8 - Lunch

10.3K 1.3K 160
                                    

AUTHOR POV

Lisa sedang duduk bersebelahan bersama Jennie. Sesi konsulnya belum selesai dan Jennie tertarik dengan game yang sejak tadi ditunjukan oleh Lisa di ponselnya. Sebenarnya game yang ada di ponsel Lisa untuk mengetest Jennie dalam prakteknya namun Jennie malah ketagihan dan sampai sekarang dia memainkan ponsel itu.

"Lisa?" tanya Jennie yang melirik Lisa disebelahnya.

"Hem?"

"Kenapa warna merah berubah menjadi menjadi warna pink jika dicampur dengan putih?" ucap Jennie yang menunjukan permainannya.

"Pencampuran warna memang seperti itu, Jennie." jawab Lisa lembut.

"Jennie suka warna pink." Jennie tersenyum manis menoleh lagi pada Lisa dan menunjukan ponsel yang berada dalam genggamannya.

"Ya, warna pink sangat cantik." ucap Lisa sambil memandang wajah Jennie. Entah pada siapa tujuan cantik yang Lisa katakan, pada warna pink nya, atau pada Jennie yang hari ini memang terlihat cantik dari biasanya.

"Lisa menyukai warna apa?" tanya Jennie.

"Kuning." jawaban Lisa membuat Jennie mengernyitkan dahinya.

"Jennie tidak suka warna kuning." ucapnya sambil menggeleng.

Lisa yang mendengar Jennie kemudian terkikik. Dia seperti mengobrol dengan anak-anak. Tapi Lisa harus sabar menghadapinya.

"Tidak semua warna harus kau sukai, Jennie. Ada hal-hal yang tidak bisa dipaksakan." Lisa malah tersenyum miris karena mengingat Diana. Sebesar apapun perasaannya pada Diana, jika takdir sudah berkata mereka tidak bersatu, maka seperti itulah jadinya. Tidak ada yang bisa dipaksakan.

Sambil menunggu Jennie menyelesaikan game di ponsel Lisa, Lisa juga mengerjakan beberapa kuesioner tentang perkembangan Jennie. Jennie sudah hampir dua bulan melakukan pertemuan dengan Lisa. Perkembangannya sangat baik dan Lisa bangga terhadap dirinya sendiri. Selain bisa memberikan kemajuan untuk Jennie, Lisa juga merasa bahwa fokusnya untuk Jennie membawa berkat untuknya sehingga dia bisa perlahan melupakan Diana. Walau memang belum melupakan dengan sempurna, tapi Lisa bersyukur karena semakin hari dia bisa semakin menerima apa yang sudah terjadi. Mommy dan Daddy Lisa pun akhirnya dengan berlapang dada menerima kenyataan yang di alami putrinya. Meski Mommynya sebenarnya masih berat hati menerima perpisahan Lisa dan Diana, tapi ini adalah keputusan dari Diana, Mommynya tidak bisa terus memaksakan kehendak dia sendiri.

"Hoaaaaaaamm.." Lisa yang masih fokus dengan layar laptop di pahanya kemudian menoleh pada Jennie karena gadis itu menguap.

"Lisa, Jennie mengantuk." Jennie menatap Lisa dengan matanya yang berkedip pelan beberapa kali. Lisa malah tersenyum melihat Jennie dengan mata sayunya. Jennie benar-benar seperti anak kecil yang menggemaskan di mata Lisa.

Kedekatan mereka juga sudah seperti adik dan kakak. Meski kenyataannya usia Jennie satu tahun diatas Lisa, tapi sikap mereka berbeda jauh. Lisa benar-benar menganggap dan memperlakukan Jennie seperti adik kecilnya. Perlakuan Lisa yang begitu memperhatikan Jennie membuat Jennie tidak pernah lagi merasa canggung dengannya. Lisa sudah seperti keluarganya sendiri bagi Jennie. Jennie bahkan bisa tinggal di ruangan lebih lama dengan Lisa jika dia adalah pasien terakhir Lisa. Seperti sekarang, Lisa baru akan memiliki satu pasien lagi nanti sore. Jadi Lisa tidak repot-repot menyudahi sesi konsulnya dengan buru-buru.

"Kau ingin pulang? Baiklah, aku akan memanggil Eommamu." Lisa akan berdiri tapi Jennie menahannya.

"Tidak, Lisa. Jennie hanya akan tidur sebentar saja disini. Mata Jennie sudah tidak kuat." Jennie sekarang memiringkan tubuhnya dan kepalanya bersandar pada sofa dengan posisi tubuhnya yang meringkuk dan menyamping.

HONEY FOR BABY - JENLISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang