Happy reading..
Hari berganti sore, kini semua murid pulang ke rumah masing-masing.
Clara menunggu jemputan di depan gerbang sekolah yang sudah mulai sepi. Padahal gadis itu telah menunggu sekitar 1 setengah jam yang lalu, namun jemputan nya belum juga datang.
Clara sudah mulai jengah menunggu, gadis itu beranjak pergi dari sana.
"Pak Doni kemana sih, kok nggak nyampe-nyampe." dumel Clara sembari terus melangkahkan kakinya.
Jam tangan gadis itu sudah menununjukkan pukul 17:00. Moodnya benar-benar hancur kali ini.
Clara mengeluarkan handphonenya yang sudah hampir lowbat, gadis itu berusaha menghubungi Pak Doni, namun sang empu tak juga mengangkat teleponnya.
Akhirnya, Clara memutuskan untuk mencari taksi saja.
Setelah menunggu beberapa menit, Clara tidak juga melihat ada taksi yang lewat, hanya ada bus tayo dan sepeda ontel.
Clara tak sengaja menatap ke samping jalan, gadis itu melihat sebuah taman hijau nan asri di sana. Walaupun sedikit jauh, Clara tetap melangkah menuju taman tersebut.
Saat sampai, Clara memandangi hamparan danau yang tenang di dekat taman itu. Netra indahnya menatap ke arah orangtua yang sedang tertawa riang bersama anak perempuannya.
Clara menatap sendu keluarga harmonis itu, hatinya berdenyut sakit saat mengingat bahwa orangtuanya tidak pernah berlaku seperti itu padanya. Hanya ada sikap cuek dan dingin.
Padahal.. Clara juga ingin disayangi dan dicintai selayaknya anak pada umumnya.
"Kapan gue bisa kayak gitu," lirih Clara.
Clara terus menatap anak perempuan itu yang sedang dirangkul oleh Ayahnya, sementara sang ibu membuat kepang rambut yang indah untuk putrinya.
Clara tersenyum kecut, kemudian kembali mengalihkan pandangannya menatap danau di hadapannya.
"Gue.. emang nggak pantes dicintai." ucap Clara seraya mendongakkan kepala berusaha menghalau air matanya yang hendak mengalir.
"Aduh!"
Clara menatap ke depan saat mendengar suara bocah laki-laki yang sedang mengaduh kesakitan.
Clara segera menghampiri bocah tersebut dan membantunya berdiri.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Clara khawatir sembari memeriksa bagian tubuh bocah itu yang terluka.
"Sakit Kak.." isak tangis bocah laki-laki itu memulai terdengar.
Clara menatap lutut berdarah milik bocah itu. Ia menggendongnya menuju kursi tempatnya tadi berada.
Gadis itu mengeluarkan tisu basah dari tasnya, kemudian disusul dengan plaster luka. Clara dengan telaten membersihkan luka bocah itu dengan tisu basah tadi, kemudian menempelkan plaster luka agar tidak infeksi.
"Sudah selesai, lain kali hati-hati ya." ujar Clara mencubit pelan pipi bocah itu.
"Terimakasih Kakak," sahut bocah itu tulus.
"Sama-sama," balas Clara tersenyum manis. "Nama kamu siapa?" tanyanya.
"Tio kak." jawab bocah itu.
"Tio? Wah nama yang bagus. Kenalin, nama kakak Clara." antusias Clara, gadis itu menyodorkan tangannya tanda perkenalan, Tio meraih sodoran tersebut.
"Namanya cantik, kayak orangnya." sahut Tio disertai senyuman yang begitu manis di mata Clara.
Clara mencubit gemas pipi gembul milik Tio. Dimanakah bocah ini belajar gombal?
KAMU SEDANG MEMBACA
Clara dan Lukanya (Selesai)
Teen Fiction"𝙺𝚞 𝚋𝚒𝚊𝚛𝚔𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚕𝚊𝚛. 𝙷𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊 𝚜𝚊𝚖𝚙𝚊𝚒 𝚠𝚊𝚔𝚝𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚝𝚒𝚋𝚊, 𝚊𝚔𝚞 𝚝𝚊𝚔 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚛𝚊𝚜𝚊𝚔𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚕𝚊𝚐𝚒." • • • "Aku adalah luka yang tak pernah sembuh." Clara Devantara. Gadis...