15. Cocok Gak?

566 74 4
                                    

Jangan jadi silent reader dong:')

***

Di malam Minggu ini, Anaya tumben-tumbenan mengusulkan ide untuk barbeque-an di halaman belakang rumah Fabian. Diiyakan Fabian dengan senang hati walaupun kejadian tadi pagi masih membekas di hati, masih bikin kesal juga tiap kali Fabian mengingatnya. Hagan dan Aji diundang biar suasana makin ramai.

Di teras, Bunda Lila dan Syaqilla sedang memotong buah-buahan. Anaya yang baru saja pulang dari minimarket dengan Fabian lantas bergabung. Sedangkan Aji dan Hagan tengah menyiapkan alat panggangan.

Anaya mendudukkan diri pada kursi di sebelah Bunda Lila, tangannya bertumpu pada meja guna menopang dagu. Ia perhatikan dua perempuan kesayangan Fabian yang fokus sekali mengupas Mangga dan Melon. Fabian sendiri kini sibuk mengeluarkan barang belanjaan dari kantung plastik, membuka bungkus bahan-bahan yang hendak di panggang untuk kemudian ia taruh ke atas nampan. Begitu beres dikeluarkan semua, ia pun mengantarkannya pada Aji dan Hagan.

Syaqilla yang menyadari seseorang tengah memperhatikannya pun lantas mengangkat pandangan dan melempar tatapan heran pada Anaya.

"Kenapa, Kak Nay?" tanyanya.

Yang ditanya malah pamer cengiran sambil menggeleng samar. Namun, kala Bunda Lila ikut mengarahkan tatap padanya, Anaya pun bersuara, "Nay selalu ngebayangin punya keluarga lengkap yang tiap malam Minggu ngelakuin hal kayak gini, Bun."

"Kak Nay~" Syaqilla langsung menyimpan pisau beserta buah di genggamannya dan beranjak menghampiri Anaya, memeluk gadis itu dari belakang. Ia sandarkan dagu di bahu Anaya. "Kak Nay jangan sedih, dong. Kita kan juga kayak keluarga. Qila izinin Kak Nay anggap Bunda Lila kayak bunda Kak Nay sendiri, kok."

Anaya terkekeh sembari mengelus lengan Syaqilla yang mengalung longgar di lehernya. "Kurang satu, La."

"Kurang sosok ayah, ya, Kak?"

"Heem."

Kedua gadis itu cekikikan. Sementara Bunda Lila yang sedari tadi sekadar menyimak lantas merespons dengan gelengan dan senyum keibuan. Beliau menyadari Syaqilla dan Anaya hanya bercanda, tetapi dalam candaan itu pasti terselip keinginan yang diharapkan mewujud nyata. Bunda Lila meletakkan potongan terakhir buah Mangga ke piring, lalu tangannya terulur mengelus sayang puncak kepala Anaya dan putri bungsunya secara bergiliran. Fabian, Hagan, dan Aji yang baru saja mendekat kontan mengernyit heran melihat Anaya dan Syaqilla malah peluk-pelukan. Hagan tadinya mau gabung guna mencari kehangatan, tetapi bokongnya langsung ditendang Aji dan Fabian.

"Kalian ngapain?" tanya Fabian pada dua orang yang masih betah pelukan.

Syaqilla menarik diri, setelahnya mengambil langkah untuk balik ke kursi yang semula dia tempati. "Lagi mengkhayalkan punya happy family."

"Ralat," kata Anaya. "Complete family."

"Sip!" Syaqilla menjentikkan jari.

"Agak dark, euy," gumam Hagan.

"Nay punya usul, deh, Bun." Gadis itu melirik Fabian sekilas, membuat Fabian mengernyit karena mendapati kilat jenaka di mata Anaya. "Gimana kalau Bunda sama papaku nikah aja?"

Fabian terbatuk hebat, Hagan langsung sigap menepuk-nepuk punggungnya, sementara Aji beringsut memalingkan wajah guna menyembunyikan tawa. Aji betulan pengin terbahak-bahak mendengar ucapan Anaya. Paham betul betapa terkejutnya Fabian barusan. Namun, meskipun hafal alasan di balik reaksi Fabian yang berlebihan, Aji bakal bersikap seakan tak tahu apa-apa. Sayangnya ketika tatapan Aji dan Hagan bertemu, dua orang itu tidak mampu menahan gelak. Mereka serempak memutar badan untuk memunggungi semua orang dan diam-diam cekikikan. Di sisi lain, Fabian masih berusaha menjernihkan pikiran. Jujur saja hatinya agak perih.

[✓] Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang