27. Beliin!

357 56 4
                                    

Jadi begini rasanya ditunggui pacar saat latihan futsal. Well, gue seneng. Ya, walaupun sejak tadi Hagan dan Aji berisik menggoda Ayudia, iseng menanyainya kenapa mau-mau aja menerima gue. Pada kursi di salah satu sudut lapangan indoor ini, biasanya Anaya yang duduk sambil berseru menyemangati. Tapi sekarang berbeda. Tiap kali gue menengok ke sudut itu, si cantik berambut sebahu yang akan gue temukan. Dia selalu menyungging senyum yang kelewat manis pada setiap pertemuan mata kami. Kira-kira Ayudia sadar enggak ya kalau dirinya selucu itu? One of the cutest creature that I've ever seen in ma life. She looks like a bunny. My beloved cutest bunny.

Setelah nyaris setengah jam berlari ke sana-sini mengejar bola, gue pun menepi, memberi kesempatan pada Aji untuk bermain. Hagan mengekor di belakang gue dengan napasnya yang terengah-engah. Gue melirik ke satu titik, dan langsung berdecih kala mendapati Noah juga mengambil jeda ke sisi lapangan. Hari ini mood gue latihan agak jelek, pasalnya tiba-tiba Noah menunjukkan batang hidung di pertemuan rutin ekstrakurikuler futsal. Dulu, dia memang sempat aktif mengikuti ekskul ini sebelum fokus di ekskul basket karena jadi anggota inti.

Yang membuat naik pitam adalah, cecunguk jelek satu itu berkali-kali kedapatan mencuri pandang pada Ayudia. Gue enggak punya prasangka apa-apa sama Ayudia, percaya jika dia akan menjaga perasaan gue dengan benar. Masalahnya, Noah yang bikin gue sangsi. Lagatnya patut dicurigai. Enggak ada angin enggak ada hujan, dia tiba-tiba menginjakkan kaki di lapangan ini setelah sekian lama pergi.

"Mau pulang sekarang?" Gue bertanya setelah menerima uluran botol air mineral dari Ayudia. Dia menggeleng, senyumnya nggak luntur sama sekali.

"Eh, bagi, dong!" Hagan yang baru saja menempatkan diri di sisi gue berusaha menggapai botol dari tangan gue, tapi langsung saja gue tepis. Lalu tiba-tiba dengan baik hatinya Ayudia mengulurkan sebotol air mineral baru pada Hagan sambil tertawa. "Aduh, pacarnya Fabian emang paling oke!"

Hagan cengengesan, tangannya nyaris mendarat di kepala Ayudia semisal gue enggak sigap menahannya. "Nyet, ah!" protesnya. "Kan lo biasa elus kepala kalau ngerasa gemes sama Ayudia."

"Dih!" Gue hempaskan tangannya. "Cuma gue yang boleh! Lo siapa?"

Hagan manyun-manyun, berlagak merajuk. Geli. Pengin gue tampar. Dia sekali lagi mencoba menggapai kepala Ayudia, sekali lagi pula gue menangkisnya, kali ini gue tambah dengan cubitan sayang di pergelangan tangan. Dia enggak terima, maka adu mulut pun berlangsung di antara kami.

Seperti biasa, gue dan dia memang hobi mendebatkan useless things.

"Kak."

Panggilan lembut dari Ayudia membuat perdebatan gue dan Hagan berakhir. Gue menoleh, melempar senyum paling oke yang gue punya.

"Kenapa, Yang?"

Dan cewek itu kontan mengernyit. Ekspresinya kentara menunjukkan rasa geli. Sedikit senang juga, mungkin? Iya, soalnya pipi dia merona. Cantik banget pacar gue.

Gue terkekeh sambil mengacak ringan puncak kepalanya. "Kenapa, sih? Lucu tau, Yang. Atau mau pet name lain? Like ... babe? Or honey? Sweetheart?"

Ayudia malah melengos dengan kedua tangan menangkup pipi. Gue tertawa menyaksikannya tersipu. Ah, cewek cantik ini ... kenapa bisa punya aura innocent and mature at the same time?

"Diem, Kak Ian." Ayudia menggigit bibir bawah, sepertinya sedang menahan kuluman senyum. "Aku lebih suka dipanggil Di aja. Kayak biasa. Sorry tapi pet name gak cocok buatku. Kedengaran aneh. Tapi kalau kamu mau, yang 'Yang' bisa aku tolerir, sih. Haha ... dih, cemberut! Jelek banget!"

"Jelek-jelek gini pacar kamu."

"Enggak, pacarku ganteng."

"Aku ganteng?"

[✓] Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang