Three

48 6 1
                                    

Roky dan Jay terkejut mendengar pernyataan Glen, "Bos, lo beneran berhenti ngerokok? Bukannya di antara kita bertiga lo termasuk perokok aktif, ya?" tanya Jay tidak percaya.

"Hm, bener."

Roky menatap Glen tak percaya lalu, bertanya. "Sejak kapan?"

"Semalem," balas Glen jujur.

"Gila! Gak, gak percaya gue, masa sih Glen? Please, prank lo gak lucu, njir!"

"Gue gak minta kalian percaya," tukas Glen melipat tangan di depan dada sembari menatap datar teman-temannya.

"Bukannya gak percaya, Bos. Cuma yaa ... sulit aja dipercaya gitu, seorang Glen yang merupakan perokok aktif bisa berhenti ngerokok secepat itu tanpa ngerasa sakit atau batuk berat sedikitpun. Abang gue aja berhenti ngerokok sakit selama seminggu," ungkap Roky disetujui oleh Jay.

Ikbal yang berstatus murid baru di sekolah itu hanya bisa terdiam menyimak percakapan teman barunya sebab, dia tidak tau-menau tentang Glen ataupun teman-temannya yang lain secara mendalam karena mereka baru kenal.

"Gue ya gue, abang lo ya abang lo!"

Ucapan Glen hanya dibalas helaan napas panjang oleh Roky dan Jay, meresahkan memang berbicara dengan pria dingin, cuek, bodo amatan, tidak mau kalah, plus irit bicara seperti Glen Gevaro George ini, butuh kesabaran ekstra pokoknya mah.

Keheningan melanda keempat remaja yang sedang bolos itu, Glen yang sedang menikmati angin sepoi seraya menikmati pemandangan ramainya kota Jakarta dari rooftop. Tatapannya memang tertuju pada jalanan kota Jakarta, tetapi pikirannya melayang ke mana-mana. Entah apa yang dia pikirkan, hanya Author, Tuhan, dan Glen saja yang tau.

Jay yang asik dengan rokok di sela jari tengah dan jari telunjuknya, Roky yang sibuk memainkan handphone berlayar di medsosnya, dan jangan lupakan Ikbal yang sibuk membalas semua chat wanita-wanita di aplikasi Instagramnya, yaa maklumi sajalah yaa si playboy cap kakap itu.

Glen menyudahi pikirannya yang semakin kacau lalu, pria itu mengajak ketiga sahabatnya untuk pergi ke kantin memenuhi permintaan cacing di perut mereka seraya menghilangkan penatnya hati dan pikiran yang semakin membuat Glen tertekan lagikan merasa sesak teramat dalam.

"Buk, pesan bakso dan es jeruk kaya biasa empat porsi, yaa!" seru Jay yang diangguki oleh Ibu kantin.

"Glen, lo kenapa? Ada masalah?" Pertanyaan Ikbal membuat Glen yang kembali berlarut dalam pikirannya tersentak.

"Gak," balas Glen singkat.

"Kalau ada masalah lo bisa cerita ke kira-kira, Glen. Bukannya kita sahabat, ya? Sahabat bukan hanya bersama dalam keadaan senang, tetapi dalam keadaan susah pun kita harus bersama, ye gak Ky, Jay?" Roky dan Jay menyetujui ucapan Ikbal.

Glen tersenyum tipis nyaris tak terlihat, "Gue gak papa dan gak lagi dalam masalah, sans."

"Bibir lo bicara gitu, tapi tatapan mata lo sebaliknya, Glen!" tukas Ikbal.

"It's okey, Bal. Don't cry, gue gak papa."

"Okey, kalau lo udah siap cerita, kita siap dengerinnya. Apa pun masalah lo, hadapi dengan kepala dingin dan setahun segalanya sama Allah Swt, Glen. Lo gak sendiri, kita bertiga dan Allah Swt akan selalu ada di sisi lo."

"Hm, thanks guys!"

"Udah, makanan udah dateng, waktunya makan dan not mellow-mellow club, guys!" seru Jay mencairkan suasana.

***
"Lagi dan lagi kamu telat pulangnya, ke mana aja kamu, hah?" bentak seorang pria paruh baya kala melihat Glen baru saja menginjakkan kakinya di ruang tamu.

"Gak ke mana-mana, habis ada les tambahan tadi!" Glen membalas dengan raut datar sembari menutup mata kuat-kuat kala melihat benda yang dibawa pria paruh baya di hadapannya.

Ctar!
Ctar!
Bugh!
Bugh!

Sakit rasanya kala cambuk itu mengenai tubuhnya, tetapi rasa sakit itu tak sebanding dengan sesak di hatinya yang harus menerima cambukan, pukulan, dan kekerasan fisik lainnya dari sosok yang begitu disayang dan dicintainya. Yah, kekerasan fisik selalu Glen dapatkan dari pria paruh baya itu yang sialnya adalah papa kandung Glen sendiri, hal itu berlangsung sejak hubungan kedua orang tuanya renggang dua belas tahun lalu.

"Berani sekali kamu berbohong kepada Papa, Glen! Jelas-jelas beberapa teman kamu sudah ada yang pulang sejak dua jam lalu, ke mana saja kamu, hah? Jawab Papa!" bentak Jack penuh emosi semakin mencambuk keras tubuh Glen yang semakin melemah.

Cras!
Ctar!
Bugh!
Bugh!

Glen hanya bisa pasrah dan tidak menjawab pertanyaan papanya, remaja itu terdiam membisu di tempatnya dengan sesekali meringis kesakitan menerima cambukan dan pukulan itu. Mengabaikan darah yang menembus seragam putranya, Jack semakin menggila dengan memukul habis-habisan putranya.

Entah ke mana perginya akal sehat  dan perasaan pria paruh baya itu, kejadian masa lalu membuat perasaan dan sikap kemanusiaan Jack mati ditelan waktu. Setelah puas dengan hukumannya pada Glen, Jack menatap tajam putranya dan menyudahi pukulan membabi-butanya itu.

"Sekali lagi kau berbohong dan terlambat pulang, jangan harap kau bisa lolos dari hukuman Papa yang bahkan bisa lebih parah dari ini. Camkan itu baik-baik, Glen!" sarkas Jack yang kemudian pergi dari hadapan putranya.

Dengan susah-payah Glen bangkit dari tempatnya dan menatap miris penuh akan luka dan kekecewaan mendalam pada tubuh papanya yang menghilang di balik tangga.

"Segitu gak berguna dan gak berharganya Glen di mata papa sehingga Glen harus menderita seperti ini. Apa salah Glen sama papa? Kenapa papa lakuin ini sama Glen? Glen anak papa, harusnya Glen yang marah sama papa dan bukannya papa yang marah sama Glen ...," lirih Glen tanpa sadar matanya mengeluarkan cairan bening.

"Ini semua terjadi karena wanita murahan itu, jika saja dia tidak berulah, Glen gak akan hidup sengsara kaya gini. Lihat saja, jika sampai wanita itu kembali muncul di hadapan Glen, Glen akan habisi dia dengan tangan Glen sendiri, persetan dengan dirinya yang merupakan ibu kandung Glen!" desis Glen penuh amarah dan kebencian.










Next jangan?

Bad Boy Secret (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang