11. Ranjang Putri Kerajaan

174 11 0
                                    

"Toko Adek gimana? Lancar?"

"Lancar Yah. Adek lagi ada orderan acara hajatan minggu depan."

"Wah seneng dengernya. Kalau Mas Bagas, kerjaannya gimana?"

"Lancar juga, Ayah."

"Ayah."

"Iya Dek?" Hamzah meladeni Sandra sembari sedikit mengecilkan volume televisi yang tengah menampilkan tayangan skit komedi favoritnya dan sang anak. Di sofa tunggal sebelahnya, tersapat Bagas yang juga ikut menoleh menatap istrinya yang begitu nyaman bersandar pada sang ayah mertua.

"Nggak mau nikah lagi?"

Hening menyelimuti mereka bertiga cukup lama, sebelum akhirnya tawa Hamzah mengudara. Membuat Sandra mengangkat kepalanya yang semula bersandar dengan nyaman pada bahu kokoh tersebut lalu menatap ayahnya dengan alis terangkat bingung. "Kok ketawa sih Yah?!"

"Adek ini ngawur. Sembarangan kalau bicara." Hamzah berujar sembari mengapus setitik air mata di sudut kelopak.

"Loh?! Sembarangan darimana sih Pak Hamzah? Orang Adek serius." Balasnya menggebu. "Adek bahkan udah bahas ini sama Mas Bagas tau!"

Lantas Hamzah menoleh, menatap menantunya yang kini mengangguk kaku sembari menunjukkan senyum tipis, tidak siap dengan tembakan Sandra yang tiba-tiba.

"Memangnya Ayah nggak mau gitu punya seseorang yang bisa diajak ngobrol? Apa dua puluh satu tahun menduda nggak buat Ayah kesepian? Ayah sendirian di rumah tuh bikin Adek khawatir."

"Ngapain Adek pikirin coba? Ini hidup Ayah, yang milih juga Ayah. Adek ndak usah bingung."

Menunjukkan raut tidak suka yang kentara, Sandra merasa emosinya meninggi. Kalimat yang mengisyaratkan bahwa sebaiknya Sandra tidak usah ikut campur dengan kehidupan pernikahan sang ayah nyatanya mampu menbangkitkan rasa kesalnya. Hamzah adalah ayahnya, sudah barang pasti ia peduli. Termasuk kehidupan pria itu selepas ia tinggalkan sendirian di rumah lama ini.

Apa ayahnya itu masih menganggap Sandra hanyalah anak kecil? Sandra kini seorang istri! Bahkan ia telah mencicipi sedikit kehidupan pernikahan. Maka ia tidak berbicara asal kala menyarankan ayahnya itu untuk menikah lagi. Karena memiliki seseorang rasanya sedikit menghilangkan rasa sepu. Apalagi Bagas yang juga ikut mendukung keputusannya, membuat Sandra merasa bahwa ini adalah tanggung jawabnya untuk mengurus sang ayah.

"Ayah, Adek bukan anak kecil lagi! Aku ini udah dewasa, udah tau sedikit-sedikit tentang kehidupan orang tua. Ayah selalu gini! Selalu nganggep aku anak kecil yang nggak tau apa-apa! Selalu nggak pernah mempercayakan keputusan apapun ke aku! Selalu Ayah yang buat keputusan, sedangkan Adek? Ayah bahkan nggak pernah dengerin apa pun pemikiranku sama sekali!" Ia kini bangkit berdiri. Menatap Hamzah dengan mata memerah. Dapat dipastikan ia akan menangis sebentar lagi jika tidak beranjak dari tempatnya berdiri. "Aku ini Ayah anggap apasih?! Apa semua pendapatku cuma omong kosong buat Ayah?"

"Dek, maafin Ayah..." Hamzah berusaha meraih tangan Sandra sebelum wanita itu menghindar dan berjalan menjauh. "Adek!" Panggil Hamzah dan hendak bangkit untuk mengejar punggung sang anak yang kini menghilang di balik pintu kamar.

Lantas Bagas ikut berdiri, menatap sendu situasi di hadapannya. Ia kemudian berjalan mendekat. "Ayah, biar saya yang bicara sama Sandra. Ayah istirahat di kamar saja, saya antar ya?"

Sejenak termenung sebelum memutar kepala menghadap menantunya, Hamzah kemudian mengangguk kecil dan tersenyum tipis. "Iya Mas Bagas. Besok Ayah ajak ngobrol lagi si Adek. Ndak enak kalau kalian pulang tapi si Adek masih marah." Bagas mempersilahkan mertuanya itu untuk berjalan melewatinya, lalu menyusul langkah di sebelah.

Propinquity Effect: BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang