Five

39 5 1
                                    

Saat ini, Roky, Jay, dan Ikbal tengah berkumpul di tempat tongkrongan mereka seperti biasa sebelum mereka berangkat ke sekolah bersama-sama dan menguasai jalan tentunya bersama sang Raja Jalanan. Namun, ada satu hal yang membuat mereka bingung sekaligus khawatir.

"Ky, lo ngerasa aneh, gak sih?" tanya Jay yang dibalas raut bingung di wajahnya.

"Aneh gimana?"

"Glen, gak biasanya dia telat setiap paginya. Malahan, dia yang lebih dulu sampai di tongkrongan sebelum kita, ya 'kan?"

"Eh, iya juga ya. Gue baru sadar, si bos biasanya paling dulu dateng sebelum kita berdua, tapi ... Kok sampe sekarang belum dateng? Apa kesiangan, ya?"

"Gak mungkin, Glen tipe orang yang kalau begadang pasti bangun pagi karena tu anak gak pernah mau lepas dari ibadah wajibnya, yaitu shalat subuh."

Ikbal terdiam menyimak percakapan Roky dan Jay, "Gue punya firasat buruk," tukas Ikbal dengan wajah seriusnya.

Jay dan Roky menoleh, "Maksud lo apaan, Bal?"

"Kayanya kita semua harus ke rumah Glen sekarang, deh. Bukannya mau sombong atau apa ya ... cuma selama ini firasat gue gak pernah salah, lebih baik kita ke rumah Glen sekarang. Ayo, buru!" balas Ikbal menaiki motor kesayangannya dengan tergesa-gess diikuti kedua temannya.

Entah kenapa, mendengar perkataan Ikbal beberapa saat lalu, berhasil membuat rasa khawatir menyeruak begitu saja dalan diri Roky dan Jay. Meskipun mereka sedikit tidak percaya akan ucapan teman barunya itu, tetapi raut serius yang Ikbal tampakkan membuat mereka percaya bahwa firasat buruk Ikbal itu menyatakan telah terjadi sesuatu pada bos mereka.

Sesampainya di depan gerbang mansion Keluarga George, Ikbal memberikan titah. "Kita parkir di depan gerbang aja!"

"Okey!"

Bugh!
Bugh!
Ctar!
Crash!

"Berani sekali kamu berniat untuk tidak masuk sekolah, bodoh! Sudah saya katakan, jangan sesekali kamu berniat membolos ataupun berniat tidak masuk sekolah!"

Samar-samar, mereka bertiga mendengar suara cambukan, teriakan, dan pukulan dari dalam rumah, hal itu menguatkan dugaan Ikbal bahwa sesuatu buruk telah terjadi pada sahabatnya, yaitu Glen. Tanpa menunggu waktu lagi, ketiganya berlari masuk untuk menghentikan kekacauan yang terjadi di dalam.

"Astaga!"

Betapa terkejutnya mereka ketika masuk, hal pertama yang mereka lihat adalah wajah sendu menahan luka, amarah, dan kekecewaan Glen kala cambuk dan beberapa pukulan membabi-buta menyapa tubuh kekarnya dan itu semua disebabkan oleh pria paruh baya yang mereka yakini adalah papa kandung Glen.

"Om, berhenti, Om! Saya mohon berhenti, kasihani Glen, Om!" panik Ikbal, Roky, dan Jay mencoba menghentikan Jack yang gila itu.

"Siapa kalian? Jangan sesekali kalian mencampuri urusan saya! Menyingkir dari hadapan saya atau kamu akan tau akibatnya!"

"Nggak, bagaimana pun Om mengancam kami, kami gak akan pernah menyingkir dari hadapan Om, karena kami tidak rela sahabat saya diperlakukan layaknya binatang oleh siapa pun itu!"

Glen menatap sendu punggung sahabat-sahabatnya, remaja itu tak menyangka bahwa ketiga sahabatnya akan datang di waktu yang tak tepat. Yah, di waktu yang tak tepat karena dengan begini, mereka tau hal yang selama ini dirinya sembunyikan dari mereka, yaitu kekerasan fisik yang diberikan oleh papanya.

"Pergi dari hadapan saya!"

"Tidak!" Ketiga sahabat Glen tetap pada pendiriannya yang tak ingin menyingkir dari hadapan Jack.

Glen yang merasakan adanya bahaya untuk ketiga sahabatnya ingin bangkit dan menolong, tetapi tubuh Glen mulai melemah sebab, luka yang kemarin dilukis oleh Jack dengan cambukan mulai mengeluarkan darah segar kembali.

Bugh!
Glen!

Tak tahan dengan rasa sakit yang semakin menjadi dan wajah yang mulai memucat karena kehabisan darah, Glen pun jatuh tak sadarkan diri setelah sebelumnya teriakan Ikbal yang memanggil namanya terdengar.

"Ky, Jay, bantu gue bawa Glen ke rumah sakit!" seru Ikbal yang dipatuhi oleh keduanya.

Jack yang melihat Glen jatuh tak sadarkan diri dengan wajah pucat hanya menatap datar tanpa minat untuk membantu membawa putranya ke rumah sakit agar mendapatkan penanganan medis secepatnya. Meskipun dalam hati kecilnya terbesit rasa khawatir, tetapi secepat kilat pria itu menepisnya.

Untuk apa saya menolong anak tak tau diri itu? Cih, membuang waktu saja! Toh, mau dia koma atau bahkan tiada sekali pun saya tidak peduli! –batin Jack tak acuh.

***
Ceklek.

"Dokter, bagaimana keadaan sahabat saya? Dia baik-baik saja, 'kan?" tanya Roky.

"Syukurlah kalian segera membawa pasien ke rumah sakit, karena jika kalian terlambat sedikit saja ... mungkin nyawa pasien tidak akan tertolong. Pasien jatuh tak sadarkan diri karena kehabisan darah dan beberapa luka di tubuhnya mengalami infeksi."

Deg!

"Namun, kalian jangan khawatir, untungnya di rumah sakit ini masih tersisa beberapa kantong darah yang cocok dengan golongan darah pasien sehingga kami bisa melakukan tindakan lebih lanjut untuk menanganinya," papar Dokter ber–name tag Fiki.

"Lalu, kapan sahabat kami akan sadar, Dokter?"

"Mungkin satu atau dua jam lagi dia akan sadar, berdoa saja semoga dia bisa secepatnya sadar. Karena jika sampai pasien tidak sadar dalam waktu satu satu dua jam ke depan, dengan terpaksa kami nyatakan koma. Sebab, luka-luka di tubuhnya terinfeksi dan sepertinya selama ini pasien selalu mengonsumsi beberapa obat-obatan. Apakah kalian tau obat-obatan seperti apa yang dirinya konsumsi?"

"Tidak, Dokter. Kami tidak tau karena selama ini Glen adalah orang yang sangat tertutup dan suka menyimpan masalahnya sendiri," balas Roky melirih.

Dokter Fiki menganggukkan kepalanya, "Apa yang terjadi sebelum pasien tak sadarkan diri? Bisa jelaskan kepada saya? Yaa agar kami bisa mengetahui penyebab dan cara menangani pasien jika ada hal yang tak diinginkan terjadi."

Ikbal menjelaskan segalanya kepada Dokter Fiki tanpa ditutup-tutupi sedikitpun, Dokter Fiki menganggukkan kepala paham akan hal yang terjadi pada Glen setelah mendengar penjelasan remaja di hadapannya.

"Saya harap semoga akibat dari tindakan kekerasan tersebut tidak sampai memengaruhi mental pasien dan setelah ini kami akan melakukan CT–scan dan beberapa pemeriksaan lainnya untuk memastikan tidak ada cedera parah pada otak pasien."

"Berharap saja semoga hal yang tak diinginkan tidak terjadi pada sahabat kalian, saya permisi terlebih dahulu."

"Baik, terima kasih Dok!"

Mereka menatap sendu pintu ruangan Glen, mereka tak menyangka bahwa selama ini sahabat mereka yang dingin, cuek, datar, dewasa, bijaksana, tangguh, dan pastinya sangat menjunjung tinggi nilai keislaman mengalami kekerasan fisik dari papa kandungnya.















Next jangan?

Bad Boy Secret (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang