"Dis, toilet yuk," ajak Luna.
"Lagi mager gue, Na," decak Disa.
Luna melirik Gege di belakang, gadis itu sedang menulis. Ia menghela napas. Beralih menatap Zahra di sampingnya. "Ra, udah selesai?"
Zahra menoleh. "Udah."
"Anter ke toilet yuk."
Zahra mengangguk. Mereka beranjak keluar, melangkah ke toilet, melewati kelas lain yang sedang jamkos.
"Kiw, Luna."
"Eh si cantik. Mau ke mana nih?"
"Lun, bales chat gue, Lun!"
Luna berdecak. Mempercepat langkahnya. Mereka masuk ke toilet. Zahra menunggu di wastafel seraya merapikan rambut. Tak lama, Luna keluar, ia mencuci tangannya. Zahra menatap Luna. "Lo emang suka dikayak tadi ya?"
"Iya. Gak enak sebenernya." Orang lain mungkin ingin menjadi cantik, tapi semua itu ada buruknya juga. Contohnya kayak Luna tadi. Untungnya tidak ada yang terobsesi dengannya.
"Catcalling sih itu."
Luna mengangguk. "Iya tahu."
"Tapi enak sih jadi cantik. Apalagi beauty privilege itu beneran ada," ujar Zahra.
Luna menatap Zahra. "Nggak juga. Yang menarik gak harus cantik."
"Gue cantik gak Lun?"
"Cantik," angguk Luna.
Zahra tersenyum. "Aduh salting gue."
Luna mendengkus. "Apa sih? Lo emang cantik. Bulu mata lo bagus, lentik gitu. Eyelash ya?"
"Nggaklah. Tapi serius?"
Luna mengangguk. "Iya. Ayo."
Mereka melangkah keluar, berjalan di koridor. Terlihat sekumpulan anak laki-laki di depan. "Aduh Lun, makin banyak aja."
"Baris woy, kasih jalan!"
Mereka berbaris menghadap jalan untuk Luna. "Lun, Aran suka sama lo, Lun!"
Luna menghela napas. Ia berpegangan dengan Zahra. "Lun, kok gue takut ya?" ucap Zahra pelan.
Mereka melangkah melewati kumpulan laki-laki itu. Para lelaki itu berdiri tegak. Setelahnya mengikuti Luna di belakang. "Kawal jangan sampe lecet!"
Zahra menoleh ke belakang. Para lelaki itu mengikuti mereka sambil baris berbaris. "Lun, mereka ceritanya ngawal lo," kekeh Zahra.
"Jangan dilihat."
Zahra terkekeh. "Nyampe ke depan kelas deh."
Para lelaki itu mengikuti Luna sampai ke depan kelas. "Tuh, kan, Lun, ngakak gue," ujar Zahra terkekeh.
"Diem, Ra, dilihatin Pak Janu lo."
Mereka berdua kembali duduk di kursi masing-masing.
"Kenapa?" tanya Disa.
"Biasa kelas sebelah."
"Oh. Nanti malem main yuk."
"Gak bisa, ada tamu soalnya."
Disa mengangguk. "Oke."
"Ini sudah semua?" tanya Pak Janu.
"Udah, Pak!"
Pak Janu menatap Luna. "Luna, tolong bagiin."
Luna mengambil buku yang sudah dinilai, lalu membagikan ke yang punya. Ia melangkah ke Genta, Haru, lalu Shaka. Shaka menahan tangan Luna. "Sayang sayang sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Vibes
Roman pour Adolescents[MS 2 | PART LENGKAP] "Gue saranin, gak usah suka sama temen sekelas." Gara-gara satu kelompok dengan Luna, Shaka tiba-tiba jatuh hati pada gadis itu. Gadis cantik yang selalu cerah ceria dan ramah ke setiap orang, membuat Shaka memandangnya penuh k...