada selainnya." ujar Ayah membuat hati Clara berdenyut nyeri.

Clara dan Lukanya (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang