{empat belas}

691 24 0
                                    

Hai hai hai.
Ada yang kepo kenapa part kemarin, judul part nya aku kasih pake angka?. Jawabannya, Karna kalau aku tulis nya pake abjad, malah kena revisi hiks. Klo kena revisi, aku harus ngetik ulang, dan itu pasti beda sama yang pertama. Jadi, aku kasih  angka biar ga kena revisi.

Agak sulit di mengerti memang, sama seperti dirinya. Kadang hangat, kadang dingin. Begitu syulit.

Dahlah, segini aja cerita nya.
Happy reading all...

***

"Nak afzal?. Nama yang bagus, nama mu hampir sama dengan nama almarhum ayahnya aida." Ucap aprilia menerawang masa masanya bersama aflah dahulu.

Aida meletakkan tangan nya pada bahu bundanya. Mengelus nya dengan sayang, aida juga sadar bahwa nama afzal hampir sama dengan aflah.

Afzal hanya tersenyum tanpa mau memperkeruh  suasana. Dia mengambil secangkir wedang jahe yang di hatur kan, hitung hitung mengalihkan pembicaraan.

"Mm ... ini wedang jahe nya saya minum ya tan?"

"Ah, iya iya nak!. Silahkan di unjuk."

Afzal menyeruput wedang jahe itu. Jarang sekali dia meminum wedang jahe seperti ini.

"Bagaimana nak?"

"Enak!. Enak sekali tan, terimakasih tan. Saya jarang banget minum minuman wedang kayak gini."

Deretan gigi afzal terlihat. Aida sempat takjub, baru kali ini dia melihat afzal tersenyum selebar dan se tulus itu. Ah, makin kagum saja dirinya.

"Kalian dekat sudah lama?" Tanya daliya.

Aida menggeleng. "Ng-ngak ma!. Baru beberapa hari, iya kan kak?"

"Kenapa gugup gitu? Hm?" Goda daliya.

Dirinya masih mengingat ketika aida mengaku masih bingung dan takut akan rasanya kepada lelaki yang daliya dan aprilia yakini lelaki itu adalah lelaki yang kini ada di rumah nya.

Pasalnya, pipi cubby aida sedari tadi menampakkan semburat merah yang terlihat sangat gemas.

"Sepertinya hujan lumayan reda, saya pamit pulang dulu tante aprilia, tante daliya, dan .... Aida?" Pamit afzal.

Ketiga perempuan beda generasi itu berdiri kala afzal berdiri untuk pergi.

"Iya, iya, nak afzal. Jangan sungkan main ke sini." Tutur daliya.

"Iya, jangan sungkan jika ingin mampir kembali nak afzal." Tambah aprilia.

Aida di tambah malu dengan respon kedua ibu nya yang sangat welcome dengan sosok afzal.

"Bunda, mama ..." lirih aida.

Aprilia dan daliya terkekeh  melihat wajah malu yang di tampak kan sang putri.
Afzal yang tidak mengerti hanya tersenyum saja.

CRUSH {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang