.
.
.Fabian kesulitan menata fokusnya. Ketika raga pemuda itu berada di sini, di dalam sebuah cafe bersama Ayudia, pikirannya justru melanglang buana. Menerawang jauh ke satu titik di mana terbayang-bayang wajah Anaya.
"Kak Ian ngelamun terus, lagi mikirin apa?" Dan Ayudia yang kelewat perasa tentu dapat dengan mudah menangkap gelagat ganjil kekasihnya.
Si tampan berdeham sambil mengelus puncak kepala Ayudia. "Gapapa, Di."
Ayudia memicing, sukar percaya pada perkataan Fabian yang memang terdengar kurang meyakinkan. Ia simpan sendok yang semula dipakainya untuk menyuapkan potongan cheese cake, lantas memusatkan seluruh fokus pada wajah Fabian. "Maaf kalau aku sok tau, tapi kamu keliatan gak nyaman. Sejak kita duduk di sini, kamu bahkan gak ngajak aku ngobrol. Di rumah lagi ada masalah, ya? Mau cerita sama aku?"
Fabian bergeming, hanya bibirnya yang melengkung kian lebar. Tebakan Ayudia akurat, tetapi Fabian mustahil berbagi cerita, sebab jika iya maka kecemasannya pada Anaya akan melukai perempuan di sampingnya ini.
Jadi sekali lagi gelengan dijadikan balasan, Fabian enggan menyakiti untuk ke sekian kali. "Aku gapapa, kok. Beneran. Cuma agak capek abis futsal kayaknya, makanya kurang fokus."
Ayudia terdiam, menatap lekat mata Fabian, mencari kesungguhan. Usai beberapa saat memperhatikan wajah sang kekasih, perempuan itu lantas melepas tawa pelan seraya menjatuhkan pandang pada potongan cheese cake yang tinggal separuh lagi.
"Di, ada yang mau aku tanyain."
"Apa?"
Fabian diam sebentar, menatap ragu pada Ayudia. Namun, saat si cantik mengusap lengannya lantaran tahu ada bimbang di mata Fabian, maka pemuda itu pun berkata, "Kamu pernah ada hubungan sama Noah?"
Ayudia tak kelihatan terkejut, malah mengulas senyum manis. Namun, Fabian menyadari ada setitik sendu yang mendadak terbit di manik mata gadis itu. "Enggak pernah, Kak. Yang aku punya sama dia itu cuma histori buruk. Dia pernah bully aku tanpa alasan pas SMP dulu. Awalnya aku gak tau kenapa dia suka banget gangguin aku, sampai kemudian dia confess dan bilang kalau itu adalah cara biar bisa narik atensiku." Tawa hambar Ayudia jadi jeda. "Freak. Sumpah. Apa yang dia lakuin beneran gak masuk akal. Aku sampe pernah nangis saking keselnya sama dia, Kak. Kayak ... dia gila kali sampe mikir kalau dengan cara kayak gitu bisa bikin aku suka. Please, deh, gak ada sejarahnya korban bully suka sama seseorang yang merundungnya. Yang ada malah benci. Kak Ian bisa lihat sendiri aku berusaha banget menghindari Kak Noah, 'kan?"
Fabian yang terkejut atas informasi ini hanya bisa merespons dengan anggukan kaku. "Maaf kamu harus melalui hal gak menyenangkan kayak gitu, Di. And ya, he was so freak. Even untill now he is still freak as fuck."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Second Lead
Teen Fiction"Gue menaruh lo di puncak prioritas, sementara nama gue ada di urutan terakhir dari sekian hal penting dalam hidup lo. Gue yang menganggap lo terlalu berharga, atau cerita di antara kita memang enggak seistimewa yang gue kira?" Tentang Fabian yang...