1 - A Broken Heart

32.6K 1.4K 198
                                    

LISA POV

"Lalisa Manoban!" teriakan itu menggema sampai ke ujung lorong lantai tiga dimana aku berada. Tanganku yang terulur memegang gagang pintu seketika tidak jadi membukanya ketika suara seseorang itu menghentikanku.

Dia berlari kecil menghampiriku dan setelah dia sampai di hadapanku dia mendorong bahuku. "Sialan! Siapa yang menyuruhmu datang hari ini?"

Aku memutar malas kedua bola mataku. Pagi hari adalah waktu yang cocok untuk meminum kopi, bukan mendengar celotehannya yang akan membuat telingaku panas.

"Satu minggu di Paris? Yang benar saja? Hanya satu minggu dan kau sudah kembali?" suaranya yang memekikkan pendengaranku membuat kepalaku lumayan pusing berputar, kurasa setelah ini aku akan menjadi Vertigo dan dia satu-satunya orang yang harus disalahkan.

"Dokter, bisakah kau menyapa seseorang dengan lebih lembut? Bukan malah berteriak seperti seorang tarzan di hutan." ucapku pelan namun berisi kalimat sarkas.

"Siapa yang peduli, ini masih pagi buta dan kau mengejutkanku." dia mendorong pintu yang sejak tadi tertahan untuk kubuka dan masuk terlebih dahulu. Ini sebenarnya hal sudah sangat biasa, tapi pagi ini karena dia telah merusak mood baikku maka aku menjadi sebal padanya.

Aku mengikutinya dari belakang dan menutup pintu. Dia sudah lebih dulu duduk di kursi yang seharusnya kutempati. Aku hanya menatapnya tajam dan aku meraih jas putih yang sudah satu minggu ini tidak kugunakan, menggantung rapi di tempat penyimpanan.

Aku duduk di hadapannya yang sejak tadi memandangi pergerakanku. "Katakan, kenapa kau kembali secepat ini?" ucapnya tanpa memutuskan pandangan dia.

Aku kemudian menggunakan jas putihku lalu bersandar lemah pada kursi yang sedang kududuki. "Unnie, Paris membosankan. Aku hanya sendirian disana dan tidak ada aktifitas lain yang bisa kulakukan selain makan dan tidur."

Dia berdecak kemudian menyilangkan tangannya di depan dadanya, "Tapi kau tidak perlu untuk masuk hari ini. Jatah cutimu masih satu minggu lagi, bukan?" nada bicaranya seperti dia yang memiliki kuasa atas jadwal kerjaku.

Aku menyipitkan mataku, "Sejak kapan kau mengambil alis tugas dokter Nam untuk mengatur jadwalku?" jawabku dengan sinis.

Dia tidak menjawab dan berdiri menghampiriku. Dia kemudian duduk tepat di kursi di sampingku lalu memelukku dengan erat, "Apa kau sudah merasa baik sekarang?" dari suaranya terdengar bergetar. Jika biasanya aku akan mendorongnya karena tingkah menjijikannya ini namun sekarang aku melihat ketulusan dibalik ucapan dan pelukannya.

"Mungkin belum. Tapi aku akan berusaha agar bisa menjadi Lalisa Manoban seperti biasanya lagi." ucapku berpura-pura tegar.

Dia melepaskan pelukannya, "Tidak apa-apa untuk tidak merasa baik-baik saja. Itu hal yang wajar." dia tersenyum seolah memberikan semangat yang aku butuhkan.

Aku mengangguk mengiyakan ucapannya. "Apa dia sudah kembali?" tanyaku membuat senyumnya luntur.

"Hm. Diana sudah masuk sejak tiga hari yang lalu." hatiku merasakan sakit lagi ketika mendengar nama itu kembali diucapkan.

Rasanya seperti kemarin ketika aku tertawa bersamanya, berpelukan dan membayangkan bagaimana bisa hidup bahagia bersama dia selamanya. Namun, sekarang bayangan itu akan tetap menjadi bayangan untuk selama-lamanya. Karena hari ini, aku harus menghadapi kenyataan bahwa kami akan menjadi seperti orang asing. Menyakitkan bagiku.

Satu minggu yang lalu, dimana aku sengaja mengambil cuti dua mingguku untuk berlibur bersamanya, ternyata adalah hari paling pahit yang harus kuhadapi. Tepat di depan bandara, tangannya melepaskan genggamanku. Dia menangis terisak dan itu membuat aku menjadi panik. Kupikir dia sakit namun ternyata akulah yang menerima kesakitan itu.

HONEY FOR BABY - JENLISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang