"Sudah semua kan barangnya? Ayo dicek dulu sebelum pada balik." Diana sedikit meninggikan suaranya agar setiap orang di teras rumahnya sore itu dapat mendengar jelas ucapannya.
"Di." Suara Aare memanggil sepupunya dari arah belakang. Sandra yang berdiri di samping pagar mendengar suara pria tersebut dari arah belakang lalu dengan cepat menoleh. Ia sempat bersitatap dengan sang pemuda bertubuh tinggi itu sebelum lebih dulu diputus oleh Aare yang kini menaruh perhatiannya kepada Diana.
Tuhan, ada apa dengan Sandra.
Menyadari tingkah lakunya yang kelewat batas, Sandra segera membuang muka. Menatap jalanan depan—menunggu Bagas menjemputnya segera.
Arin yang berdiri di sebelahnya, seolah paham dengan situasi, lebih memilih untuk bersikap seakan semuanya tak pernah terjadi. Malam itu dan hujan. Arin sungguh ingin melupakannya demi kebaikan sang sahabat karib.
"You kenapa nggak pulang sih? Betah amat nunggu di sini." Bisik Sandra ketus. "Pulang sana."
"Ogah, Eike mau ngawasin orang. Takutnya nanti ada lirik-lirikan haram." Balas Arin seolah tak peduli dengan reaksi Sandra yang kini berdecih.
"Aku nggak selingkuh ya Rin. Yakali, orang apa salahnya sih? Laki-perempuan berteman ya wajar."
"Wajar sih. Yang nggak wajar keluar malam-malam entah kemana tanpa ngabarin suaminya."
"Jangan mulai deh. Aku udah minta maaf juga."
"Aku pulang dulu ya, Di. Udah pamitan sama Papi juga." Suara Aare memotong perdebatan singkat Sandra dan Arin. Keduanya lantas menoleh ke arah sumber suara.
"Oh iya Bang! Makasih banyak ya Bang udah ditemenin. Besok-besok kalau disuruh Papi buat nemenin aku, Abang jangan mau." Sungut Diana sembari mengantarkan Aare ke depan pagar gerbang yang terbuka lebar—berseberangan dengan posisi Sandra.
"Gitu-gitu Papi kamu khawatir Di. Aku paham. Nggak apa-apa, hitung-hitung aku juga bisa jalan-jalan." Aare terkekeh ringan dengan tangan memegangi ransel di pundak kiri.
Lagi-lagi, Sandra melirik dalam diam.
"Aku kalau jadi Bang Aare nggak perlu jalan-jalan lagi kayanya. Rumah udah di pinggir pantai gitu ya siapa sih yang nggak mau? Hitungannya udah refreshing tiap hari."
"Bisa aja kamu, Di. Yaudah, aku balik ya!" Lagi-lagi, Aare membalas tatap Sandra dengan sebuah senyum simpul, namun segera membuang pandangan kala menyadari bahwa Arin menatap mereka berdua.
Arin mengamati Sandra sejenak, lalu teralih kepada Aare yang kini berjalan menuju mobilnya. "Minta maaf ke siapa coba? Kalau ke aku mah ngapain? Tuh suamimu, pas banget datengnya."
Segera, Sandra menoleh. Dapat ia lihat sebuah mobil putih keluaran Honda itu perlahan mendekat dan berhenti tepat di hadapan mereka. Mengundang beberapa pandangan dan bisikan teman mereka yang masih belum kunjung pulang.
"Kayanya si Om udah kangen tuh sama you. Sana, pulang. Tebus dosa-dosamu." Arin melirik ke arah Bagas yang tampak turun dari mobil dalam tampilan kasual celana bahan cokelat tua dengan kaus polo putih yang dimasukkan.
Sedikit ragu—karena mereka kini jadi tontonan umum—Sandra bergerak kaku meraih tangan Bagas untuk dicium. Dan Bagas juga untungnya bukanlah tipikal orang yang suka mengumbar kemesraan di depan umum. Pikirnya biarlah hanya Bagas dan Sandra yang menikmati momen manis mereka tanpa ditonton orang lain. Maka ia hanya mengusap lembut rambut Sandra tanpa memberikan sebuah kecupan di dahi seperti biasa. Biar itu tugasnya ketika mereka hanya berdua nanti.
"Arin." Sapa Bagas sopan. Dan Diana dari jauh, ikut mendekat selaku tuan rumah.
Arin mendadak merasa bersalah sendiri. Teringat semalam dirinya yang sengaja tidak menjawab panggilan Bagas karena dirinya sendiri pun ikut kelimpungan mencari keberadaan sang sahabat yang hilang tanpa kabar. "Mas Bagas, maaf ya yang semalam. Hapenya ketinggalan di tenda." Ia mengikuti skenario yang Sandra buat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Propinquity Effect: Bittersweet
FanfictionTidak pernah terbayang di kala usia Sandra Amirah uang menginjak 21 tahun bahwa ia akan menikah. Bagas Adiguna hanya seorang biasa, murid sang ayahanda, yang kebetulan sering datang; yang kebetulan menjadi kesayangan ayahnya; yang kebetulan menaruh...