SF. 27

1.9K 302 11
                                    

Hari yang Rosé tunggu-tunggu akhirnya tiba, ia sebenarnya takut melihat hasilnya tapi juga penasaran. Selama ujian ia sudah semaksimal mungkin mengerjakannya dengan teliti seperti yang Eunwoo ajarkan.

Rosé selalu berdo'a setiap malamnya agar nilainya tidak mengecewakan.

Jihyo menepuk pundaknya, "Tenang Rosé kalau nilai Lo jeblok, liburan sama gue aja ke Bali gue traktir, deh." Kekehnya entah serius atau tidak.

"Gak mau, lah di sana pasti gue jadi nyamuk!"

Jihyo tertawa, tau saja sahabatnya bahwa ia akan mengajak serta Daniel untuk liburan ke sana sekalian minta dibayarin.

Tiba saatnya wali kelas Rosé membagikan hasil dari kerja keras otak para anak didiknya. Buk IU membagikan kertas hasil rekapan nilai ujian kepada seluruh siswa di kelas Rosé.

Rosé menanti namanya di sebut, saat gilirannya ia tidak berani melihat isinya.

Ia menyerahkan kertas itu pada Jihyo, "Ji tolong liatin dong," pintanya.

Jihyo mengambil kertas di tangan Rosé, ia tersenyum misterius membuatnya takut. "Cepetan."

"Nilai Lo gabus, lebih tinggi dari gue malah." Ucapan Jihyo memunculkan binar senang yang kentara di manik mata Rosé.

Rosé menutup mulutnya yang terbuka, tidak percaya melihat hasilnya. "Wah ... "

Ia masih tidak percaya, baru kali ini dia tidak mendapatkan nilai di bawah KKM. Rata-rata nilainya 78-90.

"AAaaa!" Rosé berteriak memeluk Jihyo, menggoyang ke kanan dan ke kiri tubuh mungil sahabatnya itu. Membuat sang empunya mengumpat karena kegencet.

"Aduh lepas dong dada gue kegencet anjir!"

Rosé melepas pelukan itu "hehe ... maaf."

"Anak-anak nilai kalian mengalami kenaikan cukup bagus dari Semester sebelumnya, terutama Rosé. Ibu harap kamu bisa lebih dari ini ya. Tingkatkan lagi"

Rosé mengulum bibirnya dan ngengangguk senang. Ia tidak sabar menunjukan hasilnya pada Eunwoo. Juga penasaran dengan nilai cowok itu.

Gadis cantik dengan bandana kuningnya itu berlari saat menangkap objek yang ia cari beberapa saat lalu ada di depan mata. Rosé berdiri di depan Eunwoo, menyerahkan kertas nilainya.

"Jadi kan liburannya?" tanya Rosé malu-malu.

Eunwoo mengamati kertas di tangannya, kemudian netranya menatap wajah ceria Rosé. Tangannya sebenarnya gemas ingin mengacak rambut Rosé, tapi ia tahan. "Jadi, ayo pulang kita kemas barang yang mau di bawa."

"Lihat nilai Lo dong."

Eunwoo menyerahkannya, mata Rosé membulat. Nilai Eunwoo sangat tinggi. Matematika cowok itu dapat nilai 100 dan bahasa asing 95 tidak ada angka 8 di kertas nilai itu.

Ke-jeniusan otak Eunwoo memang tidak bisa di ragukan.

Di undakan tangga mereka berpapasan dengan teman-teman Eunwoo yang duduk di tangga.

"Pak Boss ajak kita liburan juga dong, suntuk nih di rumah terus!" Suara June menghadang mereka.

Mingyu mengangguk mengiyakan, sebenarnya ia akan pulang ke kota asal. Tapi jika di ajak liburan gratis ia tidak akan menolak. "Iya bener sebagai sahabat sejati yang paling banyak duit di antara kita Lo wajib traktir."

Eunwoo menatap mereka sekilas, "lain kali aja lo pada ikut. Gue juga kesana bukan buat senang-senang."

Rosé langsung menoleh, apa maksudnya bukan untuk bersenang-senang, apa cowok itu pergi ke sana untuk hal lain?

"Yah, gak asik. Tapi ya udah lah sampai ketemu lagi bro." June menepuk pundak Eunwoo.

Rosé tidak sengaja berpandangan dengan Jungkook yang juga menatapnya. Tapi Jungkook lebih dulu mengalihkan pandangan.

Sejak kejadian dimana mereka mengobrol di taman cowok itu terlihat lebih dingin, dari tatapan matanya dan juga sikapnya. Meski tidak lagi menggangu Rosé.

Ia juga merasa kasihan pada sahabatnya Eunha yang sekarang sudah tidak menjalin hubungan dengan Jungkook, mereka sudah putus. Entah apa alasannya.

"Gue duluan." Eunwoo menarik tangannya cepat namun tidak menyakiti Rosé.

Sampai rumah Rosé langsung menyuruh Bibi Ning untuk membantunya mengemas perlengkapan yang akan ia bawa. Eunwoo mengatakan untuk tidak membawa barang banyak, jika merasa kurang ia bisa membeli di sana.

Maka dari itu dia hanya membawa beberapa setel pakaian dan barang penting saja. Eunwoo tidak mengatakan mereka disana berapa lama. Gadis itu juga sudah meminta izin pada orangtuanya, dan mereka mengizinkan selama ia tidak jauh-jauh dari Eunwoo orangtuanya tidak masalah.

Suara pintu mengintruksi kegiatan Rosé dan Bik Ning. Mereka kompak menoleh melihat Sandara berdiri di ambang pintu.

Wanita itu masuk dan duduk di ranjang tempat tidur Rosé. "Jam berapa berangkatnya?"

Rosé mengangkat bahunya, "gak tau tapi katanya Eunwoo mau jemput aku."

Sandara menghela nafas, sejujurnya ia tidak rela Rosé bepergian jauh tanpa dirinya apalagi mereka baru bertemu. Tapi Sandara tidak ingin egois, Rosé saja bisa ia tinggal berbulan-bulan masak ia tidak?

"Coba kamu hubungi dia biar nanti kalau dia datang kalian langsung berangkat."

Rosé mengangguk kemudian meraih benda pipih miliknya dan menekan tombol panggil di kontak Eunwoo.

"Jam berapa kita ke bandara?"

"Gue jemput jam 3"

"Oke."

"Kata Eunwoo jam 3 Mi."

Sandara mengangguk berarti masih ada waktu. "Kamu udah selesai beberesnya?"

"Udah, nih."

Sandara mengulas senyum manis, "gimana kalau kita bikin kue sambil nunggu?" Rosé dengan antusias mengiyakan, jarang sekali ia memasuki dapur bersama Sandara.

"Aku dapet resep baru, loh dari Mama Yoona." Tutur gadis itu. Mereka menuruni tangga menuju dapur.

"Oh ya? Mami penasaran gimana rasanya kita coba bikin pakai resep Mama Yoona ya." Tentu ide itu disambut baik oleh Rosé.

Sandara mulai sibuk berkutik dengan peralatan dapur yang akan digunakan membuat kue. Rosé mencari dan mengumpulkan bahan pembuatan kue.

30 menit berikutnya kue yang mereka buat telah jadi. Dan tugas memotong mereka serahkan pada ahlinya dapur, Bik Ning. Karena wanita paruh baya itu ingin membantu jadi Sandara memberi tugas terakhir.

"Wah Nya, kuenya harum sekali," puji Bik Ning membuat ibu dan anak itu tersipu.

"Coba dong Bik." Pinta Rosé.

Bik Ning mengambil kue itu dan memakannya, "enak sekali, tuan pasti suka kue buatan Nyonya dan Non."

Sandara dan Rosé bertos ria. Tanpa mereka sadari dari awal memasuki dapur mata tajam Kristian mengawasi kegiatan mereka. Terutama interaksi hangat Sandara dan Rosé.

Hatinya ikut menghangat melihatnya dan secara bersamaan pria itu juga merasa bersalah telah mengabaikan anak gadisnya. Rosé yang tidak bersalah menjadi pelampiasan marahnya dengan bersikap acuh dan dingin.

Sejak kejadian beberapa tahun silam, musibah buruk menimpa keluarga kecilnya membuat keluarga itu perlahan hancur dan hubungan mereka merenggang. Sialnya, ia ikut serta menghancurkan kehangatan keluarganya sendiri.



-TBC-

Mampir ke cerita yang baru aku up yuk!!
Cek profil: firgounxjjr
Jangan lupa follow gaess!
Makasii

SWEET FRIEND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang