59 - Paris

7.2K 1K 233
                                    

LISA POV

"Ingat, Jennie, kau harus selalu mengabariku apapun yang terjadi." aku pikir aku sudah mendengar kalimat itu seribu kali yang dilontarkan oleh Chaeyoung. Tapi Jennie sama sekali tidak lelah mendengarkan ocehan tupai yang satu itu.

Aku tidak ikut masuk ke dalam pembicaraan mereka. Aku hanya merapikan beberapa barang lagi dan sepertinya sudah selesai. Aku siap tidur lebih cepat malam ini.

Pintu kamarku dan Jennie terbuka dan Jisoo Unnie masuk ke dalam, membawa pizza yang kami pesan tadi secara delivery dan dia baru saja mengambilnya.

"Saatnya pesta!" ucapnya kemudian duduk di lantai beralaskan karpet yang nyaman. Dia membuka bungkusan pizzanya, Chaeyoung dan Jennie ikut bergabung.

"Cepatlah, Lisa! Kau tinggalkan dulu kegiatanmu. Pizza ini lebih menggoda." ujar Chaeyoung namun tidak menatapku tetapi dia langsung menyambar satu slice pizzanya. Dia memang benar-benar tidak pernah bisa menahan satu detik pun untuk menunggu jika berurusan dengan makanan.

Aku mendekat pada mereka dan duduk di samping Jennie. "Baby, kau harus mengurangi junk food. Kurang baik untuk kesehatanmu."

"Ck! Jangan merusak suasana. Istrimu sedang menikmati pizzanya. Jika kau berkomentar seperti itu, makanannya pasti tidak akan terasa enak di lidahnya!" Jisoo Unnie kini membela Jennie, biasanya dia yang paling semangat mengomporiku. Apa mereka sudah melakukan gencatan senjata?

"Aku hanya menasehatinya. Aku tidak ingin kesehatannya menurun dan memperlambat prosesnya nanti." jika semua ingin berjalan sesuai rencana dan diberikan kelancaran, kami juga harus menjaga segala asupan yang masuk ke tubuh.

"Kau selalu saja pesimis. Percaya padaku kau dan Jennie tidak akan diberikan kesulitan. Jennie, jangan dengarkan Lisa. Makan pizzanya sebelum di Paris nanti kau hanya akan makan makanan hambar." aku menggelengkan kepalaku. Dia seorang dokter anak yang bahkan seharusnya lebih tahu baik buruknya memakan makanan seperti ini.

"Lisa, tidak apa-apa Jennie memakan ini?" istriku bertanya dengan tatapan penuh harap. Ayolah, siapa yang akan tega melarangnya memakan pizza sekarang jika dia menatapku seperti itu.

Aku mengusap puncak kepalanya, "Hm, tidak apa-apa untuk hari ini." dia tersenyum dan mengangguk, kemudian kembali menikmati pizzanya. Aku juga ikut mengambil satu slice dan menikmati kebersamaan ini sebelum kami berempat berpisah untuk waktu yang lama.

Yaa, aku dan Jennie akan berangkat pagi nanti menuju Paris, Perancis. Kami butuh waktu satu minggu untuk meyakinkan Appa Kim jika program bayi tabung ini akan baik-baik saja.

Awalnya aku berpikir jika Appa Kim tidak ingin memiliki cucu. Namun ternyata alasannya adalah hanya karena dia tidak mau terjadi sesuatu nantinya pada Jennie. Dia cemas memikirkan putri semata wayangnya yang bahkan menurutnya sama sekali belum memiliki kedewasaan yang matang, namun dipaksakan untuk hamil dan memiliki anak.

Mungkin semua orang akan berpikiran yang sama dengan Appa Kim, termasuk aku juga pada awalnya. Apakah kami sanggup menjalani ini, apakah kami sanggup mengurus anak kami nantinya. Namun semua keraguanku dipulihkan oleh semangat Jennie yang setiap hari selalu membicarakan tentang anak dan masa depan kami seperti apa. Tidak ada yang perlu di khawatirkan, bukankah naluriah seorang ibu akan datang dengan sendirinya nanti?

Aku dan Jennie menegaskan pada Appa bahwa kami akan menjalani ini setenang mungkin, tidak terburu-buru, sehingga pada prosesnya pun akan berjalan lancar jika berhati-hati.

Akhirnya Appa Kim yang paling keras menolak program ini sekarang menyerah. Dia mengizinkan aku dan Jennie berangkat ke Paris untuk menjalankan program IVF ini dengan syarat jika kami tidak kuat maka kami harus pulang dan membatalkan semua rencananya. Aku dan Jennie sudah sepakat bersama Appa dan orang tua kami. Sekarang disinilah kami malam ini, menyiapkan beberapa barang untuk dibawa ke Paris, dibantu oleh Jisoo Unnie dan Chaeyoung.

HONEY FOR BABY - JENLISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang