- 13 -
Shaka terdiam, ia tidak bisa tidur malam ini karena terus terbayang perkara napas buatan. Ia bisa merasakan kembali bibirnya menyentuh bibir Luna secara langsung. Shaka menyentuh bibirnya sendiri lalu menampar pipinya pelan. Ia menelungkupkan wajahnya di bantal. "Bundaaa, aaaa," Shaka jadi frustasi sendiri.
Di sisi lain, Luna samanya terdiam. Menatap kamarnya yang sunyi. "Berarti bibir gue sama Shaka sentuhan dong?" monolognya. Luna lalu berdecak. "Dia, kan, nolong gue, jadi gapapalah," lanjut Luna. Ia memiringkan badan sambil memeluk guling. Bibirnya tanpa sadar terangkat. Namun segera menetralkan raut wajahnya. Ia tak akan suka pada Shaka.
***
Shaka melangkahkan kakinya ke ruang CCTV, walaupun tahu CCTV di koridor toilet lantai bawah mati, ia tetap akan melihat CCTV yang lain. Ia masuk ke dalam. Ada pak Deri yang berjaga. "Assalamualaikum, Pak," ucap Shaka.
Pak Deri menoleh. "Waalaikumsalam, ada apa Ka? Tumben ke sini."
Jangan heran, semua staf sekolah pasti mengenal Shaka. "Eum, Shaka pengen lihat CCTV pas malem minggu, bisa gak, Pak?"
"Bisa. Yang mana?"
"Yang ke arah toilet lantai bawah."
Pak Deri mencari rekaman saat malam minggu, setelah dapat lalu melihat video itu. Shaka dengan seksama melihat rekaman itu. "Coba di jam tujuh lewat lima puluh, Pak," ujar Shaka.
Pak Deri mempercepat video itu. Shaka memperhatikan videonya, seperkian detik, ia melihat Luna dengan gadis berkacamata. Setelahnya Shaka melihat beberapa siswi lewat sana, tapi tidak ada yang mencurigakan. Kemudian ia mengernyit melihat Disa yang juga lewat di sana. Tapi tunggu, kenapa Disa melewati koridor itu setelah Luna? Shaka langsung menepis pikiran negatifnya, siapa tahu Disa bertemu seseorang lalu baru ke area panggung, karena koridor itu juga menuju area panggung.
Beberapa menit, Shaka melihat gadis berkacamata itu berlari kecil tanpa Luna. "Stop, Pak," suruh Shaka.
Pak Deri menjeda video itu. Shaka melihat jam, pukul 7 lewat 58, ia mengambil ponsel, memvideokan gadis berkacamata tadi. Setelahnya memasukkan ponsel ke saku. "Udah, Pak. Makasih, ya," ucap Shaka.
Tanpa basa basi, Shaka berjalan di koridor, ia menaiki anak tangga menuju lantai 3 di mana Zivi berada. Shaka mengetahui itu dari Haru. Sesampainya di lantai 3, Shaka berdiri di depan pintu kelas 10 IPS 4. Waktu istirahat sisa 5 menit lagi, Shaka sama sekali belum makan apa pun. Ia memandang ke dalam kelas. "Gue nyari Zivi."
"Masuk aja, Kak, itu Zivi lagi baca buku," ucap salah satu siswi.
Shaka masuk ke dalam, menghampiri Zivi yang menatap bukunya. "Lo Zivi?"
Zivi mendongak, membenarkan kacamatanya. "I-iya, Kak. Kenapa?"
"Sebelum teater, lo sama Luna ke toilet, kan?"
Zivi mengangguk. "Iya."
"Kenapa baliknya lo malah sendiri? Luna lo tinggal?"
"Maksudnya, Kak? Aku gak ngerti."
Shaka menahan kesalnya, ia membuka ponsel, menyodorkan video Zivi yang berlari sendirian. "Jelasin sama gue, sebelum lo gue laporin ke guru."
Zivi meneguk ludah. "Bukan aku yang apa-apain Kak Luna, Kak. Aku gak tahu orang itu siapa. Dia pake masker, dia juga ngancem aku supaya gak bilang ke siapa-siapa sambil nyodorin kater. Karena aku takut jadi aku keluar dari toilet." jelas Zivi.
Shaka mengernyit. "Cowok?"
"Cewek, Kak."
Cewek? Shaka mendadak bingung. Siapa yang berani menyakiti Luna? Apa lagi sesama perempuan. Ia memukul meja Zivi, membuat gadis berkacamata itu tersentak kaget. Para siswi di kelas pun menatap ke arah Shaka. Shaka mengembuskan napas. "Ciri-cirinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Vibes
Teen Fiction[MS 2 | PART LENGKAP] "Gue saranin, gak usah suka sama temen sekelas." Gara-gara satu kelompok dengan Luna, Shaka tiba-tiba jatuh hati pada gadis itu. Gadis cantik yang selalu cerah ceria dan ramah ke setiap orang, membuat Shaka memandangnya penuh k...