17. Kertas usang dan mawar hitam

83 7 0
                                    

Happy reading..

Sore itu, Clara berdiri sendirian di dekat pohon besar. Ia memandangi kuburan Bi Ina dari kejauhan. Masih ada suami, anak, sanak saudara wanita itu yang tengah duduk menangisi kepergian orang tercintanya.

Clara mengusap air matanya, menatap kosong ke depan dengan perasaan sesak. Lagi-lagi, Ia kehilangan orang terdekatnya.

Bi Ina adalah sosok yang baik dan perhatian padanya, sejak kecil wanita itulah yang selalu memperhatikan kebutuhan dan selalu menjaga Clara.

Saat keluarganya membencinya, Bi Ina lah yang selalu datang setiap malam ke kamarnya, menanyakan bagaimana keadaan Clara. Selalu memeluk gadis kecil yang rapuh itu, memastikan bahwa Clara baik-baik saja.

Kini, sosok baik itu sudah pergi jauh, sangat jauh, hingga menggapainya pun terasa mustahil.

Padahal baru saja mereka bertemu tadi pagi, namun waktu sangat cepat berlalu. Kini, wanita paruh baya yang selalu ada dan selalu menjaganya bak malaikat yang baik hati, sudah bersemayam dalam dekapan tanah.

Clara tak tahan berlama-lama di sana, matanya sudah sembab karena terus menangis saat prosesi pemandian hingga pemakaman Bi Ina.

Gadis itu beranjak pergi, membawa rasa sesak dan duka yang terus bertambah di dalam relung hatinya.

Clara melangkah menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Atensinya teralih saat pengendara bermotor ninja hitam melewatinya. Motor yang sama, yang Ia lihat di tikungan jalan waktu itu.

Clara memilih mengabaikannya, kemudian beranjak masuk ke dalam mobil. Ia tersentak saat melihat sebuah kertas berlumurkan darah, dengan mawar hitam disampingnya, yang berada di atas stir mobil gadis itu.

'Berhentilah mencari kebenarannya, jika tidak mau orang terdekatmu mati satu persatu.'

Jantung Clara berpacu dengan cepat setelah membacanya. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya dengan erat, matanya memerah memancarkan amarah.

Ia kemudian membuang kertas dan mawar hitam itu, lalu melajukan mobilnya pergi dari sana.

Di sisi lain, seseorang dengan pakaian serba hitam mengamati kepergian Clara, bibirnya mengulas senyum miring yang menyeramkan.

***

Rico dan Leo duduk di bibir pantai seraya menyaksikan keindahan senja yang terlihat begitu cantik sore itu. Rambut kedua pemuda itu beterbangan akibat hembusan angin.

Sementara Dion, Bima, dan Geo berlarian kesana kemari, saling memercikkan air dengan tawa lepas.

"WOI BIM! JANGAN BASAHIN RAMBUT PARIPURNA GUE ELAH!" teriak Geo berlari menghindari Bima yang terus saja hendak menyemburkan air ke kepalanya.

"Paripurna apaan! Kek alip cepmek yang ada!" sahut Bima masih terus berusaha mengejar Geo.

"Nih Bim, gue bantu tangkep!" teriak Dion memegangi Geo.

"Woi! Jangan Bim, bau itu!!!!" panik Geo saat melihat Bima hendak menyemburkan air yang ada di dalam mulut pemuda itu ke wajahnya.

Byurrr..

Geo memejamkan matanya saat semburan air mengenai wajah paripurnanya.

Clara dan Lukanya (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang