37. Iblis

107 6 0
                                    

Happy reading..

Clara melangkah masuk perlahan di rumah Dokter Ari. Matanya terus memandang kosong ke arah depan.

Hal yang pertama menyambutnya di ruang tamu sana, adalah Dokter Ari yang tengah duduk santai sembari mengotak-atik handphonenya.

Pria itu menoleh, dan mendapati Clara berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.

"Clara? Kau sudah pulang? Kemarilah, saya membuatkan salad buah bertabur matcha kesukaanmu." ujar Dokter Ari tersenyum teduh pada Clara.

Gadis itu terdiam melihatnya. Ia menatap Dokter Ari sendu, sorotnya nampak begitu terluka. Kenapa paman yang selama ini sangat dipercayainya malah mengkhianatinya?

Wajah baik itu, tidak cocok menjadi seorang penjahat. Clara terisak pelan, hatinya sesak dan perih.

Dokter Ari mengerutkan kening bingung, ia lalu berjalan mendekati Clara sembari memegang salad buah itu.

"Hei ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Dokter Ari lembut, sembari mengusap surai Clara.

Clara menepis tangan pria itu, mengambil mangkok matcha yang dipegang Dokter Ari, dan melemparnya ke lantai. Hingga isinya jatuh berserakan.

Dokter Ari terkejut menatap Clara.

"Sialan!" sentak Clara disertai isakan tangisnya.

"Ada apa Clara? Hal apa yang membuatmu seperti ini?" tanya Dokter Ari berusaha menyentuh Clara, rautnya terlihat khawatir.

"Dokter! Dokter yang udah buat Clara seperti ini!" ujar Clara dengan emosi tertahan. "Kenapa? Kenapa Dokter tega ngelakuin hal itu!"

Tak lama, seringaian muncul pada bibir Dokter Ari. Wajah yang tadinya khawatir, berubah seratus delapan puluh derajat menjadi dingin.

"Kau sudah tau rupanya," ujar Dokter Ari tak terlihat seperti biasanya. Raut pria itu, benar-benar sangat asing dimata Clara. Rautnya dingin, dan nampak sangat menyeramkan.

Atmosfer terasa begitu mencekam, jantung Clara lagi-lagi berdegup sangat kencang, badannya bergetar, rasa cemas, takut, dan marah bercampur menjadi satu.

"Karena kau sudah tau, itu artinya.." ujar Dokter Ari mengeluarkan sebuah belati dari dalam saku celananya. "Kau harus mati!"

Clara melotot kaget, tubuhnya seketika terdiam kaku, saat melihat Dokter Ari berjalan mendekatinya dengan seringai yang begitu menyeramkan.

Dokter Ari mencengkram lengan Clara kuat, matanya mengkilat menandakan emosi dan amarah yang sudah lama terpendam.

Dokter Ari mengendus belatinya, membuat Clara bergetar ketakutan di tempatnya. Mata Dokter Ari kemudian melirik tajam Clara.

"Kau, adalah kelinci kecil yang nakal. Jika tau begini, seharusnya aku membunuhmu sedari awal!" sentak Dokter Ari.

Srekk!

"Akhh!"

Belati itu melukai lengan Clara, membuat baju sekolahnya sobek tak berbentuk. Dokter Ari tersenyum penuh kepuasan melihat ukiran indah di lengan keponakannya itu.

Clara dan Lukanya (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang