Twenty Nine

24 3 0
                                    

Glenn menghela napas panjang, andaikan mengutuk adik sendiri diperbolehkan, maka sudah dirinya lakukan sejak mengetahui kehamilan sang adik. Bagaimana dia tidak ingin mengutuk Luna jika wanita berbadan dua itu suka sekali memperlakukannya dengan mengkambinghitamkan janin tak berdosa untuk mempermalukan serta merendahkan harga dirinya.

Seperti saat ini, ingin rasanya Glenn mengutuk dan menyantet sang adik karena permintaan aneh yang mustahil untuk dilakukan olehnya.

"Abang ... ayolah, Bang ... mau ya? Ya, ya, ya?" rayu Luna menunjukkan puppy eyes–nya.

"Nggak, ya Luna! Abang gak mau!"

"Abang ... ini permintaan keponakan Abang, loh! Masa gak mau nurutin? Emang Abang mau punya keponakan ileran?"

"Gak usah boong! Mana ada kaya gitu? Sudahlah, Abang mau tidur!"

"Abang .... "

"Nggak, Luna!"

"Abang mah gitu ... nyebelin!"

"Bodo amat gak peduli!"

"Abang!" pekik Luna mengejutkan bu Sari yang berada di dapur.

Dari arah dapur, tampaklah wanita paruh baya itu lari tergopoh-gopoh dengan spatula di tangannya. "Ada apa? Kenapa? Ada yang sakit?" tanya bu Sari beruntun.

"Ibu, abang Glenn nyebelin, masa!"

Bu Sari menghela napas panjang, "Ya Allah, Ibu kira ada apa. Nyebelin kenapa?"

"Luna kan pengen sesuatu, masa abang gak mau nurutin. Luna kan jadi kesel!" adu Luna menampakkan wajah sedihnya.

"Glenn!"

"Gak mau, Ibu! Yakali Glenn harus pakai daster cewek ke supermarket depan, mau ditaruh di mana wajah dan harga diri Glenn yang tinggi, Ibu!" seru Glenn dari dari atas tangga.  Niat hati ingin mengambil minum di dapur malah mendengar aduan sang adik dan teriakan ibunya, huft ... menyebalkan sekali menghadapi ibu hamil satu ini!

"Hah? Ke supermarket pake daster? Kamu ... yakin, Luna?" kejut Bu Sari menatap penuh tanya putrinya yang diangguki oleh sang pemilik nama.

"Kamu gak kasian sama Abang kamu, Sayang? Lagipula diharamkan seorang pria berperilaku layaknya wanita, apa kamu mau Abang kamu dilaknat dan disiksa oleh Allah Swt di akhirat nanti, Sayang?" tutur Bu Sari lembut.

"Gak mau, Ibu!"

"Tuh, dengerin apa kata Ibu! Lo ya, kalau minta sesuatu itu yang wajar dong!"

"Maaf," cicit Luna.

"Glenn, jangan kasar sama adikmu!" peringat Bu Sari kala melihat tatapan Luna yang berkaca-kaca.

"Maaf, Ibu. Habisnya Luna gak mikir dulu sebelum minta sesuatu selama hamil, ini permintaan Luna yang gak wajar untuk ke sekian kalinya. Kalau Glenn gak tegas, mana mau Luna dengerin Glenn? Yang ada dia malah nangis, mogok makan, dan gak mau keluar kamar."

"Apa pun itu, Nak. Jangan bersikap kasar terhadap adikmu, tegurlah ia dengan baik kala dirinya melakukan kesalahan! Bukankah seorang Abang adalah panutan bagi adiknya? Bijaklah dalam memilih kata-kata, putraku!"

Glenn menghela napas panjang lantas, pria itu melangkahkan kaki panjangnya mendekati sang adik dan mengelus rambut adiknya dengan lembut nan penuh kasih sayang. "Maaf, harusnya Abang gak kasar sama kamu. Hanya ... jika kamu memang menginginkan sesuatu, pikirkanlah segalanya, Dek. Meskipun itu keinginan anakmu, tetapi haruslah kau pikirkan konsekuensi yang ada untuk segala permintaan dan perbuatan tersebut, Adek paham?"

Luna mengangguk, "Paham, maafin Luna, Abang. Maaf ... Luna gak akan maksa Abang nurutin kemauan Luna jika itu berlebihan lagi," lirih Luna kemudian berlalu dari hadapan Glenn dan bu Sari.

"Glenn salah?" tanya Glenn menatap malaikatnya.

Bu Sari tersenyum lembut, "Anak Ibu emang salah! Glenn, menegur perempuan, apalagi ibu hamil haruslah dengan tutur kata yang baik lagikan lemah lembut, perasaan mereka sensitif dan mudah tersinggung. Jadi, pandai-pandailah dalam memilih kata serta nada dalam perkataan, okey? Ibu ke dapur dulu, temui dan minta maaflah kepada adikmu!" Glenn hanya mengangguk paham dan melangkahkan kakinya menuju kamar sang adik dengan langkah lebar.

Tok ... tok ... tok ....

Langkah Glenn terhenti seketika kala suara ketukan pintu dari luar rumah, langsung saja pria itu memutar tubuhnya dan berjalan menuju ruang tamu setelah ia berteriak meminta sang tamu untuk menunggu dibukakan pintu.

Ceklek.

"Ikbal?"

"Tumben ke sini sendirian? Duo kunyuk ke mana? Gak lo ajak atau mereka sibuk atau ... mereka lagi di jalan?" tanya Glenn beruntun. Glenn heran sebab, sahabatnya satu ini tidak pernah ke kediaman Keluarga George seorang diri, pastinya ia ke sini bersama dua kunyuk—Jay plus Roky—dan kedatangan mereka pasti atas titah Glenn sendiri yang menyuruh datang.

"E ... eum ... gu ... gue boleh masuk dulu, gak?" Entah mengapa melihat tatapan Glenn yang tampak bingung plus mengintimidasi berhasil membuat Ikbal gugup seketika.

"Oh, silakan masuk!"

"Jadi?"

"Gu ... gue ke sini sendiri aja, gak ngajak Jay dan Roky. Kedatangan gue juga ... ada hal yang harus gue bicarakan sama lo sebelum sama orang yang bersangkutan."

Glenn semakin bingung akan pernyataan Ikbal, "Tunggu, kenapa lo gugup? Dan ... orang yang bersangkutan? Maksud lo apa? Hal apa yang mau lo bicarakan?"

Ikbal menghela napas panjang guna menghilangkan gugup yang mendera dirinya, bahkan keringat dingin mengucur dari dalam dirinya tanpa dapat dikendalikan olehnya. "Glenn, gue boleh minta restu, gak?"

"Hah?"




















Next jangan?

Bad Boy Secret (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang