Happy reading..
Krieet..Pintu ruang UGD terbuka, menampilkan seorang Dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
Raut suram milik sang Dokter membuat perasaan Clara semakin tidak enak. Ia tidak ingin terjadi sesuatu hal yang buruk pada sahabatnya.. Sungguh.
"Clara," panggil Dokter Ari.
Clara menoleh, kemudian menghampiri Dokter tersebut.
"Iya Dok?" jawab Clara. "Bagaimana keadaan Flores Dok? dia baik-baik saja kan?" lanjutnya penuh harap.
Dokter itu terdiam sembari menatap sendu Clara. Ia memegang bahu Clara dengan lembut.
"Maaf.. kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain. Pasien dinyatakan meninggal pada pukul tujuh malam lewat lima belas menit." ucap Dokter Ari.
Deg!
Tubuh Clara luruh seketika. Pandangannya mendadak berubah kosong menatap lantai rumah sakit, jantungnya seakan terhenti berdetak.
Perlahan, selaput bening mulai menghiasi mata yang menyimpan banyak luka itu.
Dokter Ari yang melihatnya pun tidak tega, ia mengelus pundak Clara, berusaha menenangkan gadis itu yang saat ini benar-benar terlihat sangat berantakan.
Clara mengalihkan pandangannya pada raga tak bernyawa milik sahabatnya yang sedang terbaring dengan damai di atas brankar sana.
Clara bangkit, kemudian berjalan perlahan menuju jasad Flores. Gadis itu mengusap lembut surai palsu milik sahabatnya, lalu memeluknya dengan erat, agar Floresnya tidak pergi.
"Res.. jangan pergi.." lirih Clara dengan suara bergetar karena tangis.
"Flores.." gumam Clara, sebelum kegelapan merenggut kesadarannya.
Dokter Ari yang melihat Clara pingsan pun segera menghampirinya, kemudian membawa gadis itu ke ruang sebelah yang masih kosong pasien.
***
Beberapa saat setelahnya, Clara tersadar dari pingsannya. Gadis itu menatap sekeliling, berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi.
"Kau sudah bangun?" tanya Dokter Ari yang baru saja masuk ke dalam ruangan tersebut.
Clara tak menjawab.
Gadis itu bangkit kemudian berusaha keluar dari ruangan tersebut. Namun, belum sampai di depan pintu, Clara berjongkok memegangi kepalanya yang terasa begitu sakit dan berdenyut-denyut.
Dokter Ari membantu Clara berdiri, ia hendak menuntun Clara kembali ke brankar, namun gadis itu tetap kekeh menolak.
"Dokter.. Flores dimana?" tanya Clara dengan suara lirih serta mata yang berkaca-kaca.
Dokter Ari tersenyum sendu, kemudian menuntun Clara pergi ke ruangan Flores.
Di sana, sudah terdapat Ayah dan Ibu Flores yang terus saja meraung tak jelas melihat sekujur tubuh sang putri telah ditutupi dengan kain putih.
"FLORES BELUM MENINGGAL DOKTER! Putri saya belum meninggal, tolong cek sekali lagi.." lirih Rita-Ibu Flores di akhir kalimatnya.
Aleks-Ayah Flores, memeluk istrinya berusaha menguatkan.
Clara terdiam diambang pintu melihat kejadian yang menyedihkan serta menyesakkan dada itu. Memangnya orangtua mana yang tidak bersedih saat buah hati mereka pergi untuk selama-lamanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Clara dan Lukanya (Selesai)
Teen Fiction"𝙺𝚞 𝚋𝚒𝚊𝚛𝚔𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚔𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚕𝚊𝚛. 𝙷𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊 𝚜𝚊𝚖𝚙𝚊𝚒 𝚠𝚊𝚔𝚝𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚝𝚒𝚋𝚊, 𝚊𝚔𝚞 𝚝𝚊𝚔 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚛𝚊𝚜𝚊𝚔𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚕𝚊𝚐𝚒." • • • "Aku adalah luka yang tak pernah sembuh." Clara Devantara. Gadis...