{empat puluh}

1.2K 31 0
                                    

Huhuhuu part terakhir yok!.
Semangat!.

Happy reading all...

***

"Qabiltu nikahaha wâ tazwijaha alal mahril madzkur wa rodhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq."

Dalam sekali tarikan nafas, afzal berhasil mengucapkan kalimat sakral tersebut di hadapan penghulu, ryan sebagai wali, dan beberapa orang yang menyaksikan hari sakral keduanya.

"Sah?" Tanya pak penghulu.

"sah."

"SAHHHHHH BANGET!" teriak naadhira yang menyaksikan secara langsung acara tersebut.

Aida yang ada di dalam kamar pun tersenyum haru. Air matanya menetes membasahi ujung cadar putih yang di kenakan nya.

Tangan yang di lukis menggunakan hena itu menghapus air matanya. Sah sudah ia menjadi seorang istri dari afzal fatian shafiullah.

Lelaki yang di cintai nya diam diam dan hanya sahabat serta keluarga besarnya saja yang tau. Mungkin afzal juga mengetahui nya, karena aida tidak terlalu pandai menyembunyikan ekspresi saat bersama afzal.

Sembari menunggu afzal yang akan menjemputnya ke dalam kamar, aida terus menatap pantulan dirinya dari sebuah cermin.

Wajah nya yang terpoles make up tipis kini tertutupi kain cadar dengan beberapa bandrulan simple.

Gaun berwarna putih tidak mengembang terpasang membalut tubuh nya. Di atas kepala terpasang sebuah mahkota, dirinya menjadi seorang ratu dalam sehari ini.

"Ayah. Memang bukan ayah yang menjadi wali aida saat menikah, kakek ryan lah yang menjadi wali dari pernikahan ku. Meskipun tidak ada ayah di sini, aida tetap yakin kalau ayah hadir dan menyaksikan putri ayah yang kini sudah menjadi istri dari orang lain. Pernikahan aida memang tidak seperti pernikahan anak anak lain yang di hadiri ayah nya, aida tentu sangat menginginkan hal itu, tapi allah punya rencana yang mungkin lebih indah dari pada rencana yang di susun aida. Allah lebih dulu memanggil ayah hingga ayah tidak bisa menyaksikan secara langsung pernikahan aida. Meskipun begitu, aida tetap bahagia kok, ay. Dimana pun ayah, ayah akan ada di hati aida. I love you, ayah." Gumam aida.

Kepalanya tertunduk, pundak nya bergetar menahan tangis. Air matanya kembali merembes membasahi cadar nya kembali.

Aida berhenti menangis ketika dirinya mendengar bahwa pintu kamarnya di buka oleh sesorang.

Yakin bahwa yang masuk adalah afzal--suami nya, aida segera menghapus air matanya dan memberikan ekspresi se baik mungkin untuk menyambut sang suami.

Bundanya selalu berkata bahwa kita harus menjaga raut wajah ketika berada di hadapan sang suami.

"Assalamualaikum warohmatullah wabarakatuh, istri ku."

Aida tersenyum menyambut afzal yang terlihat tampan. Lelaki itu mengenakan jubah putih yang di padukan dengan sorban yang ada di pundak nya. Rambut hitam legam nya tertutup sebuah peci berwarna putih.

Senyum afzal tak jauh beda dengan aida, mereka sama sama menyunggingkan senyum bahagianya.

"Waalaikumsalam warohmatullah wabarakatuh, suami nya aida." Ucap aida malu malu.

CRUSH {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang