Twenty Eight

21 4 0
                                    

"Assalamualaikum."

"W ... waalaikumussalam, Abang ... Glenn?" Balasan melirih itu mengalihkan perhatian Glenn yang semula mengunci pintu teralih pada sosok wanita berbadan dua yang kini menatapnya takut dan penuh rasa.

"Heum?"

Luna menundukkan kepalanya dengan tangan yang memilin pakaian tidurnya. "M ... maaf, Bang. Lun ... Luna udah ngecewain Abang Glenn, jujur ... Luna gak mau ini semua terjadi sama Luna. Akan tetapi, apalah daya? Saat itu Luna sendiri dan teman-teman Luna keluar meninggalkan Luna dan cowok bejat itu di rumah ..., " lirih Luna mulai terisak.

Glenn menghela napas panjang, kaki panjangnya melangkah cepat menuju sofa tempat Luna duduk dengan kepala yang senantiasa menunduk takut. Glenn mengangkat dagu Luna dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, "Seorang wanita terhormat tidak boleh menunduk, nanti mahkotanya jatuh, heum?"

"Ab ... Abang ... maaf ... maafin Luna ... Luna kangen Abang ... maafin Luna ..., " isak Luna memeluk Glenn erat dan pastinya dibalas oleh pria itu.

"Bisa ceritakan kejadiannya, heum?" tanya Glenn yang dibalas anggukan oleh Luna. Kejadian mengerikan yang mengundang trauma berat padanya pun kembali diceritakan oleh Luna dengan isak tangis dan pelukan yang semakin mengerat sebagai tanda bahwa wanita itu begitu terluka kala mengingat kejadian kelam yang merenggut kehormatan serta menghancurkan masa depan yang telah dia susun sebaik mungkin.

"Siapa?"

Deg!

Luna kembali menunduk tanpa mau menjawab pertanyaan Glenn, Glenn yang paham ketakutan Luna kembali mendekap erat adiknya bak berkata bahwa segalanya akan baik-baik saja dan pria bejat itu akan mendapatkan akibat dari apa yang dia perbuat.

"Katakan, siapa dia? Abang pastikan Luna akan aman jika Luna kasih tau siapa pelakunya, karena Abang akan pastikan dia mendapatkan ganjaran setimpal dari apa yang dia lakukan sama Luna. Jangan sembunyikan atau lindungi pria bejat itu, Sayang!"

Dengan terbata, Luna mulai mengungkap siapa pelakunya sehingga rahang Glenn mengeras dan tangan mengepal erat yang menandakan pria itu begitu emosi. "V ... Viraz, di ... dia yang udah hancurin hidup Luna, Bang!"

Glenn berusaha mengatur deru napasnya yang tak beraturan dan menekankan matanya tanpa berniat melepaskan pelukan mereka. "Yaudah, masalah Viraz biar Abang yang urus dan kamu jangan terlalu banyak pikiran, okey? Abang gak mau terjadi apa-apa sama kamu dan keponakan Abang, istirahat ya?"

Luna menggelengkan kepalanya, "Kenapa, heum? Luna butuh sesuatu?"

Menyadari kepekaan Glenn, mata Luna memancarkan binar bahagia. "Luna mau sate, tapi bumbunya pizza. Boleh?"

Damn!

"Sayang, Abang belikan sate biasa di depan komplek, ya?"

"Gak mau, Abang ... Luna maunya sate bumbu pizza ... Luna gak mau sate biasa di depan komplek ..., " rengek Luna melepaskan pelukan mereka seraya menggoyang-goyangkan lengan kekar sang Abang.

Bocil kurang ajar! Anying memang! Nyesel gue tawarin, di dalam rahim aja lo nyusahin, gimana udah keluar nantinya? –gerutu Glenn dalam batin. Tentu dalam batin, jika gerutuan itu dia keluarkan, maka jangan harap bumil satu itu tidak menangis.

"Luna Sayang ... mana ada sate bumbu pizza? Gak ada, Dek ... yang lain deh, yang lain!"

"Gak mau, Abang ... Luna maunya itu ... ada gak ada pokoknya harus ada, titik!"

Ya Allah ... kuatkanlah iman dan kesabaran hambamu yang dalam keadaan menyedihkan seperti ini.

"Okey, Abang belikan."

Bad Boy Secret (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang