33. Rangkaian bunga

75 8 0
                                    

Happy reading..


Clara duduk di sofa sembari menonton film kartun favoritnya. Dokter Ari berjalan memasuki rumah, membuat Clara mengalihkan atensinya.

"Udah pulang?" tanya Clara basa-basi.

"Menurutmu?" sahut Dokter Ari bercanda.

Pria itu mendekati Clara dan mencomot cemilan Clara, membuat gadis itu cemberut dan segera menjauhkan cemilannya.

"Ambil sendiri Dok di dapur! Jangan nyomot punya orang!" sindir Clara menatap Dokter Ari kesal.

Dokter Ari terkekeh pelan melihatnya. Pria itu lalu menaruh jas putih kebanggaannya di tempat sandaran kursi. Kemudian duduk di samping keponakannya dengan tangan tersampir ke samping.

"Saya lelah sekali," keluh Dokter Ari.

"Apa tadi banyak pasien?" tanya Clara yang masih fokus pada tontonannya.

"Iya, setiap hari pun begitu." ucap Dokter Ari.

"Kalau begitu Dokter istirahat saja dulu," timpal Clara, Dokter Ari hanya diam tak menanggapi.

"Ibumu sudah lebih baik dari sebelumnya," ujar Dokter Ari membuat Clara seketika menoleh. "Tapi, belum ada tanda-tanda bahwa dia akan bangun dari komanya." lanjutnya menjelaskan.

Clara melorotkan bahunya lesu. Padahal ia sudah berharap bahwa ibunya akan segera sadar.

"Tidak apa, saya yakin Ibumu pasti akan segera sadar." ujar Dokter Ari seraya mengelus pundak gadis itu.

Dokter Ari mengulas senyum tipis nan teduh. "Saya ke atas dulu," ujarnya. Clara mengangguk sebagai jawaban.

Clara menghela nafas lelah, netranya terus menatap Dokter Ari yang lambat laun mulai menjauh dari balik tangga.

Clara kembali menatap televisi dengan mulut terkunci rapat, terdiam.

Pikirannya terus saja mengkhawatirkan banyak hal. Kapan semua ini akan berakhir?

***

Clara berjalan menyusuri danau pagi itu. Dihari liburnya ini, ia pergunakan untuk berjalan-jalan menikmati alam, guna melepas rasa gundahnya sejenak.

Clara menatap hamparan danau yang di pinggirannya banyak bunga-bunga kecil menghiasi. Gadis itu berjongkok, lalu memetiknya.

Ia menghirup bau bunganya, harum. Clara menoleh saat mendengar suara berisik terdengar di belakangnya. Di sana, seorang anak lelaki tengah melepaskan sepedanya ke rumput dengan santainya. Membuat benda itu terjatuh.

Brukk!

"Kakak cantik!" teriak Tio menghampiri Clara.

Clara tersentak kaget, kemudian melebarkan tangannya membiarkan Tio memeluknya.

Tio melepaskan pelukan itu, kemudian menatap Clara. "Kakak apa kabar?" tanya Tio antusias, ada binar bahagia dimatanya.

"Baik, Tio sendiri apa kabar?" Clara balik bertanya dengan mata yang ikut tersenyum.

"Baik juga! Tio ke sini bareng Abang Vano!" ujar bocah itu menunjuk ke arah Vano yang tengah berjalan ke arah mereka dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya yang berwarna hitam itu.

Clara berdiri seraya menggenggam tangan Tio. Saat Vano sampai dihadapan mereka, Clara tiba-tiba merasa begitu canggung.

"Tio, kemarilah!" titah Vano melambaikan tangannya pada Tio agar mendekat ke arahnya.

Clara dan Lukanya (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang