Thirty Nine

73 3 0
                                    

"Iyakah? dia suka nendang?"

"Iyya, Kak."

"Gimana rasanya hamil, Luna?" tanya Safana.

"Sakit, tapi menyenangkan. Sakit pas kita ngerasain kram karena banyak pikiran, ada masalah, lagi sedih, dan pas baby nendang, tapi menyenangkan karena kita bisa merasakan bagaimana pertumbuhan si kecil secara bertahap. Luna gak nyesel hamil dalam keadaan gini, mungkin awalnya Luna kecewa, sedih, dan kacau, tetapi pada akhirnya Luna sadar serta ingin mengucapkan terima kasih pada Viraz dan takdir Allah, karena berkat keduanya Luna bisa merasakan perjuangan seorang Ibu, meskipun di waktu nan keadaaan yang tak tepat sih."

"Kamu hebat, Kakak yakin keluarga dan anak kamu bangga memilikimu, Luna."

"Udah ah ... kok malah mellow gini? Ke kamar yuk Kak, kita lanjut perbincangan hangat di kamar Luna!"

"Okey."

Mereka berjalan beriringan menuju kamar Luna yang terletak tepat di sisi kamar tamu yang kini menjadi kamar milik Safana untuk sementara waktu. Sebab, setelah menikah nanti, kamar Glenn akan menjadi kamar Safana pula sebelum mereka pindah rumah ... mungkin?

Sesampainya di kamar Luna, Safana meletakkan nampan di tangannya di atas kasur, tepat di tengah-tengah mereka. Dengan tangan yang melipat di depan perut, Safana menatap hangat calon adik iparnya, heum ... Safana masih tidak menyangka bahwa pria yang dulu digilai dan dikejar-kejar olehnya akan menjadi suaminya minggu depan.

"Kak!" Seruan Luna mengejutkan Safana yang hendak tenggelam dalam khayalan penuh kebahagiaan di alam bawah sadarnya.

"Maaf, jadi ... Luna mau minta apa sama Kakak?"

Luna memilin daster rumahannya dengan wajah yang menunduk sedih seakan jika dia mengatakan keinginannya, maka jawaban yang tak ingin dia dengar akan terucap oleh bibir pink calon kakak iparnya.

"E ... eum ... Luna ... boleh minta Kakak untuk tetap tinggal di sini bareng Luna setelah nikah sama abang? Lu ... Luna cuma gak mau pisah sama abang, Luna gak mau nantinya abang tidak memiliki waktu luang untuk Luna dan papa lagi. Kalau kalian tetap tinggal di sini setelah nikah ... pastinya setiap pulang kerja abang akan punya waktu luang untuk Luna, papa, termasuk Kak Safana di malam hari."

"Kalau untuk masalah itu, Kakak gak ada hak untuk menentukannya, Luna. Semua keputusan akan pindah atau menetap ada di tangan Glenn, coba kamu bicarakan hal ini sama abang kamu. Kamu adik kesayangannya, mungkin Glenn akan mendengarkan dan mengiyakan permintaan kamu," balas Safana tersenyum hangat.

"Luna takut abang gak mau dan tetap memilih pindah, bisa Kakak aja yang bicara setelah kalian melaksanakan akad minggu depan? Sebab, kalau sekarang gak mungkin karena kalian dalam masa pingitan," ujar Luna menatap Safana dengan mata berkaca-kaca.

"Akan Kakak coba bicarakan nanti, Luna jangan nagis dong! Nanti anak kamu akan sedih juga di dalam sini," kata Safana mengelus perut Luna yang semakin membuncit di usia kehamilannya yang menginjak sembilan bulan.

"Promise?"

"Promise!"

●●●

"Uncle Glenn jelek, bau acem!"

"Andra bau sapi!"

"Uncle Glenn nyebelin!"

"Of course, Uncle Glenn memang ganteng!"

"Nggak, Uncle gak ganteng! Uncle jelek kaya monyet!"

"Heh! Siapa yang ajarin?"

"Bodo amat, dasar tua bangka jelek!"

"Wah ... minta dihajar ni bocil rese satu! Awas kamu, yaaa Uncle Glenn sunat Biar Andra gak bisa jalan!"

Bad Boy Secret (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang