Happy reading..
"Gue sakit Ra, dan sakitnya udah nggak bisa disembuhin lagi.."
Deg!
Clara menatap Flores dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Maksud lo apa?" tanya Clara.
Flores tak menjawab, gadis itu malah tersenyum. Kemudian mengeluarkan secarik kertas dilapisi amplop, lalu memberikannya pada Clara.
Clara menatap bingung Flores, kemudian beralih menatap kertas tersebut.
"Buka," titah Flores yang masih setia menampilkan senyumnya.
Clara mengeluarkan sebuah kertas dari dalam amplop itu dengan perasaan tak enak.
Dibukanya kertas itu, saat membaca isi dalamnya, jantungnya secara tiba-tiba berdebar kencang tak karuan. Matanya memanas siap mengeluarkan cairan bening yang sedari tadi susah payah ia tahan.
'Kanker Otak Stadium Akhir'
Clara menatap Flores dengan air mata yang menggenang, tangannya meremas erat seprai brankar sembari menahan rasa sakit yang menghantam dadanya.
"Semua ini bohong kan?" lirih Clara.
Flores menggeleng pelan. "Sayangnya, semua itu bener Ra." ucapnya.
Flores menarik rambut palsunya agar lepas dari kepala gadis itu, kemudian memperlihatkan kepala tanpa rambutnya. Rambut cantiknya.. sudah di lahap habis oleh kanker sialan itu!
Clara menutup mulutnya dengan kedua tangannya, air matanya mengalir tanpa seizinnya. Kenapa ia baru menyadari bahwa sahabatnya semenderita itu?
Clara mengusap pipi Flores, sementara sang empu kembali memasang rambut palsunya. Ia tak ingin sahabatnya melihat penampilan mengerikan itu lebih lama lagi.
"Kenapa lo nggak pernah bilang?" lirih Clara dengan suara bergetar bercampur isak tangis.
"Maaf.. tapi gue nggak mau bikin lo khawatir." ujar Flores menunduk dalam.
"Kita udah sahabatan dari kecil, tapi kenapa lo bisa-bisanya nyembunyiin hal sepenting ini dari gue? lo masih nganggep gue sahabat kan?" ucap Clara dengan nada kecewa di akhir kalimatnya.
"Ra.. bukan gitu.." lirih Flores menggenggam tangan Clara.
"Gue cuma nggak pengen lo tambah banyak pikiran karena gue. Masalah lo udah banyak Ra, gue nggak mau lo makin terbebani kalau gue ngasih tau tentang ini." ujar Flores.
Clara hanya diam tak menanggapi, matanya terus menatap sedih ke arah sahabatnya itu.
"Udah nggak usah natap gue kayak gitu! risih tau nggak." sahut Flores, membuat Clara memasang ekspresi wajah cemberut.
Clara memukul pelan lengan Flores, dasar perusak suasana!
Sedangkan Flores, gadis itu malah cekikikan melihat wajah kesal milik Clara. Tawa itu.. Bukanlah tawa biasa, melainkan untuk menutupi lukanya yang sudah semakin menjalar di tubuh mungil gadis itu.
***
Awan biru berganti warna menjadi jingga yang begitu indah dipandang indra penglihatan. Sinarnya yang menghangatkan serta menenangkan mampu membuat siapapun yang melihatnya terhanyut dalam keindahan.
Clara dan Flores berjalan menyusuri jalan menuju halte bis sore itu, sepulang sekolah.
"Flores," panggil Clara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Clara dan Lukanya (Selesai)
Teen Fiction"𝙺𝚞 𝚋𝚒𝚊𝚛𝚔𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚕𝚊𝚛. 𝙷𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊 𝚜𝚊𝚖𝚙𝚊𝚒 𝚠𝚊𝚔𝚝𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚝𝚒𝚋𝚊, 𝚊𝚔𝚞 𝚝𝚊𝚔 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚛𝚊𝚜𝚊𝚔𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚕𝚊𝚐𝚒." • • • "Aku adalah luka yang tak pernah sembuh." Clara Devantara. Gadis...