Four

42 5 0
                                    

Setelah mengobati luka cambuk dan pukulan di tubuhnya dengan bantuan Bi Sari yang merupakan  asisten rumah tangga keluarga besar George, Glen merebahkan dirinya dengan perlahan dibantu oleh Bi Sari karena rasa sakit di tubuhnya membuat Glen tak dapat bergerak secara bebas.

"Den, Aden sebaiknya tiduran dulu ya, nanti saat makan malam akan Bibi bangunkan. Maaf ya Den, Bibi teh gak bisa bantu Aden pas Aden dipukuli habis-habisan sama tuan Jack," ujar Bi Sari merasa bersalah.

"Gak papa, Bi. Saya gak mau kalau nantinya Bibi bantu saya malah Bibi yang kena imbasnya dan dipecat sama papa saya, Bibi tau sendiri gimana gilanya papa saya selama ini setelah masalah dua belas tahun lalu. Jadi, Bibi gak perlu minta maaf dan ngerasa bersalah gitu," sahut Glen tersenyum tipis.

"Semoga saja tuan Jack segera sadar, ya Den. Saya teh gak tega liat Aden setiap harinya disiksa sama tuan Jack," harap Bi Sari tersenyum lembut.

"Saya gak yakin, Bi."

"Aden teh gak boleh ngomong gitu, hal yang harus Aden lakuin sekarang adalah mendoakan tuan Jack semoga segera sadar dan gak kasar lagi sama Aden," nasehat Bi Sari lembut.

Apa iya, papa bisa bersikap lembut penuh kasih sayang ke gue seperti dulu, di mana masalah itu belum datang di tengah keluarga ini? Gue rasa ... mustahil hal itu akan terjadi, –batin Glen miris.

"Terima kasih, ya Bi. Sekarang cuma Bibi yang Glen punya, Glen bersyukur Bi Sari ada di sisi Glen setiap saat menggantikan posisi ibu kandung Glen yang gak tau diri itu. Tanpa Bibi, mungkin Glen udah lama mati dan mungkin Glen .... "

"Sshhht ... Aden gak boleh ngomong gitu, ah! Udah tugas Bibi untuk selalu ada di sisi Aden, Bibi dibayar untuk mengurus rumah dan Aden juga."

"Terima kasih sekali lagi, Bi!" seru Glen tulus sembari tersenyum. Bi Sari yang melihat senyum anak majikannya pun merasa bahagia, sudah lama sejak renggangnya hubungan tuan dan nyonya–nya di masa lalu, bi Sari tidak melihat senyum manis anak majikannya yang tampan itu.

"Yaudah, Aden tidur ya ... nanti Bibi panggil kalau makan malam sudah siap. Aden sudah shalat ashar?"

"Sudah, Bi."

"Yaudah, Bibi keluar dulu, ya Aden."

"Iyyaa, Bi."

***
Sinar rembulan hadir di malam yang kelam ditemani oleh bintang untuk menyinari gelapnya malam, tetapi remaja SMA itu masih asik bergelung di dalam selimut menyusuri alam bawah sadar yang tampak lebih menarik dan menyenangkan dibandingkan alam nyata. Tak lama, suara ketukan pintu dari luar mengusik mimpi indah remaja tersebut.

Tok ... tok ... tok ....

"Aden, ayo bangun, Den. Udah waktunya makan malam!" Seruan dari luar kamar membuat mata indah beriris coklat itu terbuka secara perlahan dan menyesuaikan cahaya yang berlomba-lomba masuk melalui retina matanya. Remaja itu adalah Glen, sengaja dia tidur kembali setelah shalat maghrib karena rasa sakit di tubuhnya masih begitu terasa sampai saat ini.

"Masuk aja, Bi! Pintunya gak Glen kunci, kok!" balas Glen sedikit berteriak.

Ceklek.

"Aden, udah waktunya makan malam, ayo turun! Bersih-bersih dulu dan turun ya, udah ditunggu tuan Jack di ruang makan soalnya."

"Papa?" beo Glen mengangkat sebelah alisnya.

"Iyyaa, Den. Tuan Jack nunggu Aden di bawah untuk makan malam bersama, ayo atuh turun ke bawah, ya ... siapa tau ini awal yang baik untuk hubungan Aden dan tuan Jack ke depannya."

"Nggak deh, Bi. Bilang aja Glen udah makan sebelum dia datang, Glen males turun. Badan Glen masih sakit semua, buat jalan aja rasanya agak susah," tolak Glen halus.

Mendengar kata sakit, Bi Sari menatap khawatir Glen dan menyentuh dahi anak majikannya itu dengan punggung tangannya. Dirasa tubuh Glen demam, Bi Sari semakin merasa khawatir.

"Den Glen teh demam ini, biar Bibi bawakan nasinya ke sini dan habis itu Aden makan sama minum obatnya biar demamnya turun, ya. Bibi akan bilang aja kepada tuan Jack bahwa Aden teh lagi sakit," tutur Bi Sari.

"Gausah bilang ke papa kalau saya sakit, Bi. Percuma juga, dia gak akan pernah peduli sama saya, sejak kecil saya sakit siapa yang khawatir dan mengurusnya? Bibi, 'kan? Papa sama mama? Mereka mana peduli," balas Glen tertawa sumbang.

Sekedar info, Glen bersikap dingin, cuek, berwajah datar tanpa ekspresi di mana pun dan kepada siapa pun yaa meskipun sama papanya sendiri, kecuali di kepada Bi Sari yang merupakan asisten rumah tangga keluarga besar George sekaligus pengasuhnya sejak Glen masih kecil. Sehingga, Glen tidak bisa menyembunyikan ekspresi dan perasaannya pada Bi Sari karena wanita itu bisa menyadari setiap raut wajah anak majikan tampannya.

Back to Glen and Bi Sari :)

"Bibi bilang aja saya sudah makan, setelah papa masuk ke kamarnya baru deh, Bibi bawain Glen makanan sama obatnya."

Menatap prihatin, Bi Sari menjawab, "Yaudah kalau gitu, Bibi ke bawah dulu dan Aden siap-siap untuk shalat isya', ya!"

"Siap, Bi."

Ya Allah ... sadarkanlah majikan hamba yang keras itu, ya Allah ... hamba prihatin kepada anak majikan hamba yang setiap hari selalu mendapatkan kekerasan fisik dari papanya. Ingin rasa hamba menolong, tetapi apalah daya ... hamba hanya asisten rumah tangga di rumah ini dan tak bisa berbuat lebih untuk menolong anak majikan hamba itu, –batin Bi Sari menatap wajah tampan Glen.

Setelah menutup pintu kamar Glen, Bi Sari menuruni tangga dengan perlahan, Jack yang mendengar suara tapak kaki langsung menatap bi Sari dengan alis yang terangkat sebelah seakan bertanya pada bi Sari tentang Glen.

Bi Sari yang paham akan tatapan tuannya langsung berkata, "Saya lupa mengatakan ini, Tuan. Sebelum Tuan Jack datang tadi, den Glen sudah bangun dan makan terlebih dahulu karena sepulang sekolah tadi, aden belum makan apa pun."

"Begitukah?"

"Iyyaa, Tuan."

"Yaudah kalau gitu," ucap Jack yang dibalas anggukan oleh Bi Sari.

"Maaf Tuan, saya izin ke dapur untuk membereskan cucian kotor terlebih dahulu, permisi."

"Hm, silakan."




















Maaf kalau partnya tidak sesuai harapan kalian, ya guys ya ....

Next jangan?

Bad Boy Secret (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang